9. Menjadi Tamu

14.8K 1.6K 47
                                    

Laylaa dibawa pergi oleh Derius ke sebuah ruangan di bagian sayap timur kastel. Ruangan itu besar, ornamennya tampak kuno dan antik. Jendela besar yang berada di satu sisi dinding menampilkan pemandangan indah sekaligus menyeramkan. Ada hutan luas di depan matanya, tampak seperti jerat tak berujung yang mengurungnya di tempat ini.

Gadis itu berada di lantai empat. Mungkin orang-orang itu sengaja menempatkannya di sana untuk mengantisipasi agar dia tidak kabur. Mereka sepertinya sudah dapat menebak jika Laylaa bisa saja melompat jika dia ditempatkan di lantai dua. Laylaa pikir, bagaimana bisa dia kabur jika di depan pintunya ada dua orang yang berjaga sementara jendela di hadapannya ini memiliki terali besi yang kuat.

Ah, merepotkan sekali. Bukankah kastel ini dibangun pada abad belasan? Apakah teknologi pembangunan makhluk-makhluk ini sudah lebih maju dibandingkan manusia pada masa itu? Atau mereka sudah merenovasi kastel ini?

"Betapa menyenangkannya." Laylaa menatap ke arah taman labirin kering yang luas. "Dikurung bersama makhluk pengisap darah di negeri antah berantah."

Derius meminta Laylaa untuk menunggu selama tiga hari sebelum dia dan Ioan kembali ke Swiss. Karena kebangkitan Ioan tidak pernah dapat diprediksi, maka Derius tidak pernah menyiapkan identitas untuk lelaki itu. Jadi, selama Derius pergi ke kota untuk mengurus segalanya, Laylaa harus tinggal di dalam kastel ini. Singkatnya, Laylaa menjadi tamu merangkap tawanan selama beberapa hari.

Malam itu setelah Laylaa membersihkan diri di kamar mandi yang membutuhkan pelayan untuk mengangkut airnya, gadis itu mulai membongkar tas besar miliknya untuk mencari sesuatu yang dapat dimakan. Akhirnya, Laylaa menggigiti roti kering sisa bekalnya dan meminum air yang diberikan Nikolae sebelum ini.

Pelayan di rumah ini hanya bersedia menyediakan air untuknya, mereka sama sekali tidak tampak ingin menyiapkan makanan. Mungkin karena semua penghuni kastel ini adalah lelaki, bagaimanapun sepanjang hari Laylaa tidak melihat satu pun dari orang-orang ini yang mirip perempuan. Berhubung Laylaa juga enggan menyinggung soal 'makanan' yang merupakan topik sensitif ini, dia berusaha bertahan hidup dengan memakan sisa persediaannya.

Jadi, malam itu Laylaa habiskan untuk beristirahat di ranjang luas dengan seprai beludru sambil memandangi kandil di langit-langit. Dalam hati gadis itu berpikir, mungkin semua mimpi ini akan selesai setelah ia bangun esok pagi.

* * *


Mimpi adalah mimpi. Sayangnya, kenyataan kadang kala memang menyakitkan. Laylaa bangun cukup pagi karena perutnya kelaparan, dan saat melihat di mana ia berada, Laylaa tahu jika masa depannya tidak akan sama sesuai perencanaan awal.

Laylaa hanya membilas mulutnya, menolak untuk mandi karena suhu saat itu benar-benar dingin. Dia membuka pintu ganda ruangan dan mendapati dua penjaga yang sama seperti sebelumnya. Keduanya membelakangi Laylaa, berdiri kaku seperti patung lilin.

"Apa ada makanan di sini?"

Tidak ada yang namanya sopan santun sebagai tamu jika sudah menyangkut isi perut. Lagipula, perlu diingat jika status Laylaa bukanlah tamu, melainkan tawanan.

Kedua lelaki itu berbalik serentak, bahkan cara mereka bergerak sama kakunya hingga membuat Laylaa meringis. "Tuan Derius mengatakan jika Nona lapar, Anda dapat turun ke lantai bawah. Ada Tuan Harseil yang sudah menyiapkan makanan untuk Anda."

Laylaa berkedip tidak menyangka. Mereka menyediakan makanan untukku? "Lantai pertama?" Gadis itu bertanya.

Lelaki itu mengulurkan tangan untuk mempersilakan dan berkata, "Mari saya antar, Nona."

Salah satunya berjalan di depan, sementara yang lain mengawasi Laylaa dari belakang. Pikiran gadis itu mulai berkeliaran saat dia berada di situasi seperti ini. Berikan aku pakaian penuh renda dengan korset ketat itu, kalian hanya tinggal memanggilku 'your ladyship' dan semuanya akan sempurna.

Va in Soarta ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang