Written Faith

30 5 0
                                    

Reinhart menggenggam tangan Elena. Ia mengerti wanita itu tidak begitu suka dirinya diatur. Elena tahu ia bisa membuat pilihan untuk dirinya sendiri dan selama ini memiliki dirinya sendiri sudah cukup.

"Kemana dia?" Tanya Elena tiba-tiba.  "Siapa?"

"Mikael."

Reinhart terdiam sejenak memikirkan segala kemungkinan tentang keberadaan mantan suami yang durhaka milik Elena itu. "Kamu ingin mencarinya?" Tanya Reinhart. Elena mengangguk. Ada rasa yang tidak mengenakkan dalam hatinya tapi gadis itu ingin tahu ada di sisi mana Mikael sekarang di dunia orang mati ini.

"Tentu," Reinhart tersenyum, "tapi yang pertama kamu harus menggunakan ornamen yang layak."

"Layak?" Tanya Elena.

Elena mengernyitkan dahinya. Ia masih belum mengerti dengan 'ornamen layak' yang dimaksud Reinhart. Sampai pria itu melambaikan tangannya untuk mendatangkan lima wanita dengan pakaian mereka yang mirip satu sama lain. Mereka menggiring Elena ke kamar yang berbeda dari kamarnya tinggal selama ini. Gadis itu yakin dengan hal itu karena mereka seharusnya berbelok di koridor sebelumnya.

Kelima wanita itu berlari kecil sambil menarik tangan Elena dengan lembut. Mereka tertawa cekikikan satu dengan yang lain sambil terus berlari menuju koridor demi koridor. "Kita akan kemana?" Tanya Elena. Gadis-gadis itu hanya melirik satu sama lain lalu tersenyum kepada Elena tanpa menjawab pertanyaannya. Gadis itu masih belum menemui dayang-dayang lain selain Luna yang berbicara kepadanya. Ia mulai berpikir bahwa mereka sengaja melakukan ini karena mereka membicarakannya di belakang.

Semakin dilihat pun gadis-gadis itu terlihat sangat cantik. Mereka lebih seperti selir ketimbang dayang. Apa mereka dulunya selir ya? Pikir Elena.

Kelima perempuan itu membuka pintu diujung koridor dan berlari menyebar. Elena didudukkan di tengah ruangan sedangkan mereka meraih hal-hal yang mereka pikir diperlukan untuk mengubah penampilan Elena. "Apa itu?" Tanya Elena was was ketika melihat sebuah kepingan emas yang dibawa seorang gadis.

"Mereka tidak akan menjawab Anda, nyonya." Elena menoleh kepasa Yuna yang datang dengan sebuah kotak merah yang terbuat dari kulit dengan ukir-ukiran bunga di sisinya.

"Apa mereka tuli atau tidak punya lidah?" Tanya Elena yang kelihatan tidak percaya. Ia tidak pernah tidak mendapat jawaban di istananya. Tentu saja gadis itu akan merasa sedikit aneh.

"Pilihan kedua, nyonya."

"Apa?"

"Wanita-wanita ini adalah dayang-dayang lama, nyonya."

"Baiklah. Lalu bagaimana dengan maksudmu, pilihan kedua? Maksudmu lidah mereka dipotong?" Yuna hanya tersenyum tanpa mengiyakan. Tapi Elena sendiri yakin bahwa senyumannya itu adalah pembenarannya akan pernyataan Elena.

"Maaf atas keterbatasan informasi saya, nyonya. Tapi saya tidak punya kekuasaan atas informasi yang keluar dari mulut saya."

"Apa maksudmu?"

Yuna kembali tersenyum dengan bibirnya sambil memoles sedikit cairan yang dibuat dari buah raspberry, air dan madu ke bibir Elena. Dayang yang lain memakaikan kalung dua dek ke leher jenjang Elena dan sebuah mahkota bunga yang dicelupkan dalam emas dan dihiasi berlian dan rubi.

"Yang Mulia Pangeran ingin mengajak Anda untuk makan malam dulu sebelum berjalan-jalan."

"Ya, tentu."

Elena telah selesai dengan riasan dan pakaiannya. Gadis itu berdiri untuk melihat dirinya di kaca yang setinggi tubuhnya. Semuanya kelihatan sangat indah.

Mahkota bunga dari emas yang sangat pas di puncak surai Elena. Kalung emas yang memiliki ukiran yang sama dengan dasar gaun kembangnya yang menyapu lantai. Di ibu jari Elena disematkan sebuah cincin emas yang bermahkotakan berlian biru yang berkilau dibawah lampu ruangan, tanda bahwa ia adalah keluarga bangsawan yang terhormat. Semuanya dipersiapkan dengan baik.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 30, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Tritanian History : Long Path She TakesWhere stories live. Discover now