Her Very Own Happy Ending

555 68 0
                                    

"Berapa lama lagi, Tris? Berapa lama lagi aku harus menderita?" Elena bergumam di sela-sela dirinya yang, seperti biasa, kehabisan nafas.

Kekuatannya yang seakan tumpah karena berlebihan tiap harinya, membuatnya kewalahan. Meja-meja berdetak itupun kini tak lagi mampu menahan semua kekuatan yang diserapnya, Elena perlu berbagi tubuh dengan orang lain. 

Tris datang dengan seorang putri, nampak dari mahkotanya, juga bajunya yang berwarna pastel, jelas-jelas seorang putri kerajaan besar. Rambutnya yang coklat kemerahan mengambang ketika tubuhnya dibawa masuk Tris kedalam ruang takhta kerajaan Elena.

"Dia, putri kerajaan barat, yang kau katakan itu?" Elena menunjuk gadis yang dibawa Tris dengan segala kekuataannya. Energi gadis itu dengan cepat terkuras hanya dengan sebuah pergerakan kecil. Tris berhenti sebentar menatap ratunya yang melemah, lalu kembali berjalan mendekatinya.

Gadis itu meletakkan tubuh gadis yang dibawanya diatas meja hitam yang tumbuh seiring Elena menciptakannya dengan segenap energinya.

"Berapa umurnya?" Elena berdiri dengan bantuan penuh dari kekuatannya yang seakan hidup, seperti es.

"18, akan menjadi 19 seminggu lagi."

Elena menatap lantai, sekedar meredam nyeri kepala yang terbiasa ia nikmati, "Kita harus mengulur waktu."

***

Anna menatap sekelilingnya dari atas menaranya, yang telah ia buat sendiri beberapa tahun yang lalu. Keriput diwajahnya semakian jelas terlihat, kedua matanya yang nampak lelah menyiratkan sesuatu yang tidak orang pahami, sesuatu yang mampu ia simpan selama bertahun-tahun lamanya.

Gadis itu meneliti ke titik-titik tertentu. Ada beberapa menara lainnya yang ia temukan sama tinggi dengan menaranya.

Menara Elliens, nama kerajaan Zeralda yang biru. Deneveria, kerajaan yang orang sebut-sebut hanya sebagai sejarah belaka, tempat dimana orang-orang mengubur rahasia mereka sedalam mungkin. Lalu kerajaan Blafen. Kerajaan gelap nan kelam, yang semakin lama semakin melebar. Hampir setengah dari daratan Kloveria telah berubah kelam.

Lalu Anna menatap orang-orang dibawahnya. Penduduknya sendiri. Yang telah ia ubah tingkat kekebalan tubuhnya, agar sama kuatnya sepertinya dalam menahan tingkat kepanasan di kerajaannya yang masih terus berkembang, sama seperti kerajaan Zeralda.

Gadis itu mengangkat tangannya ke udara agar ia bisa melihat tangannya yang kurus dan pucat lebih jelas. Sebuah cincin, cincin yang membuat dadanya sesak. Cincin yang diberikan Chaddick di kala pria itu masih sangat tergila-gila oleh kecantikan kedua putri yang diberi mahkota berbeda. Elena mahkota hitam, Anna mahkota putih.

Ia mengepalkan jari jemarinya, mengabaikan detakan jantungnga yang sedikit tak beraturan serta merta dengan hatinya yang sebenarnya sudah hancur kala dimana Zeralda membekukannya.

"Bawakan aku gadis itu," Anna masih memelototi penduduknya, selagi ia berbicara kepada pelayannya.

"Segera, nyonya."

***

Elena kian lama kian rentan, hidupnya yang terlalu sering hampa, karena kekuatannya yang melampaui segalanya, melakukan segalanya untuk wanita itu. Ia hampir tidak pernah berusaha untuk mendapatkan apapun, perjalanan hidupnya terlalu mulus untuk seorang ratu yang ditakuti. Tapi kini ia sudah tua dan renta, kerajaannya sudah sangat maju. Banyak penduduk kerajaan lain yang tak memiliki tempat tinggal, akhirnya menetap di kerajaan Elena.

