19. Serangan Pagi

44.3K 5.9K 224
                                    

Pagi itu adalah akhir minggu terburuk bagi Laylaa. Setelah kemarin dia bertemu dengan Manuel yang tiba-tiba saja membahas mengenai teman-teman mereka, ditambah lagi telepon dari ayahnya, pagi ini Laylaa bahkan sudah mendapatkan tamu tak diundang tepat pukul enam pagi.

"Sebentar!" teriak Laylaa kesal karena tamu itu mulai tidak sabar.

Setelah suara bel yang berbunyi berkali-kali, kini pintu rumahnya mulai digedor dengan pukulan keras dan juga tendangan kaki.

Laylaa setengah berlari ke arah depan. Dia melewati Ioan yang duduk di atas singgasananya, wajah lelaki itu tampak merengut tidak suka ke arah pintu utama rumah yang bergetar.

"Buka pintu ini, dasar kau gadis busuk!" umpat seseorang di depan pintu. Suara gedoran semakin keras.

Tepat saat membuka pintu, Laylaa menyemburkan makiannya. "Sekali lagi kau berteriak dan menggedor pintu rumahku seperti itu, serius Eve, akan kuhantam kepalamu dengan gagang sapu!"

Gadis yang bernama Eve itu menyerbu masuk. Mengabaikan Laylaa yang berteriak menyuruhnya melepaskan sepatu dan terus berjalan ke arah ruang tamu.

"Di sana kau ternyata! Dasar iblis terkutuk!" raung Eve dengan postur pakar bela diri yang siap menerjang.

Ioan yang ternyata menjadi objek tatapan buas gadis berpenampilan gipsi itu tampak tenang-tenang saja. Lelaki itu melirik ke arah tangan kiri Eve yang memegang sebongkah bawah putih, dan mengangkat alis bingung. Sampai kemudian ia melihat ke tangan kanan Eve yang memegang garpu perak, kali ini Ioan mengernyit tidak suka.

"Eve, bisa kau hentikan kegilaanmu ini?" Laylaa datang menyusul di belakangnya.

Laylaa sempat mendengar Eve meneriaki Ioan dengan sebutan 'iblis', seketika membuatnya cemas. Mungkihkah Eve sudah tahu tentang Ioan?

"Tidak Laylaa! Jangan hentikan aku!" kata Eve dramatis seolah ada orang jahat yang melarangnya membela kebenaran. "Iblis itu harus diusir dari rumah ini. Jika tidak, dia akan mengancam kehidupanmu. Kehidupan semua orang!"

Laylaa mendengkus dengan wajah masam baru bangun tidurnya. "Kau yang lebih berpotensi mengancam kehidupan semua orang saat ini. Berteriak di pagi hari, membawa bawang putih dan—-demi Tuhan, Eve! Garpu?!"

"Hanya benda ini yang kutemukan," balas Eve cepat dengan mata yang masih menatap tajam ke arah Ioan. "Lagi pula, ini terbuat perak." Dia memberi tahu, yang sama sekali tidak dimengerti Laylaa.

Tepat saat gadis itu melangkah ke depan hendak mendekat ke arah Ioan, Laylaa menarik rambut panjang Eve yang keriting tidak alami. "Hentikan!" teriak Laylaa.

Ioan menatap malas ke arah dua gadis itu dan akhirnya memutuskan bangun dari duduknya. "Aku akan menunggu di kamar, kalian silakan bicara," kata lelaki itu dan melangkah pergi dari sana, mengabaikan Eve yang menyuruhnya berhenti di antara teriakan sakit akibat jambakan Laylaa.

"Kamar? Menunggu di kamar?!" Eve menoleh ke arah Laylaa. Matanya yang dipoles dengan warna merah dan abu gelap tampak melotot. "Ada hubungan apa kau dengan iblis itu sampai dia menunggumu di kamar?!"

"Eve, dapatkah kau berhenti berteriak? Aku belum tuli dan aku tidak ingin menjadi tuli sebentar lagi," ujar Laylaa kesal sambil menyeret temannya itu ke meja dapur. "Duduklah dan akan aku jelaskan semuanya."

"Beri aku minum lebih dulu," kata Eve. Tenggorokannya perih karena terlalu keras berteriak.

Laylaa melangkah ke arah lemari pendingin, mengeluarkan sebotol air mineral dan meletakkannya begitu saja di depan Eve. "Namanya Ioan, dan kami tidak dalam jenis hubungan seperti dugaanmu itu. Dia ada di kamar lain." Laylaa memulai.

Va in Soarta ✓ [TERBIT]Where stories live. Discover now