Last Part in Heaven

760 59 1
                                    

"Ayah menjauhkan ibu dari dunia luar karena ibu adalah jantung kerajaan," Luna menatap angkasa yang bersih, "Jika ibu mati, kerajaan sangat mudah diserang. Seperti yang terjadi sewaktu itu. Ketika Blafen yang menyerang."

Harris menatap Luna penuh simpati. Pria itu sulit menjelaskan pada Luna, bahwa Blafen belum pernah dan tidak akan pernah kalah melawan siapapun. Walaupun kerajaan itu memiliki jantung kerajaan, layaknya kerajaan Tiga, Api, Es, dan Kegelapan, kerajaan itu tetap akan terkalahkan oleh Blafen.

Pria itu kini paham kenapa Luna begitu tidak nyaman dengan kehadiran Elena yang punya sikap seperti ibunya dulu. Penyayang namun tegas. Elena mengingatkan gadis itu akan mendiang ibunya sendiri.

"Apa aku pernah mengatakan cerita soal perjanjian padamu?" Tanya Harris. Luna menatap pria itu, lalu segera menggeleng.

"Sebenarnya, sang ratu sudah melakukan perjanjian pada banyak kerajaan untuk mengubah mereka menjadi aliansi kita. Seperti menciptakan ikatan. Padahal sebelumnya, ia menyerang siapa saja. Tidak memiliki pengecualian. Semua itu ia lakukan setelah melihat sikapmu yang jauh berbeda dengannya. Begitu pengampun, dan mencintai kedamaian. Ia ingin menyetel ulang semuanya, agar kau bisa nyaman menjadi seorang ratu."

"Bagaimana dengan Vierith?" Harris terdiam seketika, "Apa ia telah melakukan perjanjian dengan kerajaan itu?"

Harris menatap dalam-dalam ke angkasa, mendapati menara-menara tinggi kerajaan Vierith. Bendera-bendera mereka yang menggambarkan simbol kerajaannya, mawar merah, berkibar sama eloknya dengan milik kerajaan Blafen.

"Kita tak bisa memiliki aliansi seperti Vierith ataupun Elliens, Luna," Harris menatap Luna, dan mengelus kepalanya dengan sayang, "Mereka tidak memahami kita."

Luna ikut menatap keangkasa dan melihat sebuah bintang jatuh.

Dalam benaknya ia memikirkan satu hal yang mungkin mampu menyatukan mereka dengan Elliens maupun Vierith. Berharap itu bisa terjadi.

Luna menjalani hari-harinya seperti seharusnya ia sebagai seorang putri mahkota. Ia perlu belajar banyak mantra magis, wilayah-wilayah, lalu aliansinya. Tentunya Harris selalu banyak membantunya dalam belajar, pria itu punya caranya sendiri untuk mengajar. Henry selalu membantu dengan mencarikan buku yang dibutuhkan karena ialah yang paling mengerti lika-liku perpustakaan kerajaan yang begitu besar.

Elena dimakamkan seperti yang ia inginkan. Di layarkan diatas perahu tanpa awak maupun tujuan. Diatas seribu mawar putih dan seribu mawar biru, mahkota pemberian Erl ditautkan diatas kepalanya. Elena percaya tubuhnya akan dibawa arus laut selama-lamanya sampai akhirnya ia sampai di surga.

Harris melayarkan perahu itu dari pelabuhan istana. Aliansi dari kerajaan lain, para dayang, prajurit dan pelayan semuanya menatap kepergian perahu dari pelabuhan, mengelilingi Harris, Luna dan Henry. Para rakyat menatap perahu putih itu dengan sedih, dari atas bukit yang begitu dekat dengan pelabuhan istana, diantara mereka tetap berdiri sebuah pohon oak yang begitu besar, dan rindang. Dalam pakaian berkabung, mereka mendoakan kepergian Elena yang berhasil menyebarluaskan tentang kemegahan kerajaan Blafen yang mampu mengambil alih daratan luas.

Henry memeluk kaki Luna. Gadis itu mengangkat Henry dan menggendongnya. Wajah anak itu tidak mengekspresikan apa-apa selain kekosongan. Ia sama sekali tak sedih. Mungkin saja ia sedih, tapi ia tak mengungkapkannya begitu saja..?

"Henry tidak sedih?" Luna menatap Henry. Bocah itu mengadah dan menatap wajah Luna, dia menggeleng.