"Siapa namamu, anakku?" Elena mengalihkan pandangannya yang teduh kearah gadis yang dibawa Tris beberapa hari yang lalu. Gadis itu mengadahkan kepalanya mencoba menatap Elena.

"Luna. Seharusnya, Luna, nyonya," Gadis itu salah tingkah, berusaha selalu menyangkal kalimat yang keluar dari mulutnya, yang ia dulu kenal sebagai dirinya. Itu adalah kali pertama Elena menanyakan sesuatu padanya. Ada rasa takut yang menggerogotinya semenjak ia tinggal di kerajaan Elena. Seakan tempat itu hendak menerkamnya.

"Luna.." Elena mengulang nama itu sambil tertegun lalu beralih menatap jendela di hadapannya, "Nama yang penuh dengan harapan."

"Apakah nyonya tidak merasa risih?" Luna kali ini bertanya. Dadanya sesak dengan ribuan pertanyaan yang disimpannya sejak perjalan menuju ketempat Elena.

"Risih untuk apa?" Elena menatap Luna sebentar, lalu ia berdiri, berjalan menuju singgasananya yang terbuat dari kristal hitam terbaik di daratan manapun, dilelehkan didalam tungku emas, ditempa oleh penempa besi terbaik di Pegunungan Agosa. Elena kini bergelimang dengan kekayaan yang diambilnya dari banyak kerajaan. Itulah salah satu pelarian Elena selain menyerap kekuatan kerajaan lain dari mahkota pemimpinnya, atau mengubah mereka menjadi duri-duri batu. "Aku memiliki semua ini, karena aku tahu aku bisa. Dan, kau, berserta keluargamu, nampak sangat lemah di mataku, Luna-ku tersayang."

Luna tak bergeming, darahnya memang berdesir mendengar kalimat Elena yang penuh dengan kesombongan. Tapi gadis itu paham. Elena memang tak bisa ditandingi; dengan kekuatan magisnya yang melampaui pedang manapun. Luna lebih tampak seperti seonggok daging, dibanding putri yang terpilih sebagai penerus kerajaan Elena selanjutnya.

"Tidakkah kau merindukan keluargamu?" Luna balik bertanya. Kali ini, Luna berhasil membuat Elena habis akan kata.

"Keluarga?" Elena mengulang, "Aku tak memiliki keluarga. Aku hidup sendirian sejak awal." Elena menatap jauh keluar jendelanya yang kembali transparan. Ia tidak mengingat sebagian kecil memori pun dari keluarga aslinya. Elena, pun, berhenti berpikir untuk mencari orang untuk dicintai, karena di pikirannya, makhluk manapun di dataran manapun, tidak bisa menyayangi seorang ratu kegelapan yang terlanjur ditakuti.

Berbeda halnya dengan Zeralda. Ia menemukan pasangannya sendiri. Dari sebuah kerajaan kecil, dibawah kekuasaan Vierith, benteng Anna. Tapi ratu manapun takkan melakukan hal yang sama seperti ketiga ratu ini; Elena, Anna, dan Zeralda. Yang mampu membelenggu raja mereka sendiri, yang berani menghalau rencana-rencana keji nan cemerlang mereka.

Begitulah yang dibaca Anna di surat yang dikirim Zeralda padanya, Ratu itu menemukan kisahnya sendiri, dan kali-kali Anna mencarinya, ia sudah pergi jauh dari kerajaannya. Meninggalkan rajanya di dalam belenggu sampai membusuk di ruangan bawah tanah terdalam Elliens, sementara kerajaannya yang seluas samudera Nomika diurus oleh penerus sah yang dipilih langsung oleh Zeralda.

"Kau tahu, Luna. Orang-orang memiliki akhir bahagia-nya sendiri," Elena menatap peri-peri biru yang bernyanyi diantara angin malam yang mencekam, "Aku tak punya akhir bahagia."

To Be Continued

Tritanian History : Long Path She TakesWhere stories live. Discover now