Sebuah Pengakuan

5.2K 429 26
                                    

Se Ryung masih saja memandangi tiap lekukan dari wajah Yi Yeon yang kini telah tertidur dihadapannya. Ini adalah kali pertama Se Ryung bisa melihat detail wajah Yi Yeon dari jarak sedekat ini. Ada perasaan bahagia yang menjalar dihatinya sehingga membuat hati gadis itu berdebar tak menentu. Tak bisa dipungkiri bahwa Se Ryung benar-benar jatuh dalam pesona sang Raja muda.

"Yang mulia, bisakan anda membuka sedikit hati anda untuk diri saya? Saya bersumpah akan melakukan apapun yang anda inginkan. Bisakah?" bisik Se Ryung tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah tampan sang raja.

Hening. Pemuda itu tetap dalam posisi tidurnya.

Se Ryung menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat.

apa yang kuharapkan? jika memang benar ayah menyingkirkan Penasehat Raja agar aku bisa menduduki tahta Putri Mahkota, Tidak ada yang salah dengan semua sikap dingin yang Mulia kepadaku.

Kembali Se Ryung memandangi wajah tampan tanpa cacat itu, Senyum miris tercetak diwajah gadis itu.

"Benarkah sikap dingin anda kepada saya karena perbuatan ayah saya? Benarkah ayah saya sampai bertindak sekejam itu?"

Se Ryung menundukkan kepalanya lesu. Kemudian gadis itu menarik nafas dalam. "anda sedang tertidur, tentu tidak mendengar apa yang saya katakan."

Se Ryung kemudian beranjak berdiri untuk memanggil pelayan istana yang mungkin kini sangat khawatir kepadanya karena tadi Yi Yeon masuk kekamarnya dengan memaksa dan tatapan tajam. Se Ryung bermaksud mengabarkan  kepada para pelayan istana bahwa Yi Yeon sedang tertidur sekarang. Dia tak ingin membangunkan Yi Yeon dengan suara keras saat memanggil kasim dan dayangnya.

Gadis itu cukup tahu diri, sebagai penghuni istana dalam, dirinya harus teguh untuk mejalankan etika-etika dalam istana termasuk tidak pantas jika Yi yeon dikamarnya disaat sedang dalam suasana berkabung seperti ini.

Namun, saat beranjak berdiri ada sesuatu yang menahan danguinya sehingga Se Ryung tidak bisa berdiri dengan benar. Itu adalah tangan milik Yi Yeon. Dia menggengam ujung dangui Se Ryung dengan erat sehingga mau tak mau Se Ryung harus kembali duduk melepaskan genggaman tangan pemuda itu dari dangui-nya.

"Tetaplah disini. Ada yang ingin kutanyakan padamu." Ucap Yi Yeon dengan mata yang masih terpejam.

Dia bangun? Sejak kapan? Mungkinkah dia hanya berpura-pura?

Se Ryung seketika menutupi mulutnya, merutuki kebodohannya yang berbicara sembarangan di depan Yi Yeon. Kini gadis itu berharap agar Sang Raja tak mendengar semua yang diucapkan sebelumnya.

Tak lama berselang kedua mata si pemuda terbuka, matanya tampak merah menahan amarah. Yi Yeon diapun mengangkat kepalanya dan menyandarkannya kepada tangan kirinya. Sedang tangan kanannya masih menggenggam erat dangui Se Ryung.

"Tatap aku, katakan dengan jujur Apa kau juga bersekongkol dengan ayahmu untuk menjebakku?" Yi Yeon mendekatkan wajahnya ke wajah Se Ryung. Dari cara bicaranya bisa dipastikan bahwa pemuda itu masih dalam pengaruh alkohol.

Se Ryung memandang Yi Yeon dengan miris. "Yang Mulia, akan kubuatkan air madu untuk meringankan pengaruh alkoholnya."

Se Ryung kembali mecoba berdiri. Tapi, kali ini tangannya ditahan oleh Yi Yeon.

"Jangan mengalihkan pembicaraan! Cepat katakan! Apa kau juga bersekongkol dengan ayahmu untuk menjebakku!?" Seru Yi Yeon mulai tidak sabar dan menatap gadis itu dengan tatapan mengintimidasi.

Se Ryung yang ketakutan hanya mampu menggelengkan kepalanya. gadis itu masih bingung akan menjawab apa karena pada akhirnya Se Ryung tidak mengenal siapa dan bagaimana ayahnya sebenarnya. Butiran-butiran bening mulai menetes di pipi Se Ryung yang bisa dia lakukan hanya duduk membungkuk di hadapan Yi Yeon mengakui kesalahan yang tak pernah dia ketahui sebelumnya.

"Hukumlah saya, Yang Mulia. Hukumlah saya atas apa yang telah anda korbankan karena saya menduduki tahta ini. Saya tidak bisa mengatakan bahwa diri saya bersih sedang mungkin orangtua saya berlumuran lumpur. Hukum kami dengan setimpal atas perbuatan yang kami lakukan." Ucap Se Ryung dengan sungguh-sungguh.

Yi Yeon mendengus kasar, apa yang dikhawatirkannya benar adanya bahwa gadis dihadapannya ini benar-benar bersih dan tidak ada sangkut pautnya dengan Menteri Kim. Dia hanyalah gadis polos yang terjebak di istana yang penuh dengan intrik politik.

"Angkat wajahmu." Perintah Yi Yeon dengan nada suara yang lebih lembut, tidak seperti sebelumnya.

Se Ryung mengangkat wajahnya hingga pandangan keduanya bertemu, air matanya sudah basah memenuhi pipinya. Yi Yeon melepaskan genggaman tangannya dari tangan se Ryung kemudian memindahkan tangannya kewajah Se Ryung yang penuh air mata. Namun, belum sempat tangan Yi Yeon menyentuh wajah Se Ryung, gadis itu memundurkan kepalanya sehingga Yi Yeon tidak bisa menjangkaunya. Yi Yeon mengeser tubuhnya mendekat ke Se Ryung, akhirnya dia bisa menjangkau pipi gadis itu dan menghapus air matanya.

"Maafkan aku." Gumam pemuda itu yang sontak membuat Se Ryung terkejut, sehingga tidak menyadari bahwa pemuda itu telah mengeser posisi duduknya lebih dekat kepada Se Ryung.

"Maafkan aku karena selalu membuatmu terluka." Yi Yeon mengecup pelan kening Se Ryung dan memasukkan gadis itu kedalam pelukkannya.

***

"Apa yang Mulia tidak terlalu lama didalam paviliun Ratu. Mungkinkah kita mengingatkan Raja dan Ratu?" Tanya kasim Moon dengan nada setengah berbisik.

Kasim Moon mulai resah. Paviliun Ratu tampak hening. Kasim Moon khawatir jika terjadi sesuatu yang antara Yi Yeon dan Se Ryung. Sesekali dia tampak melirik Dayang Park yang masih berdiri dengan takzim tak jauh dari tempatnya.

Tak jauh berbeda dengan Kasim Moon, Dayang Park juga tampak resah. Dayang Park juga ketakutan saat Yi Yeon masuk keruangan Ratu dengan wajah yang penuh kemurkaan. Tetapi ini adalah kali pertama Yi Yeon datang kepada Se Ryung tanpa ada perintah siapapun. Dayang Park berharap mereka berdua bisa berbicara dari hati ke hati sehingga Yi Yeon bisa mulai membuka hatinya untuk Se Ryung.

"Kasim Moon, ini perintah raja jika beliau sudah selesai, saya yakin beliau akan segera keluar dari ruangan ratu."

"Tapi bagaimana jika sampai terjadi sesuatu diantara mereka dan ada yang tahu bahwa Yang Mulia Raja mengunjungi kamar ratu disaat masa berkabung seperti ini. Ingat, penobatan belum dilaksanakan. Kita harus mengingatkan beliau." Kata Kasim Moon dengan nada penuh kekhawatiran.

"kasim Moon, kumohon jangan sekarang, kita tunggu sebentar lagi." Pinta Dayang Park penuh pengharapan.

***

Hyorin memandangi Paviliun milik Se Ryung yang dihalamannya masih berjajar dengan rapi kasim dan dayang milik Yi Yeon dan Se Ryung. Dari balik gerbang gadis itu memandang dengan tatapan cemas dan penuh kekhawatiran. Sudah hampir 2 jam si Dayang Dapur istana itu berdiri disana. Dia takut Sang Raja akan jatuh dalam pesona istrinya sehingga tidak ada kesempatan baginya untuk berada di sisi Yi Yeon.

***

Di langit Joseon malam ini bulan bersinar dengan cemerlang seolah turut merayakan apa yang tengah terjadi.

TBC

Haghaghag.. makin absurd saja.

sun's flower -EndNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