Oh Anna, Dearest Anna

663 68 1
                                    

Elena masih berdiam diri di dalam kamarnya sebelum suara dentingan bulu-bulu Savier yang mengilap terdengar oleh kedua telinga gadis itu. Savier membawa sebuah gulungan kertas, bagai perkamen. Diikat dengan pita biru. Dari kerajaan es.

Elena membuat perjanjian dengan kerajaan baru. Kerajaan yang sangat-sangat jauh dari tempatnya berada. Elena termasuk seseorang yang terhormat di Ulf Mountain, dan tentu, ia juga digolongkan sebagai penyihir tingkat tinggi, ratu penyihir dari tanah hitam, katanya. Semua orang mengetahuinya, termasuk satu orang yang mengetahuinya sejauh ini sebagai teman dekat.

Perjanjian Arkadoks

Seratus tahun yang lalu, dimana es adalah sesuatu yang sangat mengerikan, dan semua orang takut padanya, arkadoks diciptakan. Tabung transparan yang mampu memenjarakan semua kekuatan yang ganas, lalu menjinakkannya. Hendaklah kau, Elena, menjadi orang yang menyimpan tabung arkadoks yang memenjarakan kekuatan terdingin di tanah manapun. Hendaklah kau, Elena, yang menjadi simbol dari semua penjaga dan pengawas dari semua benda yang mereka simpan.

Biarlah kekuatan terdingin berada di bawah pengawasanmu, Elena.

Zeralda
Witch from Ulf Mountain

Elena geli akan bahasa yang digunakan Zeralda di dalam surat yang ia kirimkan bersamaan dengan sebuah berlian seputih salju dan bersinar terang diikatkan di kaki Savier yang ditutupi dengan cakar-cakar besi berukiran simbol kerajaan Elena, mahkota dan tengkorak.

Elena menyentuh berlian itu dengan ujung jarinya, seketika itu juga, berlian itu bersinar terang dan menyengat Elena. Benda itu berdesing kencang.

"Ia tidak menyatakan kalau aku tidak bisa menyakitimu, jadi..-" Elena menepiskan mantra biru pada benda itu, seketika benda itu mengedip hampir redup, lalu kembali bercahaya seperti sebelum ia berdesing tadi, "Pantas saja semua orang membencimu. Kau jahat," katanya, "Lebih jahat dari kegelapan."

***

Anna menatap keluar jendela tertinggi dari kerajaannya, jauh ke istana Elena yang pekat dan megah, disinari cahaya matahari yang megah, walau sedikit pucat. Tangannya terjulur kebawah, membakar beberapa tanaman rambat yang dulunya indah kini sudah gosong karena selalu terbakar olehnya. Gadis itu berdecak kesal.

Apapun yang ia sentuh akan terbakar dan mati, tidak seperti Elena. Kekuatan gadis itu jauh lebih untuk melindungi diri, dibanding melawan (kecuali pada kekuatannya yang menciptakan prajurit kristal yang mematikan, yang juga sebenarnya kedengaran untuk melindungi dirinya).

Anna masih menduduki takhta kerajaan yang (seharusnya) ia pimpin, dan (seharusnya) dicintai rakyatnya. Tapi kini wilayahnya hanya wilayah yang serba mati dan gosong, mungkin tidak jauh berbeda dari wilayah Elena yang jauh lebih pekat.

Ada terbesit rasa dendam dalam diri Anna. Iri dan cemburu, semuanya serasa terbakar di dalamnya. Seakan yang bisa ia rasakan hanyalah rasa dendam dan iri.

Ia iri pada apa saja dalam diri Elena. Jelas-jelas Elena memiliki edukasi yang lebih hebat dari Anna, dan kecantikan melebihi Anna. Keanggunannya pun diketahui lebih tinggi dari Anna, dan kedudukannya lebih tersohor dibanding Anna. Elena jelas-jelas lebih unggul daripada Anna.

Kini gadis itu merasa tersaingi, dari apapun yang ia benci di dunia sekarang ini. Ia membenci Elena, jauh lebih buruk dari dia membenci dirinya sendiri sekarang.

Lalu satu ide yang brillian menghancurkan semua keterpurukannya hanya dalam waktu satu kedipan mata. Ide yang menurutnya luar biasa cemerlang, sampai-sampai perutnya bergejolak tak karuan. Ia tersenyum penuh kemenangan kali ini.

"Oh, astaga, Elena. Mungkin aku tidak akan sekuat dirimu yang sudah terlatih bertahun-tahun terisolasi, dimana aku akan selalu disorot lampu panggung," Anna memandang sebuah lukisan diri Elena memegang sebuah mahkota hitam di tangan kanannya dan timbangan di tangan kirinya yang seimbang, yang di beberapa sisi kanvas sudah hangus terbakar, "tapi aku jauh lebih licik darimu, kakakku."

***

Elena menatap berlian putih yang ia kurung di dalam penjara dengan jeruji-jeruji hitam yang mengilap. Mulut gadis itu melengkung menatap cahaya yang berkedip-kedip dari berlian itu. Benda itu jahat. Lebih jahat dari kegelapan yang dianutnya. Benda itu adalah apa yang selalu ia inginkan. Ia tentu ingin lebih.

Ia harus memiliki kerajaan es itu.

"Oh, Zeralda," Elena duduk di singgasananya yang semakin lama semakin mengilap dan nampak hidup, "kuharap kau bersiap."

Elena tenggelam di dalam lamunannya tentang bagaimana ia akan menguasai seluruh daratan dengan dua kekuatan yang berada di tangannya. Dan tertawa pada Zeralda yang terlalu memercayakan berlian berisi inti kekuatan dataran dingin itu. Ia juga merasa dirinyalah yang patut berada di singgasana tertinggi dataran, bukannya kakek tua berjanggut putih panjang yang memakai jubah panjang kedodoran itu.

Orang-orang bahkan dilarang untuk menemui pria itu.

Gadis itu masih melamun sambil duduk di singgasananya, tanpa mengetahui, Anna sedang berjalan (secara teknis sambil membakar) didalam hutan menuju istana gadis itu. Senyumnya begitu mengerikan, bersama tubuhnya yang membara dan merah padam. Ia begitu bersemangatnya untuk segera membunuh kakaknya yang sangat sempurna itu. Rasa iri kembali melingkupinya.

Dalam radius yang cukup jauh, Elena mulai merasakan rasa hangat yang semakin lama semakin panas. Gadis itu berdiri, dan menatap kearah meja-meja merah yang berdetak di hadapannya. Puluhan. Ratusan. Berdetak semakin cepat seakan mengatakan ada bahaya yang mendekat.

'Bunuh.. Bunuh..'

'Adik kecilmu mendekat..'

'Ia ingin membunuh..'

Elena mengerjap beberapa kali. Merasa tak percaya bahwa adiknya akhirnya keluar dari istananya yang sudah rusak itu. Semenjak dirinya terbakar di dalam emosi dan iri hati, akhirnya ia memilih targetnya.

"Oh, adikku," Elena menatap kearah jendela yang berubah transparan dan melihat pemandangan api yang menjalar menuju istananya, terpana,  "Adikku Anna."

To Be Continued

Tritanian History : Long Path She TakesWhere stories live. Discover now