#15

1.3K 41 0
                                    


"Kenapa kita harus memilih jika sudah ada pilihan? Kenapa kita harus mencintai jika nantinya tersakiti? Kenapa kita harus melupakan jika nantinya ingatan itu akan kembali? Kenapa kita harus terluka jika luka itu akan membekas? Kenapa kita harus melakukan banyak hal jika satu hal saja akan sia-sia?"



"Ar!"

"Apaan sih?"

"Ngalamun mulu loh! Kenapa sih?" Tanya Erinda yang menegur gue terus melamun, juga Mhelan yang menatap gue. Mereka sudah berada dirumah gue sedari pulang sekolah.

"Mikirin Fandy?" Tanya Mhelan yang menatap mawar putih misterius yang gue letakkan divas. Gue sudah menceritakan tentang Michel dan tebakan gue soal Fandy yang mengirim bunga itu, juga kata Dean mengenai arti mawar putih.

"Gak kerumahnya aja?" Tanya Mhelan.

"Gak ahh"

"Udah santai aja, baru sehari kok!" Kata Erinda lalu meraih handphonenya.

"Kalo dia kabur dari rumahnya, Gak bakalan jauh kok larinya tuh anak ayam, entar juga balik kalo uangnya udah abis" sambung Erinda dengan polosnya lalu tertawa.

"Dasar lu!" Kata gue lalu menatap mawar itu.

"Udah ahh, lebih baik gue tidur!" Kata Erinda lalu membaringkan tubuhnya dan memeluk Bantal.

"Gue juga" kata Mhelan berbaring disamping Erinda.

"Lo kate rumah gue hotel apa!" Kata gue ikut baring disamping Mhelan, ranjang gue sebenarnya gak luas-luas amet, karna badan kami yang langsing jadi dibuat muat-muat aja.

......

"Gue ketiduran" kata gue masih setengah sadar lalu menguap. Gue memerhatikan sekitar melihat Erinda dan Mhelan yang masih tertidur, kaki Erinda yang sudah terletak dikepala Mhelan, dan kaki Mhelan yang menendang-nendang perut Erinda.

"Bahaya kalo gue suka tidur sama mereka, paginya gue udah jadi tahu bulet" kata gue ngeri melihat gaya tidur mereka.

Jam menujukkan pukul 6 sore, 
keadaan kamar yang lumayan gelap dengan sedikit cahaya dari jendela terbuka. Wangi apel dari mawar itu masih saja tercium, gue menatap mawar itu lalu bangkit dan meraih satu.

"Apa yang dia semprotkan? Sampai wanginya masih bertahan? Jika itu Fandy gue yakin dia akan menyemprotkan Farfum yang mahal" seketika terukir senyum saat nama Fandy keluar dari mulut gue.

Gue mengambil ponsel lalu melihat Line yang gue kirim sedari pulang sekolah, Line gue pun gak dilihat sama sekali. Gue menelpon pun handphonenya gak aktiv.

"Bodo ahh" gue membuang handphone gue ketempat tidur. Lalu berjalan menuju jendela dan mengeluarkan kepala gue, menghirup angin sore yang sejuk dan menatap sekitaran kompleks. Dari sini terlihat taman dimana gue pernah bertemu Michel.

"Rasanya baru kemarin memulai percakapan dengannya, tapi sekarang cinta itu tumbuh. Waktu memang tak bisa berhenti, dan waktu selalu punya kejutan disetiap detiknya" kata gue pelan.

"Huaaah" terdengar uapan dari Erinda yang sudah bangun dengan masih berpakaian baju sekolah.

"Jam berapa Ar?"

"6 lebih, lo gak pulang?"

"Males ahh, pinjam baju lo yah!"

"Ok!" Dia kembali berbaring lalu memeluk Mhelan seperti bantal gulingnya.

1 menit 20 detikWhere stories live. Discover now