Enam

6.2K 297 2
                                    


"i'll be your love, soon". Telfonnya sudah terputus. Bibirku tertarik melengkung menunjukkan senyum walau mataku terpejam.

Aku terlelap sangat nyaman, rasanya aku enggan untuk bangun dari kasur. Namun, ponselku berdering. Entah akhir-akhir ini ponselku sering berdering.

"assalamualaikum. Selamat pagi queen".

"bian? Waalaikumsalam"

"molor aja. Bangun gih".

"males ah bian". Mataku masih terpejam. Aku menggeliat seperti ulat di kasur.

'buruan turun, aku di depan rumah kamu".

"Hah?"Aku langsung membuka mata dan menuruni tangga. Terdengar suara deruman motor bian, aku membuka gerbang rumah.

"selamat pagi nona cantik". Dia memberiku satu bucket mawar yang terdapat kartu ucapan di atasnya.

-from: your lover, soon~

Aku tersenyum membaca kalimat itu, ku alihkan pandanganku pada bian.

"bangun tidur aja cantik gini ya".

"apaan sih bian"

"jalan yuk?"

"Aku ke dalem dulu buat mandi ya, kamu tunggu di dalem aja. Papa sama mamaa lagi keluar dari tadi jam 4 subuh".

"ada orang tapi di dalem kan?"

"iyalah, di dalem ada bi Ira sama sepupuku yang baru dateng dari Bandung".

"okay". Dia menjalankan motornya menuju bagasi rumahku. Aku langsung bergegas mandi dan siap-siap untuk pergi dengan Bian. Aku memakai celana jeans selutut, dan memakai T-shirt polos warna pink. Rambutku aku ikat kuda, dan memakai aksesoris kalung warna senada. Flat shoes sudah terpasang di kedua kakiku. Aku menyemprotkan sedikit parfum agar terkesan fresh, sedikit memoles bedak dan lipbalm warna pink di bibirku. Nggak ketinggalan, jam tangan yang melingkar rapi di pergelangan tangan kiriku. Aku menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Bian terlihat menunggu. Dia melihat ke arahku, tersenyum jelas menampakkan lesung pipinya. Tampan. Bian memakai jeans panjang, T-shirt putih polos dan jaket kulitnya yang mempertegas gaya coolnya.

"siap?" aku mengangguk. Setelah berpamitan pada bi Ira. Aku berjalan keluar rumah dengan Bian. Bian memberikan helm INK warna merah yang sama dengan yang Bian pakai. Aku menaiki ninja merah Bian, bian menyalakan mesin motornya dan menjalankan dengan kecepatan sedang.

"queen?" panggilnya di sela-sela perjalanan.

"ya?" jawabku

"ngebut yuk?"

"takut jatuh" jawabku

"pegangan ke sini" dia menarik tanganku untuk memegang pinggangnya.

"modus"

"ih enggak. Oke, let's start". Jawabnya sambil menutup kaca helmnya dan memacu motornya dengan kecepatan agak tinggi. Aku pun menutup kaca helmku, eh ralat. Helm bian yang sedang dipakai olehku.

Limabelas menit berlalu, kita sampai di sebuah pantai. Aku memegang telapak tangan bian untuk turun dari motornya. Maklum saja, aku tidak begitu tinggi, sedangkan motor bian cukup tinggi untuk perempun sepertiku. Kami melepas helm dan diletakkan di motor bian.

"kenapa ke pantai? Sepagi ini?"

"untuk kenangan baru". Jawabnya sambil menoleh ke arahku. Aku menatapnya heran.

"kalau kamu sama bayu selalu menghabiskan senja bersama. Kali ini, kita akan menguntit fajar sampai dia meninggi". Aku tersenyum. Dia merangkulku dari belakang. Entah ini seperti kisah persahabatan yang salah. Aku memang merasa nyaman dekat dengan Bian. Tapi Bian adalah sahabatku, nggak mungkin kalo muncul perasaan yang lebih dari itu.

Senja yang BerbedaWhere stories live. Discover now