16. Jangan Mengambil Milik Orang Lain

53.4K 6.6K 364
                                    

"Jangan menangis lagi." Ioan memelas dengan wajah datarnya. Ia tidak pernah melihat wanita dari kaumnya menangis, jadi jangan tanyakan Ioan bagaiaman rasanya saat melihat Laylaa berlinang air mata hanya karena takut ia membakar rumahnya.

Laylaa tersedak. "Aku ... aku tidak bisa," ujarnya terbata.

"Berhenti menangis!" Kali ini Ioan membentak. Berusaha terlihat seseram mungkin agar Laylaa takut dan menghentikan tangisan konyolnya.

"Tidak bisa!" Laylaa balas berteriak. "Dan jangan membentakku!"

Laylaa mengemudi seperti orang gila, menerobos orang-orang sampai tubuhnya sakit karena mendapat sikutan, ditambah Laylaa baru sadar jika dia kehilangan sebelah sepatunya, tapi sekarang, Ioan membentaknya karena dia menangis? Lelaki ini memang tidak punya hati!

Ioan sudah di ambang batas kebingungan dan juga rasa sabarnya. Lelaki itu pusing karena mendengar suara tangisan Laylaa, telinganya yang sangat sensitif membuat Ioan rasanya tidak yakin jika ia dapat bertahan satu menit lagi jika Laylaa tidak menghentikan aksinya. Belum lagi, ia sebenarnya sudah kehausan sejak tadi pagi. Gadis ini lupa memberinya minum sebelum pergi.

"Baiklah. Kalau begitu, biar aku saja yang membuatmu berhenti menangis."

"Apa?" tanya Laylaa sambil menyeka hidungnya. "Apa maksudmu?" Ditatapnya mata Ioan yang berkilat tajam. Ada sesuatu dalam tatapan lelaki itu yang membuat Laylaa langsung merasa merinding, menuntutnya untuk beringsut mundur sejauh mungkin.

Ioan masih memasang wajah tak berekspresi itu. "Sampai jumpa nanti malam," ucapnya yang dibalas pekikan sakit dari Laylaa.

Taring tajam Ioan menancap di pergelangan tangan Laylaa. Lelaki itu memejamkan matanya saat meresapi manisnya darah yang ia hisap. Begitu nikmat. Sampai ia nyaris kehilangan kendali dan tidak bisa berhenti.

Cengkeraman jemari tangan Laylaa mengendur dari lengan Ioan, membuat lelaki itu yakin jika gadis yang menjadi sumber makanannya ini sudah pasti kehilangan kesadaran. Tubuh Laylaa terkulai dalam pelukannya ketika Ioan menarik diri. Lelaki itu sebenarnya tengah berusaha menahan gejolak keinginannya untuk menyesap habis darah gadis ini karena begitu nikmatnya.

Tidak, tidak boleh!

Gadis ini adalah sumber kehidupannya saat ini. Jika Laylaa mati, maka itu juga akhir baginya. Karenanya, untuk saat ini Ioan harus dapat menahan diri. Ia harus menjaga Laylaa, setidaknya sampai kontrak kutukan itu selesai.

Ioan menatap wajah Laylaa lama. Mendengkus tidak suka saat lagi-lagi pemikiran itu terlintas di pikirannya. Ia yang seorang bangsawan murni dari kaumnya, terpandang karena kedudukan dan garis keturunannya, ditakuti karena kekuatannya, dan disegani karena kekuasannya. Namun, kini harus bergantung nasib pada seorang perempuan manusia yang seharusnya menjadi mangsanya.

Sial!

Ioan tidak bisa menahan diri untuk tidak mengutuk Lobert. Apakah lelaki itu tidak dapat memilih mantra lain tanpa harus ada perjanjian merepotkan seperti ini?!

Seolah tidak ada beban berat yang terasa di tubuh Laylaa ketika Ioan mengangkatnya dan membawa gadis itu menuju kamarnya dan membaringkan Laylaa di atas ranjangnya dengan perlahan.

"Merepotkan saja," ujar Ioan, tapi sebenarnya terselip rasa tidak keberatan dalam dirinya saat menggendong tubuh beraroma memikat itu.

* * * * *

Di balik kaca buram itu, tampak siluet bayangan seseorang. Dari sekian banyak kegiatan yang bisa dilakukan, mandi adalah salah satu yang sangat disukai Ioan. Lelaki itu suka saat berada di dalam bak mandi mewah di kastelnya dulu, walau Ioan mengakui jika bak mandi pada abad ini jauh lebih praktis dan canggih. Baginya air adalah ketenangan, karena air adalah kebalikan dari api yang dapat menyakitinya. Terutama, Ioan menyukai pancuran yang dapat mengalirkan air tak terbatas untuknya itu. Benda-benda di dunia modern memang cukup unik.

Va in Soarta ✓ [TERBIT]Where stories live. Discover now