Lima

5.9K 338 1
                                    

"Aku mendukungmu". Lagi-lagi dia memelukku.

Kemudian... bian berpindah tempat duduk, menempati tempatnya semula. Di sebelahku. Kami sama-sama hening. Entah, rasanya enggan berbicara.

queen? ujarnya. Aku menoleh pada Bian. Pandangannya lurus ke depan. Tatapannya seperti ada yang dia khawatirkan.

"Boleh aku meminta satu hal padamu?"

"Tentu saja". Jawabku sambil mengangkat kedua bahuku. Aku menyelipkan rambutku ke belakang telinga untuk mendengarkan dengan jelas permintaan bian.

"bisakah kamu menjaga ini?" dia menunjuk dadanya. Aku menatapnya meminta penjelasan.

"hatimu". lalu dia melanjutkannya "untukku".

deg!

"aku akan kuliah ke luar negeri queen. Aku berjanji akan kembali dan melamarmu kembali di sini"

"aku tidak bisa berjanji bi. Kita, kamu dan aku masih sama-sama muda. Bisa saja di sana kamu bertemu orang yang lebih baik dariku".

"berjanjilah". Pintanya. Aku masih enggan mengangguk dan mengatakan -iya, aku janji-. Bahkan sosok Bayu masih terpatri jelas di otakku.

Bagaimana bisa aku dengan mudah akan berjanji dengan seseorang di sebelahku ini. Dia datang di saat bayu pergi tanpa menoleh ke arahku lagi. dia pergi membawa egonya, sedangkan aku di sini? Menunggunya dengan hati yang masih tersisa. Dan kali ini, di sampingku ada seseorang yang... ah entahlah. Aku tidak mengerti alur ceritaku kali ini.

"aku ingin bertanya. Kamu cukup menjawab dengan anggukan atau menggeleng kepala jika itu salah".

"Oke?". ujarnya. Aku mengangguk.

"Apa kamu juga mempunyai perasaan yang sama sepertiku queen?". Aku terdiam sesaat. Apakah rasa nyaman yang kerap hadir bisa diartikan sebagai perasaan yang lebih dari sekedar nyaman? Akhirnya aku menggeleng. Bian tersenyum getir.

"Bodoh! Harusnya aku tidak perlu menanyakan itu padamu queen". Lalu dia melanjutkan

"aku ganti saja pertanyaannya. Apa aku salah jika mencintaimu lebih dari sekedar hubungan kita saat ini?" aku menggeleng. Terlihat tarikan bibirnya membentuk senyum yang tercetak jelas.

"apa aku boleh terus mencintaimu queen?" tanyanya (lagi). aku diam lalu mengangguk. Dia juga ikut mengangguk.

"baiklah, akan aku antar kamu pulang". Aku dan bian segera beranjak. Dia mengantarkanku sampai depan rumah.

"aku pulang dulu ya Queen. Salam untuk mama papamu". Dia menghidupkan mesin motornya kembali. Aku hanya melambaikan tangan. Setelah menutup pintu gerbang, aku berjalan memasuki pekarangan rumah. Pintu rumahku kebetulan tidak dikunci, jadi aku langsung mengucapkan salam dan salamku langsung di jawab oleh mamaku.

"udah ketemu sama bayu queen?" tanya mamaku.

"ketemu".

"Lalu?" mama begitu antusias menanyakan perihal ini kepadaku. Diletakkannya majalah yang tadi mama baca dan melepas kaca mata berwara coklatnya itu menjauh dari matanya. Mamaku menyesap teh hangat yang ada di depannya.

"bubar". Jawabku. Mama batuk mendengar ucapanku barusan.

"lah, bubar? Kaya boyband aja kok kalimatnya bubar. Maksudnya bubar kalian pulang gitu?". mamaku tertawa.

"putus". Mama menghentikan tawanya. Melihat ke arahku lalu memelukku. Aku membenamkan wajahku di pelukan mama. Mama mengecup puncak kepalaku.

!Allah sudah memberikan jalan keluarnya. Tidak ada yang perlu disesali". Aku masih diam, bahuku naik turun karena isakku yang sudah klimaks.

Senja yang BerbedaWhere stories live. Discover now