13. Tinggal Bersama

53K 6.3K 273
                                    

Pagi itu cuaca cukup cerah, tapi karena sudah memasuki akhir bulan November, suhu menjadi semakin menurun hingga Laylaa merasa enggan keluar dari balik selimutnya. Jika bukan karena lapar, Laylaa lebih memilih untuk tidur lagi sampai sore.

Laylaa keluar dari kamar dan berteriak kaget saat melihat penampakan seseorang di ruang tamunya. "Apa yang kau lakukan?!" Laylaa mengusap jantungnya.

"Aku hanya duduk di sini. Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kau berteriak seperti itu? Seperti baru melihat hantu."

Lalu kau menyebut dirimu apa? Kau itu salah satu jenis hantu!

Laylaa memperhatikan gaya duduk Ioan yang terbilang aneh. Lelaki itu duduk tegak dengan dagu terangkat, kedua tangannya bertumpu pada lengan sofa. Orang ini benar-benar memiliki sindrom pangeran?

"Kenapa kau bangun cepat sekali? Apa kau tidak lelah?" Laylaa mengalihkan pembicaraan. Jika dia menjawab apa yang Ioan katakan, sudah pasti mereka akan kembali berakhir dengan adu mulut dan Laylaa akan kembali kalah.

"Aku tidak butuh tidur," jawab Ioan sekenanya.

"Tidak tidur?" Laylaa bingung. "Maksudmu, sekali pun?"

"Ya." Ioan menjawab dengan tenang saat melihat Laylaa terkejut. "Kaum kami tidak membutuhkan tidur sama sekali."

Laylaa seolah mendengar ada nada sedih dalam kalimat itu, padahal jika diperhatikan Ioan terlihat baik-baik saja. Hanya memang auranya yang suram.

"Uh, baiklah." Laylaa lebih memilih untuk tidak melanjutkan pertanyaannya. Pantas saja Ioan tidak mempermasalahkan seprainya, ternyata lelaki ini tidak menggunakan tempat tidur. "Apa kau lapar? Aku akan memasak, mungkin kau ingin makan sesuatu?" Ia mencoba bersikap baik karena merasa sedikit kasihan.

Ioan lagi-lagi menatap Laylaa datar. "Aku tidak lapar. Makanan manusia tidak memberikan rasa kenyang untuk kami," jawabnya yang lagi-lagi membuat Laylaa menggeleng miris.

Ya ampun, ternyata Ioan ini menyedihkan sekali. Tidak tidur dan tidak makan. Segala sesuatu yang menyenangkan ternyata tidak bisa dinikmati olehnya.

"Baiklah, kalau begitu aku memasak dulu. Kau boleh melakukan apa pun di sini selama aku sedang makan," ujar Laylaa akhirnya.

"Apa pun? Memangnya apa yang dapat aku lakukan di ruangan ini selain duduk?"

Laylaa melongo karena bingung. Tentu saja ada beberapa hal yang dapat lelaki itu lakukan, menonton televisi misalnya. Laylaa nyaris menepuk dahinya sendiri, tentu saja Ioan tidak tahu tentang benda bernama televisi. Hanya saja saat ini Laylaa sedang tidak berminat untuk menjelaskannya karena dia benar-benar sangat lapar.

*****


Laylaa mendongak dari piringnya saat mendengar suara kursi di depannya berderit. Ioan duduk di sana, tegak, seperti ada penggaris besi yang mengganjal punggungnya.

"Ada apa?" tanya Laylaa ketika dilihatnya lelaki itu hanya diam dan menatap lurus ke arahnya. Sesekali mata Ioan tampak mengikuti gerakan tangannya yang tengah menyuap makanan. "Kau mau makan?"

"Kalau darahmu, boleh," jawab Ioan tenang.

Laylaa mencengkeram sendoknya dengan kuat agar benda itu tidak melayang ke kepala Ioan. "Apa maumu?"

"Kau masih makan, nanti saja."

"Katakan saja." Laylaa tak sabar.

"Aku ingin kau mengajariku tentang sesuatu. Jadi, habiskan dulu makananmu," jawabnya masih dengan wajah tak beriak.

Laylaa mengernyit, tapi tetap melanjutkan sarapannya. Pagi ini entah kenapa dia ingin makan sup jamur, tapi karena tidak ada jamur di dalam lemari pendinginnya, Laylaa akhirnya menggantinya dengan jagung. Jauh berbeda memang, tapi sama-sama sup dan Laylaa tidak peduli.

Va in Soarta ✓ [TERBIT]Where stories live. Discover now