New Fate

277 20 3
                                    

Kloto tertegun sejenak dengan benang yang berada ditangannya. Ia menatap uluran tangan Atrope, saudarinya. Meminta benang yang masih bersinar di tangan Kloto. "Dia sudah selesai?" Tanya Atrope, meminta persetujuan kedua saudarinya. Kloto menggeleng. Begitupula dengan Laquera. Seakan mereka berdua punya pikiran yang sama.

"Aku suka dengannya," kata Laquera. Ia meraih benang yang mengambang diatas tangan Atrope. Ia melihat setiap pintalan yang dibuat saudarinya, lalu tersenyum sendiri.

"Kurasa ia punya sebuah takdir lain yang lebih menarik," kata Atrope sambil menyerahkan benang itu pada Kloto. "Kita boleh menundanya?" Tanya Kloto pada Laquera. Ia tertegun sebentar, menimbang-nimbang hal yang akan terjadi nanti, lalu menganggukkan kepalanya.

Laquera menghempaskan benang itu keatas dan benang itu semakin bersinar dilangit-langit. "Hari keemasannya sangat terang." Komentar Laquera.

"Dia orangnya."

***

"Dia orangnya?" Tanya seorang pria mengernyitkan dahi, sambil menggenggam sebuah siluet di tangannya. Siluet seorang gadis yang bersimpuh berdoa sebelum masuk ke Nirvana. "Dia sudah berada di gerbang Nirvana." Katanya mengibaskan tangannya untuk menghilangkan siluet gadis itu.

"Kita bisa mengubahnya." Kata Laquera.

"Jangan terlalu pemilih, tuan pangeran. Gadis seperti Elena sangat susah dicari." Kata Cloto kembali menciptakan siluet putih Elena.

Pria itu bersandar pada singgasananya dan menghela nafas. Ia tak pernah memerhatikan gadis itu di daratan sebelumnya. Ia terlalu sibuk bersenang-senang dengan selir-selir di haremnya. "Bagaimana kalau dia tidak suka disini?" Tanyanya lagi.

Kloto dan Atrope berpandangan satu sama lain. Dengan wajah yang sama-sama ikut meragukannya, sama seperti pria itu. "Sekarang atau tidak selamanya." Kata Laquera sedikit lelah bernegosiasi dengan pria itu.

"Apakah aku memang perlu seorang pengantin? Aku bahagia dengan selir-selirku." Katanya lagi dengan wajah lelah.

"Bukankah kau yang menginginkannya waktu itu? Kami tidak suka mengingkari janji."

"Yah, itu kan waktu itu. Sekarang aku sudah tidak butuh."

Laquera terdiam sejenak. Ia menciptakan bola berpendar berisi kenangan Elena di tanganya. Ia menghempaskan bola magis itu tepat ke mata pria itu. Matanya berpendar kekuningan, ia menatap setiap kenangan Elena. Tentang kekuatannya, dan sebesar apa ia meluaskam daerah kekuasaannya. Masalah keluarga yang sangat kompleks. Saat itu juga pria itu kagum pada kecantikan dan kekuatan Elena. Untuk sesaat ia melupakan semua kerajaan yang perlu dipimpinnya ketika matanya bertemu dengan dua mata Elena.

Ia mengerjapkan matanya lagi, kembali menatap Atrope, Kloto, dan Laquera yang menyilangkan kedua tangannya. Sedikit mengharapkan pujian takjub yang langka dari pria itu. Seharusnya pria itu takjub. Karena mereka sendiri takjub dengan Elena dan masa-masanya di daratan. Tapi ia malah menaikkan bahunya lalu menopang dagunya lagi, kembali bosan.

Kloto meletakkan sebuah kotak di tangan kanan pria itu. Lalu Atrope meletakkan gunting yang ia selalu gunakan untuk memotong benang kehidupan yang mengakhiri hidup seseorang. "Kau akan simpan atau memotongnya?" Tanya Laquera sambil menyodorkan benang kehidupan Elena yang mengambang di hadapan pria itu. Ia terdiam. Cahaya pendar benang itu kelihatan sedikit lebih redup daripada sebelumnya. Pendarnya berdetak seakan seperti lampu yang berkedip karena sebentar lagi sudah waktunya putus.

Setelah agak lama berpikir, pria itu menghela nafasnya berat, meletakkan gunting Atrope di lengan singgasananya, dan meraih benang itu. Meletakkannya di dalam kotak dan memanggil sedikit kekuatannya untuk menyegel kotak itu dengan rantai dan gembok.