"Mama bilang aku tak boleh sedih. Pelindung tidak boleh sedih," sejenak setelah ia mengatakan itu, air mata melinang di pipinya. Ia begitu menyayangi ibunya, sampai ia berjanji takkan sedih, bahkan ketika ibunya pergi. Tapi ia memang tidak suka kehilangan seseorang di hidupnya. Henry memeluk kaki Luna, dan membenamkan seluruh wajahnya yang pucat ke gaun Luna. Luna mengadah dan menatap Harris yang masih berdiri di hadapannya.

Mata pria itu melekat ke perahu yang terombang-ambing menuju ujung lautan, entah dimana itu. Luna masih memeluk Henry yang tersedu-sedu. Rambut Harris melambai, mengikuti angin yang berhembus menuju utara. Entah kekuatan apa yang mendorong Luna, tapi gadis itu mulai berjalan mendekat kepada Harris. Ia meletakkan tangannya di punggung Harris, dengan menghela nafas.

"Kadang, kau harus melepaskan sesuatu untuk mendapatkan yang lain," Luna mengingat-ingat ketika ia kehilangan ibunya. Kini hatinya tak lagi merasakan perih yang mendalam. Ia hanya mengingat memori-memori hangat antara ia dan keluarga kecilnya dahulu. Lalu ia beralih ke hari-harinya bersama keluarga kecil Elena.

Sama-sama bahagia.

"Luna, kau menangis?" Ujar Henry yang langsung memeluk Luna. Gadis itu berlutut, masih mendekap Henry. Entah untuk apa tangisan itu, tapi benar saja, takkan berhenti. Ia begitu lama meredam rasa bersalah dan terpukulnya, tersenyum pada siapa saja. Bahkan sehari setelah pemakaman ibunya, ia tidak ditemukan menangis.

Banyak orang mampu berujar, bahwa jiwanya sedang mengalami gangguan. Ibunya meninggal, ia pasti mengalami gangguan. Dan Luna mampu meredam semua suara itu. Bahkan setelah ayahnya meninggal karna sakit-penyakit yang menggerogotinya akhirnya berhasil mengambil alih seluruh tubuhnya, Luna tidak pernah lagi menangis. Ketika itu, ia tidak mampu merasakan apa-apa lagi. Ia merasa mati di dalam.

Tapi sekarang, ia menangis. Itu menyegarkan baginya. Ia merasa hidup kembali.

"Ayo, Harris. Kita masuk ke dalam," Harris menoleh kepada Luna, pikiran pria itu berkecamuk. Ibunya telah pergi. Ratu yang memiliki gangguan jiwa semasa tubuhnya masih semuda Tritanian. Ratu yang berubah seratus delapan puluh derajat ketika masih kecil. Ratu yang diisolasi bertahun-tahun lamanya, sampai hatinya tak lagi merah, dan mulai membatu. Ratu yang hatinya kembali mencair ketika prajurit setianya kembali ke Pegunungan Agosa.

Ratu yang menyayangi seluruh orang, tapi semuanya pada akhirnya meninggalkannya.

Tapi sebagai gantinya, Elena tidak ingin ketidaksetiaan pihak-pihak yang meninggalkannya sendirian sejak ia kecil terjadi kembali pada kedua anaknya. Ia menginginkan masa depan yang cemerlang untuk kedua anaknya, ditambah anggota baru kerajaannya, Luna.

Harris mengedipkan matanya sekali, kedua mata hazel pria itu berubah biru sedetik, lalu kembali ke warna hazel bercahaya. Ia menggenggam tangan kanan Luna dengan erat, dan menggantikan posisi Luna untuk menggendong Henry.

"Ya, mungkin kita perlu meninggalkan sesuatu untuk mendapatkan yang lain."

***

Catatan mengenai masa lalu Tritanian yang pertama kali, kisah 'Elena Lili & Anna', lama tak terbuka, dan tersimpan di perpustakaan kerajaan Blafen. Cerita yang terlarang untuk dibaca siapapun kecuali para penghuni kerajaan. Kisah ini termasuk dalam daftar Yang Harus Dihancurkan milik raja Elliens, karena mengandung intisari awal mula Elliens yang sebenarnya. Namun karena termasuk benda yang terlindungi, kisah ini selamat, namun dijauhkan dari pandangan mata.

Kisah kedua gadis ini tidak begitu jelas awalnya, maupun akhirnya. Bangsawan Blafen, Davina, dipercayakan untuk menyimpan rahasia terbesar daratan Blafen yang menjadi awal mula kerajaan Vierith, Archarian, dan beberapa kerajaan lainnya.

Walau telah lama berakhir, masa lalu cemerlang Blafen selalu berada di hati penduduk yang menyaksikan dan menjadikan cerita ini sebagai cerita turun temurun di kerajaan Blafen.

End.

Or is it?

Tritanian History : Long Path She TakesWhere stories live. Discover now