Dua Puluh Delapan: Harusnya aku(!)

5.3K 265 11
                                    

Tiba-tiba ada yang menepuk pundak queen pelan. Queen menoleh dan terperangah.

"Loh aji?".

"Iya ini aji".

Mereka bertatapan lama, raut wajah mereka sangat bahagia.

"Duduk sini duduk". Queen menggeser badannya, memberi ruang pada Aji agar bisa duduk. Kini queen bersebelahan dengan Indri, sedangkan Aji ada di hadapannya.

"lama banget nggak ketemu kamu ya".

"Iya, berapa tahun ya?"

"Ih kok berapa tahun sih, berapa belas tahun ya? Atau bahkan puluh tahun"

"Hmmm satu,dua,tiga.. lama pokonya lama banget aji". queen berujar dengan bahagia.

"Queen, aku ke toilet ya. Aku titip tas bentar". Ujar indri.

"Jangan lama-lama ya in".

Indri mengangguk mengiyakan.

"Jadi gimana-gimana?"

"Gimana apanya ji?"

"Let's see yourself. I think .. here any something different".

"What is it?"

"hmmmm". aji bergumam dan melihat queen dari ujung kepalanya.
"Oh i got it. Kamu berhijab sekarang?"

"Iyadong, itu wajib aji".

"Oh you're, sweet". Puji Aji.

"Terakhir ketemu waktu kita umur lima tahun ya?"

"Entah pokonya kamu masih ingusan ya"

"Ah kamu yang ingusan. Suka mewek juga" goda aji.

Mereka berdua tertawa bersama, jelas sekali bahwa mereka sangat bahagia bisa bertemu saat ini. Di lain posisi ada dua orang berjalan mendekat ke arah mereka, laki-laki dan perempuan.

"Oh jadi ini? Karena kamu terlalu asik sama laki-laki ini kamu sengaja susah dihubungi? Iya?". Ujar laki-laki itu dengan nada oktav yang tinggi.

"Tap-"

"Aku kecewa queen sama kamu. Aku kecewa".

"Sebentar, kamu bilang kecewa? Kamu kecewa? Aku yang harusnya kecewa". suara queen parau nyaris tak terdengar. Bahunya bergetar hebat. Tangisnya pecah.

"Aku yang mestinya marah. Liat kamu berdua dengan laki-laki ini? Mesra sekali, sampai-sampai kamu diam saat dia memegang tanganmu. Dia bukan mukhrimmu dan kamu diam saja dia menyentuhmu? Aku pikir kamu wanita baik, kamu tidak sama dengan wanita jalang diluar sana. Tapi nyatanya, aku salah. Bahkan pernikahan kita berselang tiga hari lagi, bahkan kamu tidak meminta ijin padaku jika ingin pergi, bahkan kamu.. ah". Bayu mengangkat tangannya ke arah wajah queen. namun diurungkannya dan menurunkan tangannya kembali dengan kasar.

"mau nampar? Silahkan bay. Silahkan tampar jika itu bisa menyadarkanmu".
Queen menarik nafasnya pelan.
"Dimana hati kamu? belajarlah untuk menahan emosi! Kamu bilang aku berdua? bahkan saking emosinya, kamu tidak memperhatikan tas ini? ini tas indri, aku datang bersama indri, kemudian bertemu Aji. Dan kamu bilang aku wanita jalang? karena aku diam saja dia memegang tanganku? aji memang tidak ada ikatan darah apapun denganku. Tapi dia saudara sepersusuanku. Dan dalam islam itu berarti dia mukhrimku, dia saudaraku. Dan apalagi tadi yang kamu bilang? Aku tidak ijin? Lalu kamu kesini apa kamu mengabariku? Apa kamu meminta ijin padaku? Dan liat dirimu, dengan siapa dirimu sekarang. Seorang perempuan? dan hanya berdua?" Tangis queen semakin meledak. Indri yang sudah di sebelah queen sejak tadi hanya diam saja, tidak berani menyela konflik di antara mereka.

Senja yang BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang