14. Aneh.

922 38 0
                                    

Kali ini entah apa yang terjadi dengan teman-temanku ini. Tak biasanya mereka pergi tak memberi tauku. Dan anehnya mereka malah mengizinkanku bersama Bram. Aneh bukan? Menurut aku ini benar-benar aneh. Secara dimana diawal mereka marah-marah ke Bram karena katanya gak terima dia ngelakuin itu sama aku. Tapi sekarang? Kenapa jadi gini sih? Sungguh ini membuat diriku pusing. Ditambah sikap Bram juga yang begitu aneh kurasa.

"Mau makan atau mau minum apa Sya?" Tanya dirinya setelah kita mendapat tempat duduk.

"Terserah aja." Balasku singkat. Sungguh moodku menjadi turun malam ini. And yea dia benar-benar sama dengan sikap Angga yang dulu menjadi teman sekaligus sahabatku dibangku SMP. Aku melihat dia berdiri dan mungkin pergi untuk memesan sesuatu. Beberapa menit kemuadia dia sudah kembali dengan minuman ditangannya. Aku mengerutkan keningku. Darimana dia tau kalau aku suka minuman yang berbau coffe?

"Lo tau darimana kalau gue suka sama minuman yang berbau coffe?" Tanyaku menyelidik.

"Nebak aja." Jawabnya santai. Aku semakin mengerutkan keningku. Bagaimana dia bisa menebak begitu saja. Karena dimana-mana biasanya kebanyakan cewek itu suka berbau buah-buahan dan berbentuk jus. Ini patut tuk aku curigai.

"Aneh." Gumamku dan meminum minuman yang dipesannya tadi. Dari ekor mataku, rasanya ada yang mengganjal. Empat pasang mata ada yang memperhatikanku disini. Siapa lagi jika bukan empat cowok aneh tadi. Justru sudah pasti membuatku risih. Ditambah lagi si Bram makhluk gaib ini melihat kerisihanku.

"Kenapa Sya?" Tanyanya. Mungkin ingin memastikan jika aku baik-baik aja.

"Enggak." Ketusku. Aku kembali ke posisi normalku dan meminum kembali minumanku.

"Sya." Panggilnya. Aku hanya berdehem sebagai jawabannya.

"Kamu bener-bener gak ingat satu hal gitu tentang aku."

"Bram plis, kalau lo nanya itu lagi, lo bakal susah giniin gue. Gue takut gue ngerasain pusing yang dahsyat lagi. Jadi tolong jangan bahas itu lagi."

"Kalau aku bahas perasaan aku." Ketusnya. Aku melebarkan mataku tak percaya apa yang akan dikatakannya.

"Gak usah bercanda deh ah." Cuekku.

"Aku serius." Aku menatapnya seintens mungkin. Mencari kebenaran dan kebohongannya.

"Gue gak percaya."

"Kalau gak percaya aku bakal buktiin." Ucapnya mantap. Perlahan tapi pasti dia menggenggam tanganku. Dia menatapku dan begitupun sebaliknya. Aneh. Hangat. Nyaman. Itu yang kurasa. Sudah kukatakab tadi bukan. Rasanya sama seperti dulu aku bersama Angga. Andai benar ini dia.

"Bram lepasin ah." Ucapku setelah aku tersadar.

"Gak akan. Sya, aku suka sama kamu." Degh. Aku tercengang mendengar apa yang dikatakannya. Aku berusaha bersikap normal.

"Gak usah bercanda deh ah." Cuapku.

"Sya, aku suka sama kamu." Ulangnya.

"Stop Bram!! Oke gue percaya. Tapi maaf Bram, gue gak bisa." Tolakku. Entah mengapa endingnya menjadi seperti ini.

"Karena Angga?" Tanya dirinya. Tangannya masih erat menggenggam tanganku. Aku berusaha memikirkan apa benar aku telah menunggu Angga. Teman sekaligus sahabat saat dibangku SMA?

"Iya." Jawabku jujur. Iya aku jujur, dulu aku menyukai Angga. Hanya dia cowok yang pernah ngertiin aku. Tapi sekarang aku gak tau dimana. Karena dua tahun sudah tak bertemu aku lupa tentang fisiknya. Yang kuingat Angga sekarang bersekolah disalah satu sekolah Negeri terfavorite.

***

Mungkin ini rencana yang gagal bagi Ryan. Karena memang tak ada reaksi bagaimanapun dari Nesya. Harus dengan cara apalagi untuk membuat Nesya ingat kembali semuanya? Selain memberi taunya apa yang sebenarnya.

"Kayaknya gak ada reaksi apapun Ry." Ucap Viko yang masih memperhatikan meja Bram dan Nesya.

"Untung ditolak." Lega Frans senang.

"Lo gak dengar tadi dia ngomong apa? Dia itu masih nunggu Angga. Dan lo tau kan Angga itu siapa." Ledek Viko.

"Iye gue tau Angga sama dengan Bram. Tapi untuk kali ini dia kan gak tau dulu."

"Eh, kalau si Nesya suka Angga kenapa dia gak terima dulu pas si Angga itu nembak dia? Jadi bingung gue." Ucap Ryan.

"Mungkin ada sesuatu kali?" Timpal Viko.

Di tempat Bram dan Nesya.

"Semoga kamu cepat tau dimana Angga sekarang." Lirih Bram. Sukses membuat dahi Nesya bergelombang. Bingung karena nada bicara Bram yang begitu membuat bingung.

"Emang lo tau siapa itu Angga?" Tanya Nesya meyakinkan.

"Suatu saat nanti pasti tau." Ujarnya. Oh ya Nesya yang masih sadar tangannya digenggam erat oleh Bram berusaha ingin melepaskannya tetapi sedari tadi hasilnya nihil.

"Em, Bram ini gak bisa dilepas ya?" Tanya Nesya sambil mengangkat tangannya.

"Maaf. Tangan kamu nyaman buat dipegang terus." Gombal Bram.

"Apaan sih." Balas Nesya malu.

Setelah genggaman tangan mereka terlepas, mereka diam seribu kata. Hanyut dalm pemikiran masing-masing. Meneguk habis minuman yang ada di depannya masing-masing. Akibat mereka sudah diam, Ryan, Frans, Viko, Kevin, memutuskan untuk kembali ke rumah. Tapi sebelum itu mereka pamit dahulu kepada Bram dan Nesya. Awalnya Nesya bersikeras untuk pulang bareng mereka, tetapi mereka menolaknya matang-matang dengan alasan,

"Kalau lo kesini sama Bram, ya pulang juga sama dia." Nesya pasrah. Mungkin kali ini Tuhan berpihak kepada Bram. Karena sedari tadi hanya Bram terus yang menang. Meminta satu hal sama dengan menerima tolakan banyak hal. Gak ngerti? Gak apa sih.

Setelah mereka berempat sudah tidak ada di cafe ini lagi, karena Nesya merasa moodnya hilang, ia memutuskan ingin pulang. Awalnya ia ingin pulang sendiri tapi takutnya sampai rumah ia akan ditanya ini itu kepada Mamanya.

"Bram gue pengin pulang." Pinta Nesya. Bram hanya mengangguk dan langsung berdiri. Ia menyuruh Nesya jalan terleih dahulu, sedangkan dirinya akan mengawasi Nesya dari belakang. Setelah sampai parkiran mobil, Bram cepat-cepat membukakan pintu mobil untuk Nesya dan langsung menyuruhnya masuk.

"Makasih." Ucap Nesya. Bram hanya mengangguk dan tersenyum. Laly setelah menutup pintu tersebut, ia setengah berlari untuk mencapai tempat kemudi. Setelah memakai sabuk pengaman baru ia menyalakan mesinnya baru setalah itu ia menjalankan mobilnya meninggalkan tempat cafe ini.

Sampai di rumah Nesya menyuruh Bram untuk masuk dulu hanya untuk sekedar pamit kepada Mamanya atau mungkin dengan Papanya juga jika ada. Bram dengan senang hati menerimanya.

"Tante, Nesya kan sudah sampai nih, kalau gitu Bram pamit ya Tan." Pamit Bram.

"Iya, makasih ya Bram." Bram mencium tangan Mama Nesya. Setelah itu baru dirinya benar-benar pergi dari rumah Nesya.

---
Part ini selesai sampai sini dulu ya.
Lanjutnya nanti lagi.
Jangan lupa Vote dan Comment ya. Bagi yang belum follow aku ayo di follow dong.
Makasih.

Cold Girl's Love[END]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin