18. Sarapan Bareng

829 34 0
                                    

Bram dan Nesya sudah berada di sebuah tempat makan. Bram mengajak Nesya ke tempat ini karena berhubungan mereka berdua belum makan juga. Tadi di rumah mereka hanya memakan biskuit dan susu putih untuk Bram, susu coklat untuk Nesya. Jadi mereka kesini untuk sarapan lah *hitung-hitung.

"Kamu mau makan apa, Sya?" Tanya Bram setelah berada di kasir.

"Pancake aja deh, Ngga. Minumnya ini aja, coffe latte." Pinta Nesya dengan menunjuk gambar kopi di menu.

"Ini mbak ya." Bram menyodorkan kertas yang berisi pesanannya dan Nesya. Setelah membayar, mereka lalu mencari tempat untuk duduk. Mereka memilih duduk di pojok. Alasannya karena disana nyaman, dapat angin, ah pokoknya bikin nyaman duduk disana.

Mereka duduk. Tempat ini belum terlalu ramai jadi belum terasa panas disini. Bram mengamati lekak-lekuk wajah Nesya. Sudah lama ia tidak melihat wajah itu. Tapi kini itu sudah kembali. Melengkapi dirinya yang kurang.

"Kenapa, Ngga?" Tanya Nesya saat merasa diperhatikan.

Bram tersenyum. "Kamu masih sama, Sya. Gak ada yang berubah dari dulu." Ungkap Bram.

Nesya menaikan satu alisnya. Bagaimana mungkin bisa Bram menyimpulkan dirinya tidak berubah, banyak temanmya yang mengatakan bahwa dirinya berubah. "Gak berubah gimana? Banyak temen-temen yang bilang aku berubah. Viko sama Kevin juga bilang gitu."

Bram menatap Nesya lekat-lekat. "Mereka bilang kamu berubah karena mereka cuma liat kamu diwaktu sekarang. Mereka juga kan gak tau kamu gimana waktu SMP." Jelas Bram singkat. Nesya tampak berpikir sesaat. Ia mengingat-ingat bagaimana dirinya waktu SMP dulu. Tapi hasilnya nihil. Ingatannya belum sepenuhnya kembali. Dan ia tau itu.

"Apa kamu mau tau?"

"Tau apa? Tau bulat?" Canda Nesya.

"Bukan,"

"Terus tau apa?"

"Kamu dulu bersikap," Ucapannya terpotong karena pelayan membawakan pesanan mereka.

"Ini dik, pesanannya." Ucap pelayan itu.

"Makasih, mbak." Ucap mereka bersamaan.

"Bersikap gimana, Ngga?"

"Kamu itu dulu sikapnya dingin. Dan sekarang dingin itu udah jadi beku. Mungkin." Ledek Bram. Nesya menginjak kaki Bram di bawah. Bram hanya mengaduh dan tetap tertawa. Lalu Bram meminum mochachino yang ia pesan dan memakan pancakenya juga.

"Dulu kamu itu pendiam banget tau. Aku ketemu kamu di kelas. Waktu itu kamu nyari tempat duduk. And kebetulan aku duduk sendiri. Entah kebetulan atau takdir aku duduk sendiri. Tapi antara kebetulan sama takdir itu menurut aku tipis banget perbedaanya."

"Maksud kamu?"

"Iya aku kebetulan duduk sendiri dan takdir jadi mempertemukan kita berdua." Kata Bram santai.

"Ih apaan sih, Ngga. Ngaco." Nesya menjadi salah tingkah. Bram selalu saja membuatnya seperti ini dengan kebiasaan kecilnya.

"Dulu kita selalu ke kantin bareng. Berangkat sekolah naik sepeda bareng, sampai-sampai pernah suatu kejadian ban aku bocor di tengah perjalanan. Tapi waktu itu untung juga kamu bawa sepeda. Jadi kita naik sepeda berdua." Kata Bram sambil memakan pancakenya.

"Kita selalu bareng kemana-mana? Kamu gak pernah main sama temen cowok kamu gitu? Terus kenapa aku bisa dekat sama Sasa dan Cherly?" Banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan. Kronologi jelasnya belum bisa ia ingat sepenuhnya. Hanya samar-samar saja.

