Mencecap Luka

14 1 0
                                    

Kita tak pernah menjadi siapa-siapa. Kita tak pernah berjalan bersisian lalu bergandengan. Kita cuma mencoba berbagi lara hingga tak berbekas lagi. Kita, hanyalah dua orang yang enggan pergi tapi memaksa untuk terus melangkah bersama. Ironis.

Ketika kamu datang, kamu menawarkan duniamu. Sayangnya, duniamu terlalu rumit ku pahami. Serta terlampau sempit untuk ku selami. Maka ku putuskan untuk mengambil jarak perlahan, agar diriku tak merasa ditinggalkan nantinya. Namun, pesonamu terlalu memikat hingga tanpa sadar aku telah terikat.

Sedih, duka, tawa, serta suka cita selalu kita lalui berdua. Namun tetap saja tidak ada yang jelas diantara kita. Entah hubungan kita dimasa depan atau kepastian yang tak kunjung datang. Semuanya terasa gamang.

Lalu, diantara serangkaian perdebatan serta pertengkaran, kamu tidak pernah sepenuhnya pergi dan aku tak benar-benar beranjak. Bahkan kamu acap kali saja merajuk, lalu dengan seenaknya meninggalkan jejak. Kita tak mampu lepas layaknya hela nafas, juga sangat dekat bagai laju detak.

Hingga hari itu, aku tahu kamu telah berlalu. Ya, kamu tak cuma pergi dengan lalu tapi juga berkemas dari hidupku. Meninggalkan aku yang terpaku dengan jutaan tanya. Membiarkanku sendiri mencecap luka. Menderaku hatiku tanpa ampun, menyayatnya hingga berjejas.

Kamu adalah pemberi luka terindah meski bukan jawaranya. Kamu adalah nestapa yang hingga hari ini masih saja ku rindukan hadirnya.

Maka untukmu, segala doaku agar kamu bahagia di persinggahan hatimu yang baru.

LemonadeWhere stories live. Discover now