23. Alasan yang Tidak Cukup

8.2K 1.1K 51
                                    

"Anda bisa berdansa, Tuan Farleight?" Magrit bertanya, perempuan itu masih duduk di tempatnya sambil menatap ke arah Ioan. Setelah mengetahui identitas Ioan yang sebenarnya ternyata sangat mengejutkan, gadis itu tampak lebih sopan saat berbicara walau sikapnya jelas lebih agresif.

"Saya tidak bisa menilai kemampuan saya, Nona R'phael. Bagaimana jika Anda yang memberikan penilaian untuk saya?" tanya Ioan murah hati sambil menatap Magrit penuh maksud.

Magrit tersenyum lebar. Dia tidak menyangka jika ternyata mudah sekali merayu lelaki bernama Ioan Farleight ini. Tentu saja, walau Magrit sudah sering mendengar orang-orang menyebut bahwa Laylaa yang paling cantik di antara mereka bertiga, namun tetap saja Magrit tidak kalah cantik. Buktinya, tidak ada lelaki yang bisa menolak dirinya selama ini.

"Tentu saja saya bersedia," sambut Magrit dengan antusias. Gadis itu mengulurkan tangannya ke arah Ioan dengan lirikan mata penuh kemenangan ke arah Laylaa yang terdiam. "Jadi, bagaimana--"

"Terima kasih," sela Ioan. "Kalau begitu, Laylaa?" Lelaki itu mengulurkan tangannya yang berjari pucat dan lentik ke arah Laylaa.

Laylaa tampak termangu untuk sejenak, bingung akan situasi. "Apa?"

"Berdansa, Sayangku," ujar Ioan dengan senyum kecil di bibir merah keunguannya. "Ayolah, aku harap kita akan mendapatkan penilaian yang bagus."

Laylaa melirik ke arah Magrit yang kini wajahnya nyaris sewarna dengan gaun merah gelapnya. Diliriknya Ioan sekali lagi, dan kemudian senyuman lebar muncul di bibir gadis itu saat dia mengerti situasi. "Tentu saja," kata Laylaa sambil menyambut uluran tangan Ioan setelah melempar tatapan penuh ejekannya ke arah Magrit.

Ioan menghela Laylaa ke tengah lantai dansa, mengabaikan beberapa orang yang melirik ke arah mereka saat keduanya lewat.

"Kau bisa berdansa?" tanya Laylaa khawatir. Jangan sampai setelah ini Magrit yang akan mentertawainya karena mengalami patah kaki akibat Ioan yang salah langkah dan menginjak gaunnya.

"Sudah kukatakan jika aku tidak bisa menilai kemampuanku, Laylaa." Ioan meraih pinggang gadis itu, sebelah tangannya lagi menggenggam tangan Laylaa, ketika lelaki itu melanjutkan kalimatnya dengan bisikan ringan. "Karena itu, bagaimana jika kita biarkan saja mereka yang menilai?"

Pada awalnya, Laylaa terkejut saat Ioan tiba-tiba saja mengarahkannya ke dalam gerakan dansa dan mulai memimpin. "Waltz?" tanyanya takjub.

"Kaum kami suka berpesta," Ioan menjawab. "dan berdansa adalah sesuatu yang biasa para bangsawan dari kalangan kami lakukan."

Sebenarnya Ioan setengah berbohong walau semua yang ia katakan jujur. Kaum mereka memang suka berpesta, tapi jenis tarian dan hiburannya jelas tidak seperti milik manusia modern ini. Ioan kebetulan pernah melihat acara yang menayangkan kompetisi dansa di televisi secara tidak sengaja, bukan hal sulit untuknya mengingat semua itu walau hanya memperhatikannya sekali.

Laylaa bersungut dalam hati. "Apa ada hal yang tidak bisa kau--kaummu itu lakukan?" Walau Laylaa tetap tidak bisa menutupi sara kagumnya karena ternyata tubuh kaku Ioan dapat bergerak begitu alami dan lembut saat sedang berdansa, dia masih berharap makhluk di depannya ini memiliki suatu kekurangan.

"Ada banyak hal," ujar Ioan yang mengejutkan Laylaa. "Hanya saja, kau tidak perlu tahu saat ini."

"Kenapa?"

"Apa alasanmu untuk mengetahui semua ini?"

Laylaa berpikir sejenak. "Penasaran," ujarnya tidak yakin.

Kelopak mata Ioan merendah. "Kalau begitu, kau tidak berhak mengetahui lebih banyak dari apa yang kau ketahui sekarang. Alasanmu tidak cukup."

Derius juga pernah mengatakan hal serupa saat di Rumania. Apa sebenarnya maksud kalimat itu? "Lalu bagaimana jika aku sudah menemukan alasan yang cukup?"

Va in Soarta ✓ [TERBIT]Where stories live. Discover now