Bram meminum mochachinonya dulu sebelum menjawab kembali. "Pernah, tapi itu berlaku kalau kamu gak masuk sekolah. Kenapa kamu bisa kenal Sasa dan Cherly? Karena suatu hari aku pernah gak masuk selama seminggu karena sakit dan setelah itu aku harus pulang kampung nengok kakek yang lagi sakit waktu itu. Dan saat aku denger cerita pas sekolah, kamu katanya udah mulai dekat sama teman cewek yaitu si Sasa sama Cherly." Cerita Bram panjang lebar. Nesya hanya manggut-manggut. Ia mengerti sekarang mengapa ia memiliki sikap dingin saat itu.

Kini mereka hanya diam dan sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Mereka sibuk dengan makanannya masing-masing.

"Angga?" Panggil Nesya sehabis ia menghabiskan coffe lattenya. Bram yang dipanggil masih sibuk menghabiskan mochachinonya. Setelah selesai Bram baru menjawab.

"Kenapa?" Tanya Bram. Bram menunggu kelanjutan dari pembicaraan Nesya.

"Tau gak?"

"Apaan?"

"Gak jadi deh." Tawa Nesya. Ia hanya ingin bercandaan saja. Tapi mungkin itu membuat Bram jengkel dan kesal. Bram mencubit kedua sisi pipi Nesya.

"Aaaww, sakit Ga." Mengaduh Nesya.

"Sapa suruh buat penasaran tadi."

"Hahaha. Iya iya Ga, maaf." Nesya hanya menyengir.

"Pulang yuk?" Ajak Bram

"Jalan dulu kali, Ga. Bosen di rumah mulu. Mama pasti udah pergi. Ya, ya?" Minta Nesya.

"Ya udah, mau kemana?"

"Gramedia. Aku mau beli novel baru. Mau kan nemenin aku?"

"Ah kebetulan, aki mau cari komik juga. Ayo." Ajak Bram langsung. Mereka bangun dari duduknya. Mereka menuju parkiran mobil.

Bram mengendarai mobilnya dengan santai. Ini masih pagi jadi jalanan belum terlalu ramai. Belok ke kiri, belok ke kanan, setiap jalan ia tempuh. Akhirnya setelah menghabiskan waktu 10 menit akhirnya mereka sampai di parkiran. Setelah membayar parkir dan mencari tempat baru mereka masuk ke Gramedia. Tangan mereka saling berpegangan. Entah orang-orang menganggap mereka seperti pasangan atau menganggap mereka seperti kakak dan adik.

Mereka berpencar. Bram yang menuju rak komik dan Nesya yang menuju ke tumpukan novel-novel yang memang best seller. Ia mencari novel yang ia cari.

Setelah mendapatkan novel yang ia cari, ia bingung harus membeli yang mana. Karena kebetulan ada dua buku yang ia inginkan.

Nesya menghampiri Bram untuk meminta usul. "Angga, menurut kamu mending aku beli yang ini atau yang ini?" Tanya Nesya kepada Bram.

"Aku gak tau gimana novelnya. Jadi, kamu pilih aja yang mana bikin kamu kepo sama alur ceritanya. Atau kamu beli keduanya aja."

"Kalau beli keduanya uang aku gak cukup."

"Aku udah dapat komiknya ayo kita bayar." Ajak Bram.

"Tapi aku belum tau mau beli yang mana, Ga." Teriak kecil Nesya. Bram sudah jalan menuju kasir.

"Udah bawa aja keduanya. Mana sini bawa."

"Tapi Ga," Ia telat memberontak. Bram sudah membayar kedua novelnya. Ah suatu saat nanti ia akan giliran membayar barang Bram. "Angga mah. Aku cuma nyuruh usulin dulu dari salah satunya aja, kenapa malah dibayarin sih, Ga?"

"Gak apa. Aku tau kamu kalau beli salah satu, yang gak dibeli pasti nanti ngerasa salah beli. Jadi aku beliin aja keduanya. Gak apa kok." Kata Bram.

"Makasih ya, Ga." Bram tersenyum.

Mereka menuju parkiran. Mereka memutuskan untuk pulang. Bram berencana akan mampir ke rumah Nesya lagi untuk menemani Nesya. Karena memang Mama Nesya belum pulang. Kasian Nesya di rumah sendiri. Apalagi Nesya perempuan.



***

Selamat hari raya Idul Fitri bagi yang merayakan. Mohon maaf lahir dan batin.

Baca terus Cold Girl's Love. Jangan lupa Vommentnya.

Cold Girl's Love[END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant