Life Long, dear Vasilissa

663 76 1
                                    

Anna menjadi seseorang yang agak asing pada dayang-dayangnya, apalagi Chaddick. Pria itu tengah bersandar pada pilar tak jauh dari kamar Anna sebelum gadis yang ditunggunya berjalan mendekatinya. Pria itu begitu kaget dengan perbedaan penampilan gadis itu dari dirinya yang 'lama'. 

Gaunnya yang selalu warna pastel yang cerah dan kadang menyilaukan, berubah menjadi warna merah yang mengikuti lekuk tubuhnya. Dan rambutnya yang berwarna pirang pucat kini berubah menjadi coklat kemerahan.

Chaddick membungkuk pada Anna yang baru, "Selamat pagi, Anna."

"Chaddick," Anna mengangguk kecil pada Chaddick lalu berjalan melalui pria itu.

Chaddick menjadi semakin bingung. Kini ada perbedaan baru dari Anna. Kelakuannya kini lebih dewasa dan anggun dari biasanya. Seperti..

Elena

Anna membuka pintu ruang rapat di istananya, dan menatap pemandangan seluruh kursi kecuali kursinya, sudah terisi dengan pesuruh-pesuruh istana. Ia puas dengan hasil kerjanya untuk membuat semua orang tepat waktu di istananya. Karena ia selalu tahu, ibunya adalah orang yang terlalu sabar. Penuh toleransi, dan 'menyayangi semua orang'. Well, kecuali, Elena. Mungkin?

"Senang kalian bisa kemari, tuan-tuan," dan gadis itu menatap seorang wanita di ujung pojok meja. Ia tahu dia siapa. Dengan matanya yang menyala kuning, "Dan, nona."

***

Elena menatap Savier yang bertingkah layaknya burung hantu asli. Siaga akan apa saja yang akan terjadi. Gadis itu mengelus bulu-bulu kristal hitam Savier dengan lembut. Walau begitu, bulunya masih berdenting ketika bersentuhan satu dengan yang lain.

Senyuman Elena masih terlihat dipaksakan, sama sekali tidak tulus. Dan ia menyadarinya juga.

"Aku kesepian."

Elena menatap sebuah jendela mozaik yang ia buat sendiri. Melukiskan sebuah ranjang bayi berwarna emas berkilauan. Gadis itu memang tidak mengingat apapun sebelum ia menjadi keluarga kerajaan. Seakan, memorinya dipalsukan. Savier mengalihkan pandangannya pada jendela buram di dekatnya. Seberkas cahaya yang sangat terang dan indah menyorot hanya sebuah tempat di dekat istana gelap Elena.

Savier terbang ke pundak Elena, untuk mendapatkan perhatian gadis itu. Bersamaan setelah itu, Elena ikut menatap cahaya itu.

***

Elena seakan terhipnotis untuk pergi kearah cahaya yang menyorot satu tempat diantara pepohonan. Sebuah.. pondok?

Pondok ditengah hutan. Tempat yang Elena rasa adalah tempat yang hangat dan nyaman. Kaki gadis itu tidak perlu diperintah untuk berjalan mendekati pondok itu. Semua lampunya mati, dan tidak ada tanda-tanda yang jelas kalau saja ada yang menempatinya.

"Siapa anda? Apa yang anda lakukan disini," seorang gadis yang masih remaja dengan jubahnya yang menutupi seluruh tubuh kecuali wajahnya, berdiri dibelakang Elena. Cukup untuk membuat gadis itu kaget.

"Saya Elena, kau pasti tahu saya ini siapa," jawab Elene dengan anggun dan sombong.

Gadis itu memiringkan kepalanya dan meneliti Elena dari atas kebawah, "Tidak, aku tidak mengenalimu."

Elena terhenyak pada pernyataan gadis itu. Ia bahkan sudah tidak bisa menghitung berapa banyak istana yang telah ia serang. Dan gadis kecil di hadapannya ini tidak mengenalinya?

"Kau tidak mengenalku?" Elena memiringkan kepalanya.

"Ya, aku lama tinggal di hutan sendirian." Ujar gadis berkerudung cokelat itu.

"Oh, aku paham," kata Elena sambil mengelus Savier sebelum makhluk itu terbang pergi, "Siapa namamu?"

Gadis itu meletakkan keranjang berisi jamur di meja terasnya, berbalik, dan menatap lurus ke mata Elena, "Vasilissa."

***

Vasilissa menceritakan semua hal tentang dirinya yang tidak lebih dari gadis yang diisolasi karena tidak memiliki kekuatan dari kerajaan tempat tinggalnya. Elena yang menjadi pendengar yang baik, menangkap kekelaman yang indah di dalam diri Vasilissa lewat kata-katanya. Seketika gadis itu jatuh cinta pada diri misterius Vasilissa.

Senyuman Elena memudar ketika ia menangkap sebuah mahkota perunggu yang berkilauan dengan pendar kelam terletak di meja kecil tidak jauh dari tempat mereka berada. Gadis itu semakin tertarik dengan Vasilissa.

"Vasilissa," potong Elena dan mengabaikan apa yang Vasilissa katakan tadi padanya, "Aku sangat tertarik pada ceritamu," Senyuman gadis itu penuh dengan misteri dan menutupi banyak pertanyaan, "Mau ikut ke istanaku?"

***

Vasilissa tertegun ketika menatap sebuah istana hitam yang menjulang tinggi di hadapannya itu. Kakinya rasanya semakin lama semakin dingin, dan membeku di tempat. Gadis itu merasakan hawa berbeda istana Elena seperti memanggilnya untuk masuk. Menghipnotisnya, gadis itu segera melangkahkan kakinya ke dalam istana Elena. Matanya yang cokelat berubah menjadi mata biru muda yang nampak tidak berjiwa.

Elena tersenyum pada Vasilissa yang sudah terhipnotis.

"Kau adalah pengikut baruku," suara Elena terdengar seperti bisikan di dalam telinga Vasilissa, "Kau mengabdi dan berutang budi padaku." Katanya lagi sambil perlahan meraih Vasilisa.

Dari punggung gadis itu, muncul dua buah sayap-sayap yang terbuat dari arang yang mengilap, dan berdenting seperti sayap Savier.

Savier yang terbang mendekat kearah Vasilissa perlahan-lahan memudar dan menjadi abu. Abu itu terbang dan masuk kedalam hidung dan mulut Vasilisa, seperti masuk kedalam tubuh Vasilissa.

"Sekarang, Vasilissa sayang, kau akan memiliki kekuatan yang mampu menandingi siapapun."

Mata Vasilissa kembali berwarna cokelat dan gadis itu ambruk ke tanah. Elena berjalan melewati gadis itu, dan masuk ke dalam istananya. Membiarkan Vasilissa tergeletak ditanah, beradaptasi pada kekuatannya.

***

"Ada apa, Davina?" Seorang pria menghampiri seorang gadis berambut pendek yang berdiri di ujung sebuah tebing.

"Ini agak aneh."

Suara air mengalir deras terdengar dari hadapan mereka. Kedua makhluk itu saling tatap menatap, lalu kembali menatap pemandangan di hadapan mereka.

"Sejak kapan ada air terjun disini?"

To Be Continued

Tritanian History : Long Path She TakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang