19. Tak Kuasa Menahan

928 34 0
                                    

Frans terus mengingat-ngingat kejadian kemarin. Dimana Bram dan Nesya tertawa bersama tanpa beban. Makan bersama, bercandaan. Seakan dunia saat itu hanya milik mereka.

"Frans lo kenapa sih? Kayaknya dari awal masuk sampai sekarang gak ada niat saka sekali buat sekolah." Ujar Kevin.

"Biasalah palingan hal yang sama." Tukas Viko.

Mereka kini berada di kantin sekolah. Ryan masih membeli ketoprak kesukaannya. Jadi di meja hanya masih ada mereka bertiga. Jangan tanya soal Nesya. Nesya kini kebanyakan waktunya hanya untuk berdua saja dengan Bram. Ia jarang bersana Frans dan yang lainnya. Itu terjadi sejak Nesya tau bahwa Bram adalah Angga, sahabat cowok SMPnya dulu.

"Pokoknya gue harus kasih tau Nesya yang sebenarnya." Ucap Frans. Perasaannya dengan Nesya masih sama. Ia tak bisa menghilangkan perasaan itu. Malah semakin Nesya menjauh, perasaan itu semakin kuat.

"Kalau hasilnya kayak nilai matematika lo gimana?" Tanya Viko.

"Gue gak peduli. Setidaknya Nesya tau perasaan gue."

"Terserah lo aja deh."

Ryan baru datang dengan sepiring ketoprak di tangan kanan dan segelas es jeruk di tangan kirinya. Ia duduk di sebelah Frans. "Kenapa lo Frans? Masalah yang sama?" Tanya Ryan.

"Masalah apalagi coba Yan? Pastilah selalu sama." Jawab Kevin. Ryan tau jika belakangan ini Frans selalu cemburu melihat kedekatan Nesya dan Bram. Dirinya pun begitu. Ia masih berusaha untuk melupakan kali ini. Ia tak ingin terlibat cinta segiempat. Jika pun terlibat pasti yang dipilih hanua satu. Dan itu tak lain adalah Bram.

***

Nesya dan Bram berada di perpustkaan sekolah. Memang belakangan ini mereka sering menghabiskan waktu di perpustakaan. Hanya untuk mengerjakan tugas yang makin hari makin menumpuk. Saat sedang asiknya mengerjakan tugas, handphone Nesya berbunyi. Menandakan ada pesan masuk.

Frans.

Sya, lo ada acara gak nanti sore?

Kayaknya sih gk ada frans. Kenapa?

Gue mau ngajak lo keluar.
Gakpapa kan?

Oh. Oke, gakpapa kok.

Jam 3 siang nanti gue jemput lo ke rumah ya.

Oke

"Siapa Sya?" Tanya Bram di sampingnya.

"Oh, ini Frans. Katanya mau ngajak pergi, tapi gak tau sih mau kemana. Palingan juga ngumpul sama yang lain."

"Aku hari ini gak nemenin gak apa kan, Sya? Aku gak mau ganggu kalian. And nanti juga aku mau keluar sama temen aku. Gak apa kan kalau hari ini gak bareng pulang sama nemenin kamu ngumpul?"

"Ah gak apa kok Ga. Aku bisa pulang sendiri. Soal ngumpul juga gak apa. Aku ngerti kok, nanti kamu malah dikata posesif banget sama mereka."

"Ya udah kelas yuk. Bentar lagi masuk." Ajak Bram. Nesya merapikan bukunya. Setelah selesai baru mereka bersamaan keluar. Tapi sampai depan pintu perpustakaan, Nesya baru ingat ia harus ke koperasi sekolah untuk membeli alat tulis.

"Angga, aku mau ke koperasi sekolah bentar ya. Kamu duluan aja, aku gak apa kok pergi sendiri." Bram mengangguk dan berjalan lawan arah dari Nesya. Bram ke kanan dan Nesya ke kiri.

Saat di koperasi sekolah Nesya tak sengaja menyenggol seseorang. Saat menaikan pandangannya, ternyata orang itu adalah Ryan.

"Eh, sorry Yan. Gue gak liat ada lo tadi. Lo sendiri? Yang lain mana?" Tanya Nesya.

"Gak masalah kok Sya. Iya gue sendir, yang lain udah pergi ke kelas duluan. Lo? Kenapa sendiri? Bram mana?"

"Gue emang lagi pengin sendiri. Angga gue suruh duluan aja tadi."

"Oh ya udah. Ke kelas bareng aja Sya."

"Iya."

Mereka keluar dari koperasi sekolah. Berjalan di koridor yang mulai sepi. Masih banyak pasang mata yang memperhatikan mereka. Mereka tak peduli karena memang itu sudah biasa.

"Sya, lo masih suka sama Bram?" Tanya Ryan tiba-tiba.

"Gue gak tau. Kalau pun memang masih, lo kan tau. Gue gak suka merubah status. Bagi gue, Angga sekarang udah kayak Kakak juga sekarang. Walau emang mungkin diantara kita ada yang salinh menyukai." Jawab Nesya seadanya.

"Kalau gue suka lo?" Kata Ryan. Nesya langsung menghetikan langkahnya. Ia kurang jelas mendengar.

"Tadi lo bilang apa, Yan?" Tanya Nesya.

"Kalau gue suka lo?" Ulang Ryan. Nesya kembali melanjutkan langkahnya. Mencerna kembali perkataan Ryan. Dan menyusun kata untuk menjawabnya.

"Hm gue rasa lo tau jawaban gue apa." Nesya tak bisa berkata apa lagi. Karena pernyataan Ryan tadi seolah-olah Ryan menginginkan Nesya menjadi pacarnya dan ia mengatakan secara tidak langsung.

"Ya gue tau jawaban lo. Lo gak akan merubah status persahabatan kita menjadi yang lebih dari kata sahabat."

"Iya, gue tau lo pasti ngerti. Karena udah keliatan dari wajah lo, kalau lo pasti udah tau jawaban apa yang gue kasih dan lo gak berharap lebih. Iya kan?" Tebak Nesya.

"Lo bener. Gue bilang ini setidaknya cuma sekedar buat lo tau tentang perasaan gue ke lo. Gue juga lagi berusaga mundur. Karena gue sadar lo cuma sahabat bagi gue dan lo juga nganggep gue sebaliknya."

"Makasih Ryan. Lo memang paling ngerti gue melebihi siapa pun." Nesya memeluk Ryan sekilas. Ia begitu menyayangi Ryan. Sebagai seorang sahabat.

"Kalau gue lagi ada masalah dan gue butuh pundak dan pelukan hangat, apa gue bisa datang ke lo. Dan memeluk lo sebagaikan Ibu kedua buat gue? Apa boleh gue datang disaat suasana seperti itu?" Tanya Ryan. Ia begitu menyukai pelukan dari Nesya. Nyaman dan terasa hangat.

"Lo kayak cewek banget sih." Ledek Nesya. "Lo boleh datang kapan pun ke gue. Asal lo hubungi gue dulu, takutnya nanti gue sibuk dan malah jadi marah-marah kayak emak-emak yang gak dapat uang bulanan." Canda Nesya. Ryan tertawa.

Senang memang memiliki sahabat yang selalu perhatian dan tak pernah membedakan fisik. Laki-laki atau perempuan sama saja. Sama-sama ciptaan Tuhan.

***
Segini dulu. Nanti-nanti di sambung lagi.
Makasih yang setia membaca.
Jangan lupa Vommentnya.

Cold Girl's Love[END]Where stories live. Discover now