Thanks

4.4K 242 25
                                    

Felice pov

Seperti biasa..
Bangun...
Mandi...
Berganti pakaian...
Sarapan...
Dan...

Ting... tong...

Suara bel pintu berbunyi. Aku pun membukanya dan melihat sosok perempuan yang tak lain adalah Agnes.

"Ayo fel" ucapnya sambil menebarkan senyumnya.

"Iya" jawabku sambil mengambil tas yang sudah kusiapkan dan berangkat sekolah....

Bersama teman.

Ketika aku akan memasuki mobil aku melihat Alex dan Zoe yang duduk di depan.

Saat aku masuk dan duduk Alex pun menancapkan gas nya untuk berangkat ke sekolah.

"Fel..." ucap Alex tiba-tiba.

"Hm?"

"Sorry ya tentang kemarin. Kayaknya aku udah terlalu kasar sama kamu"

Ahh... kata-kata kemarin, yang sudah menyadarkanku.

"Gapapa. Yang kak Alex bilang emang bener." Jawabku

"Udah fel. Gausah takut dan gausah nge bela dia. Kak Alex emang ga pernah bener omongannya." Sahut Agnes.

Aku ingin mengakui ini, mengakui bahwa aku memang sudah menganggap mereka....teman.

"Bukannya ngebela, kata-kata kak Alex membuatku sadar kalau aku sudah punya teman. Sebenarnya ayah pernah bilang dalam mimpiku kalau aku sudah punya teman dan tidak sendirian. Hanya saja aku mungkin terlalu takut dan bodoh untuk menyadari itu." Jelasku cukup panjang.

"Fel kamu...." ucap Agnes terputus karena ia memelukku dengan erat "aku terharu loh. Ini bener kamu kan? Gak salah makan atau minum? Gak kerasukan?" Sambungnya.

Aku hanya meresponnya dengan tersenyum kecil.

"Ya syukurlah kalau kau sudah sadar dan dapat menjadi anak yang ceria dan tidak dingin. Ya kan lex" ucap kak Zoe tiba-tiba sambil menyenggol pundak kak Alex.

"Woiy gak ngerti orang lagi nyetir, jangan senggol-senggol" ucap kak Alex tampak tidak senang.

"Hahaha bener tuh kak Zoe. Pasti kak Alex suka ta kalau felice jadi ceria lagi" tambah Agnes.

Aku tidak faham apa yang dibicarakan oleh mereka bertiga, seakan ada maksud dari kata-kata mereka " apa maksud kalian?"

"Gak ada" sahut Alex langsung "mereka aja ga jelas"

"Ya kita ga jelas. Soalnya yang jelas cuma kamu aja kan"

"Terserah kamu, Zoe"

Agnes pov

"Hahaha"

Aku sudah tidak tahan dengan bercandaan ini.

Ya memang benar Alex menyukai Felice, karena kalau tidak, tidak mungkin dia salah tingah seperti ini kan.

Tapi apa jadinya ya kalau Felice dan Alex jadian.

Hahaha, aku tidak akan berfikir sampai situ, karena belum pasti kan. Jika memang benar mereka adalah mate atau pasangan. Harusnya Alex sudah bisa mengetahuinya sejak awal bertemu bukan.

Ah entahlah, dunia ini penuh misteri.

Tunggu, dia bilang kita sudah berteman. Harusnya teman saling percaya kan.

Apakah saat ini, ditempat ini, adalah waktu yang pas untuk memberitahunya hal yang benar.

Kalau tidak sekarang kapan lagi bukan.

"Fel"

"Ya?"

"Hmm kita udah berteman kan (?)"

"Ya"

"Andai aku mengatakan sesuatu apakah kau akan percaya?"

"Mungkin"

"Bahkan apabila itu suatu hal yang tidak masuk akal? Apakah kau akan tetap mempercayai ucapanku?"

Kulihat dia mengerutkan dahinya.

"Akan ku pertimbangkan"

Dia akan mempertimbangkannya.

Okeh, berarti ini saatnya.

"Fel, sebenarnya itu ka-..."

Ucapanku terhenti karena Alex menghentikan mobilnya tiba-tiba.

Kalian tahu kan tiba-tiba/mendadak dan itu sangat-sangat menjengkelkan.

"Aduh! Bisa nyetir yang bener ga sih"

"Gausah bawel. Udah sampai, cepat turun!" Balesnya galak.

Yang salah siapa, yang marah siapa.

Oh ya Felice, aku harus bicara dengannya.

"Fe-"

"Nes" panggil alex sambil mengenggam lenganku.

"Kalian ga masuk?" Tanya Zoe.

"Kalian duluan saja, aku ada urusan pribadi dengan adikku yang satu ini" jawab Alex.

Urusan? Denganku? Tentang apa? Perasaan aku ga punya hutang atau apapun itu sehingga harus memiliki 'urusan pribadi' dengannya.

Kulihat Zoe dan Felice menjauh dan masuk ke dalam sekolah.

"Ap-"

"Kau gila!"

"Apa sih maksudmu" ucapku sambil melepas lenganku dari genggamannya "kau tiba-tiba memberhentikan mobil, menarik lenganku, dan sekarang kau meneriaki ku!?"

"Karena kau gila!"

"Aku ga ngerti ma-"

"Ini masih belum saatnya untuk memberitahu kebenarannya kepada felice"

"Terus kapan?"

"Ada saatnya tapi bukan sekarang"

"Tapi aku ingin cepat memberitahunya, sebelum aku keceplosan"

"Makannya jaga ucapanmu, dan fikirkan dulu sebelum berbicara"

"Lebih baik aku memberitahunya sekarang kan kalau begitu"

"Kau fikir dengan dia berubah maka kau dengan gampangnya bisa mengatakan kepadanya yang sebenarnya. Lalu dia akan mempercayainya. Bagaimana jika dia tidak mempercayainya dan dia justru menjauhi kita dan-"

"Cukup! Oke terserah !" Ucapku memberhentikan ocehannya dan pergi meninggalkannya.

Aku hanya ingin mencoba mengatakan kepadanya sebelum terlambat, apa aku salah.

Lalu aku harus menunggunya sampai kapan? Sampai dia sudah berkeluarga? Atau sampai kapan?

Tbc....

*****

Hai hai.....

Maaf ya, ceritanya gak up2 😭😭
Mulai sekarang diusahain deh ya hehe

Btw, selamat tahun baru 2017 ya 😙😙

XoXo

I'm WerewolfWhere stories live. Discover now