Atrope dan Kloto tersenyum lega. Kini pria itu tidak akan merengek seorang pengantin lagi pada mereka. Sedang Laquera menerima kotak itu di tangannya.

"Aku punya syarat." Kata Laquera setelah memindahkan kotak itu ke tempat yang aman di kerajaan mereka.

Pria itu memutar bola matanya dan berdecak, "Apalagi?" Tanyanya tidak sabaran.

"Elena adalah ratu tertinggi, tuan." Kata Laquera. "Kau harus menjaganya dengan segala kekuatanmu dari serangan musuh-musuhmu."

"Ia akan nyaman tinggal disini." Kata pria itu dengan senyumnya yang penuh rencana dengan apa yang akan dilakukannya pada kehebatan Elena.

"Fisiknya tidak boleh terluka," kata Laquera.

"Atau melarikan diri," timpal Atrope.

"Atau bahkan membunuh dirinya sendiri," Tekan Kloto. Kloto paling tidak suka ketika sedang mengerjakan sebuah takdir lalu tiba-tiba benang kehidupan seseorang itu putus.

"Lalu apabila dia belum mencintaimu sebelum bulan biru yang pertama bersinar," kata Atrope menghempaskan serbuk hitam ke lantai yang sama, seperti dimana saudarinya melemparkan punyanya tadi.

"Ia akan musnah, dan kau akan menua dan menjadi debu. Keabadianmu akan kami musnahkan, bersama dengan takhta dan kerajaanmu." Kata Laquera yang merapalkan mantra dan serbuk emas dan hitam itu terbang ke udara dan membentuk spiral dan menyebar ke seluruh penjuru ruangan.

"Sudah terjadi," kata Kloto sambil tersenyum melihat serbuk-serbuk keemasannya memenuhi setiap inci ruangan.

"Takdir ini akan disegel, dan tidak dapat dibelokkan," kata Laquera.

"Tidak dapat diakhiri, sebelum sang pemilik mengakhirinya." Kata Atrope sambil meraih kembali guntingnya. "Elena adalah kesayangan kami selama ini. Kami memintal takdirnya dengan sepenuh hati. Musuh-musuhmu akan menemukannya cepat atau lambat dan menginginkannya darimu. Kau tahu apa yang akan terjadi jika Elena sempat jatuh hati pada pemegang takhta lain selain dirimu, 'kan?"

"Aku akan menua dan menjadi debu. Ya. Aku sanggupi." Kata pria itu.

Tanpa penjelasan yang lebih jauh, mereka musnah dari hadapan pria itu. Ia menghela nafasnya berat. Tidak biasanya merasa begitu frustasi hanya karena seorang gadis akan datang dan tinggal bersamanya.

Bukankah gadis bernama Elena ini mirip seperti selir-selirnya nanti? Tinggal bersamanya, sama-sama memenuhi satu sama lain. Pria itu tersenyum miring melihat siluet putih gadis itu yang kini sudah berdiri, menatap jauh ke belakang pria itu. Ada satu suara di dalam dirinya yang ingin mengatakan bahwa gadis itu berbeda. Ya, dia berbeda. Mungkin tiga saudari itu benar soalnya kali ini.

"Anda memanggil hamba, tuan?" Tanya seorang pelayan yang baru saja berteleportasi ke hadapannya.

"Jemput Elena ke Nirvana, paksa kalau tidak mau," katanya sambil berbalik menuju kamarnya.

"Tapi, tuan. Gadis itu masih bersama keluarganya di surga."

Sejenak pria itu tertegun. Baru kali ini pelayan setiannya itu membantah perintahnya. Ia berbalik dan pelayannya itu sudah menatap lantai, ciut karena baru saja langsung bicara dan melakukan kesalahan besar.

"Aku tidak peduli," katanya dalam nafasnya, "Aku tidak peduli dia sedang berada dipangkuan Yang Maha Agung memintakan sebuah kado. Aku tidak peduli dia sedang berdoa di sebelah sungai Irreop. Dia harus segera kesini."

"Baik, Tuan." Pelayan itu segera memberi hormatnya lalu kembalu berteleportasi untuk melakukan yang sesuai dengan permintaan tuannya.

"Mungkin sebaiknya aku mengembalikan selir-selirku ke Nirvana," gumam pria itu sambil berpikir, "Yang satu ini lebih hebat dibandingkan seribu selir yang kupunya."

Bersambung

Jangan lupa vote dan comment-nya ya!

Tritanian History : Long Path She TakesWhere stories live. Discover now