8. Kesepakatan

67.3K 7.2K 251
                                    

"Kemarilah, silakan duduk." Derius tersenyum hangat, memberi isyarat kepada Laylaa untuk mendekat saat gadis itu berdiri di depan pintu dengan Calaius.

Sembari berjalan masuk, Laylaa memperhatikan ruangan itu. Ada kandil dengan puluhan lilin menyala di langit-langit. Dua dari empat sisi dinding terdapat sebuah rak yang tinggi, terisi penuh dengan buku. Di dekat perapian yang padam, ada sebuah meja besar yang di atasnya terdapat pajangan barang antik dan juga hamparan perkamen. Sebuah kursi tunggal yang tampak mahal ada di balik meja. Kemudian di tengah ruangan itu, terdapat satu set tempat duduk yang terbuat dari kayu namun dengan desain modern.

Laylaa menduga jika sepertinya beberapa properti di dalam kastel ini sudah banyak diganti dan berasal dari masa sekarang. Tapi, mengapa mereka tidak menggunakan listrik? Apakah tidak sulit mengumpulkan lilin untuk kastel besar ini? Sepertinya orang-orang ini memang suka merepotkan diri sendiri.

Memilih untuk mengabaikan apa yang dipikirkannya barusan, Laylaa berjalan mendekat dan duduk di tempat terjauh dari Ioan dan Derius. Gadis itu tidak mengatakan apa-apa, perilakunya sangat berbeda dari saat dia bertengkar dengan Calaius barusan.

"Jadi ... aku akan mulai menjelaskan situasinya saat ini." Derius membuka percakapan saat dilihatnya Ioan sama sekali tidak berniat berbicara. "Sebagai manusia biasa dan juga berasal dari masa di mana kalian sudah mulai kurang mempercayai hal mistis atau mitos-mitos di dunia ini—-"

"Aku masih percaya dengan beberapa hal." Laylaa menyela. "Langsung ke intinya." Gadis itu tidak tahan mendengar kalimat pembuka Derius yang begitu panjang dan tidak penting. Bagaimana bisa Laylaa tidak percaya? Dia adalah salah satu anggota Mystírio Plánis! Lagipula, dia sudah melihat penampakan makhluk-makhluk ini, apa lagi yang kurang?

"Begitu?"

"Aku tahu kalian tidak suka berbasa-basi dan tidak memiliki cukup kesabaran untuk bercerita panjang lebar. Bukankah kalian hanya tahu 'mereka sangat berisik', 'tutup mulutnya' atau 'patahkan rahangnya'? Oh, jangan lupakan 'manusia bodoh, kau mencari kematian'!" Saat mengatakan ini, Laylaa menatap Calaius dengan sinis.

"Jaga mulutmu perempuan!" Calaius membentak karena ucapan Laylaa. Bagaimana bisa gadis ini berbicara sangat tidak sopan di depan Ioan?

"Mulutku masih di tempatnya, kau ... lelaki!" Laylaa membalas, bingung harus memanggil Calaius dengan sebutan apa karena tidak yakin siapa namanya.

Ioan tidak ambil pusing atas pertengkaran itu, dia lebih memilih berbicara pada Derius yang duduk di seberangnya. "Aku sudah cukup jelas mengenai apa yang ditulis dalam surat tadi. Jadi, aku hanya harus hidup terikat dengan," Ioan menoleh ke arah Laylaa. "siapa namamu, Sayang?"

"Aku bukan sayangmu!" Laylaa tidak terima. Mengapa lelaki ini terus saja memanggilnya 'sayang' dari tadi?

Ioan menatap datar kali ini, nada suaranya sedikit berubah. "Baiklah, siapa namamu sumber makanan?"

"Baik, panggil saja aku sayang!" Laylaa nyaris histeris saat mengatakan itu. Dia bisa gila jika menghadapi makhluk-makhluk ini terlalu lama!

"Namamu?" tanya Ioan, mengabaikan Derius yang tengah menyembunyikan senyumnya.

"Laylaa."

"Laylaa." Ioan mengulang. "Laylaa ... namamu terdengar bagus diucapkan. Hanya Laylaa?"

Laylaa diam tak menjawab, karena terlalu bingung apakah yang barusan dikatakan lelaki itu adalah pujian atau ejekan.

Melihat Laylaa tidak mau menjawabnya, Ion akhirnya berkata, "Aku Ioan," Ia memperkenalkan diri dengan sopan. "Ioan Karlekin Anderov Tobias Farleigh."

Va in Soarta ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang