#12

1.2K 46 0
                                    





"Udara terasa sesak saat melihat dia tersenyum, dimanapun dan kapanpun dia akan selalu menjadi obat yang paling ampuh dalam segala cobaan terberat dalam hidup gue, tapi Ar, bisakah senyum itu hanya terarah ke gue?"

Tangan hangat Michel menggengam erat tangan Archy yang sekarang sedang berjalan beriringan memasuki trans studio.

"Tiketnya?" Sapa seorang wanita sembari tersenyum.

Balas senyum Michel lalu memberikan 2 tiketnya.

"Mau kemana?" Tanya Archy bersemangat. Lalu langkah mereka terhenti

"Emmmmmm" pikir Michel yang menatap sekeliling.
"Emmmmm"

"Emmmm"

"Lama!" Kata Archy yang baru akan berjalan deluan.

"Hehe, yuk kesitu!" Ajak Michel merangkul Archy menuju rumah hantu.

Mereka berhenti tepat didepan rumah hantu, terlihat banyak orang yang mulai memasukinya.

"Berani?" Tanya Michel dengan senyum nakalnya.

"Berani dong!"

"Kalo gitu siapa yang teriak deluan dapat hukuman"

"Ok!" Jawab Archy percaya diri.

"Tapi hukumannya jangan yang aneh-aneh" sambung Archy menatap sinis Michel.

Mereka berjalan memasuki rumah hantu lalu menaikki sebuah kereta kecil. Kereta mulai berjalan cukup lambat dan perlahan memasuki ruangan yang bernuansa mencekam.

"Gelap" kata Archy pelan. Michel hanya tersenyum.

Semakin kedalam ruangannya semakin gelap dan terdengar suara menyeramkan ada anak kecil, anjing menggonggong dan suara teriakan.

"Mengerikan" batin Archy.

"Hmmmpt" Archy membekap mulutnya sendiri yang hampir saja berteriak karna ada yang menyentuh bahunya.

"Teriak aja kali" tawa Michel membuat Archy cemberut.

"Gak akan!"

Sesosok yang berbaju putih berjalan kearah kereta mereka, Archy menarik baju Michel karna takutnya.

"Buset!" Kata Michel kaget melihat ada yang tiba-tiba lewat.

"Kalah lo!" Tunjuk Archy kearah Michel.

"Gak!"

"Tapi tadi-"

"Itu bukan teriak Pinter"

"Ihh serah!" Michel tersenyum.

Kereta tiba-tiba berhenti disampin bangunan tua yang sangat menyeramkan dengan sedikit lampu merah dan suara teriakan perempuan.

"Aaaaaaaa, demi dewa bakso kantin!" Teriak Archy yang melihat tengkorak jatuh disampingnya.

"Kalah! Yeyeye" Teriak Michel dengan bangganya.

"Bego lo Ar" Archy memarahi dirinya sendiri dengan kesalnya.

Merekapun turun dari kereta dan berjalan keluar dari rumah hantu tersebut. Dan Michel masih mengganggu Archy dengan senangnya.

"Hukumannya ialah!"  Tunjuk Michel kearah permainan yang menjulang tinggi.

"Dragon tower?" Kata Archy terbelalak.

"Emm"

Archy menelan ludahnya dengan wajah lesuh.

Mereka berjalan munuju permainan tersebut lalu menaikki kursi dan memasang alat keamanan lainnya.

"Kayak gak ada permainan lainnya aja" batin Archy.

"Takut?" Tanya Michel melihat wajah pucat Archy.

"Lumayan" tatapan Archy mengarah kedepan, dia berniat tak mau menatap kebawah karna kemungkinan kepalanya akan sangat pusing.

Perlahan kursi yang mereka naikki mulai naik dengan perlahan, Archy menggenggam tangan Michel dengan erat, Michel hanya tersenyum melihat Ekspresi Archy.

"Ar"

"Emm"

"Masih takut?"

"Menurut lo?" Pandangan Archy masih fokus mengarah kedepan, lalu matanya terpejam. Karna sekarang sudah semakin tinggi mereka naik.

"Gue takut Ar"

"Haa? Kok lo takut si?"

"Gue takut mencintai elo" kata Michel yang menaikkan volume suaranya.

"Waktunya gak tepat buat ngegombal Chel"

"Tapi, gue bakalan lebih takut lagi kalo lo udah jadi milik gue" sambung Michel dengan wajah datar, tanpa menunjukkan kalo dia main-main.

Mendengar hal itu Mata Archy terbuka perlahan lalu menatap kearah Michel.

Archy tak berkata apapun, seketika pucatnya hilang.

"Angin berhenti, udara menjadi hampa, detak jatung yang seakan terdengar, aliran darah menjadi hangat, saat kalimat itu akan terucap"

"Aku mencintaimu Ar!"

1 menit 20 detikWhere stories live. Discover now