w a d u w a

3.7K 321 16
                                    

Pagi hari di keluarga Bang, seperti biasa Seokjin menyiapkan sarapan. Namun ada sesuatu yang kurang. Jungah tak ikut membantu kakak pertamanya seperti biasanya. Seokjin yang sedikit heran lantas bertanya pada Namjoon yang sudah duduk di meja makan sembari membuka bukunya.

"Joon, Jungah belum bangun?"

"Ha?" Namjoon yang ditanya, mengalihkan perhatiannya dari halaman buku yang dibukanya. "Nggak tahu. Belum lihat Jungah pagi ini."

"Coba cek kalo gitu. Jangan-jangan belum bangun."

"Mager banget lah Kajin. Udah pewe nih," tolak Namjoon. Menengar penolakan tersebut, Seokjin segera melemparkan lirikan mautnya ke adiknya itu.

"Comin'!" seru Namjoon kesal, seraya berdiri dari duduknya. Cowok itu segera naik ke lantai atas, dimana kamar Jungah berada.

TOK! TOK!

"Ahya!" seru Namjoon. Tak ada jawaban.

Namjoon kembali mengetuk pintu kamar adiknya itu beberapa kali. Sayangnya, jawaban yang diinginkan Namjoon tak kunjung terdengar. Akhirnya cowok itu memutuskan untuk langsung masuk ke kamar gadis itu.

"Ahya," panggil Namjoon pelan sembari masuk ke kamar gadis itu. Benar saja, gadis itu masih tidur, sesuai dengan dugaan Jin.

"Dek, bangun! Udah siang nih! Telat lo ntar!" seru Namjoon seraya menepuk pelan lengan Jungah.

"Ngh.. Kamon, adek nggak masuk ya," jawab Jungah dengan suara yang terdengar lemas.

"Kenapa? Lo sakit, dek?" tangan Namjoon bergerak memegang dahi Jungah. Sedikit lebih hangat dari biasanya memang.

"Adek bolak-balik kamar mandi dari jam 2 tadi. Sakit perut," keluh Jungah.

"Udah berapa kali?"

"Entah. Lima kali ada kayaknya."

"Diare?"

"Kayaknya sih gitu. Perut adek melilit, aduh!"

Jungah tiba-tiba bangun dan lari ke kamar mandi di kamarnya.

"Kajoon ambilin obatnya dulu dek!" pamit Namjoon. Ia lantas kembali ke bawah, dan menemui Seokjin.

"Kajin, kita masih punya obat diare nggak sih?" Namjoon mencari-cari di kotak obat.

"Kenapa emang?"

"Itu, si jungah, diare katanya," Namjoon berhenti, lalu menatap Seokjin.

"Hah? Kok bisa? Semalem kan kita makanannya sama. Yang lainnya nggak pa pa tuh," tukas Seokjin heran.

Namjoon hanya mengangkat pundaknya, tanda tak tahu.

"Lo cariin dulu obatnya. Nanti gue bilang si Suga, biar nganterin dia ke dokter," putus Seokjin.

"Oke, Kajin," jawab Namjoon.

Setelah menemukan obat yang dimaksud, Namjoon kembali ke kamar Jungah. Sedangkan Seokjin segera mencari Suga ke kamar cowok itu.

"Ga, anterin si adek ke dokter lah. Lo kuliah siang kan?" ucap Seokjin.

Suga terbangun, tapi masih dalam kondisi setengah sadar. Matanya berkedip beberapa kali, menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk ke matanya.

"Apaan Kajin?"

"Itu, si Jungah sakit. Lo anterin ke dokter ya. Gue ada kelas pagi soalnya," jelas Seokjin lagi.

"Ahya kenapa?"

"Kata Namjoon sih diare."

"Kok bisa?"

"Tauk. Belom nanya juga sih."

"Yodah, ntar gue anterin. Gue siap-siap dulu deh," Suga menyeret tubuhnya menuju toilet di kamarnya.

Seokjin mengangguk, lalu berjalan ke kamar Jungah. Melihat keadaan gadis itu.

Saat Seokjin masuk ke kamar Jungah, gadis itu baru saja keluar dari kamar mandi. Sedangkan Namjoon memberikan obat yang tadi dicarinya pada Jungah, lalu keluar untuk siap-siap berangkat sekolah.

"Demam nggak dek?" Seokjin mendekati Jungah yang terduduk lemas di ranjangnya.

"Nggak tau kak. Tapi perutnya sakit," keluh gadis itu.

Seokjin mengulurkan tangannya ke dahi Jungah. Sama seperti yang dilakukan Namjoon tadi.

"Agak anget. Nanti ke dokter ya? Biar dianterin Suga."

Jungah menoleh, menatap Seokjin takut-takut. "Ke dokter?! Nggak usah. Adek minum obat aja udah sembuh lagi."

"Ya minum obatnya dari dokter. Jadi musti periksa dulu kan," bujuk Seokjin. "Lagian adek makan apa sih? Bukannya semalem makanan kita sama? Kakak sama yang lainnya sehat-sehat aja tuh."

"Anu.. itu.. adek makan Samyang semalem. Gegara pedes banget, adik ambil susu yang di kulkas.."

"Susu yang di kulkas?!" Jin menatap Jungah khawatir

"Pantesan lo kayak gini dek. Susu yang di kulkas kan udah expired," tambah Seokjin lagi. "Lupa belum kakak buang."

Jungah mendelik ke arah Seokjin. "Kadaluarsa?!"

"Iya maaf."

Seokjin hanya meminta maaf tanpa memberikan alasan apa-apa lagi. Rasa bersalah menghinggapi hatinya.

"Abis ini dianter Suga ke dokter. Biar Kajin yang bikinin janji abis ini," tambah Seokjin.

"Adek minum obat aja lah ya?" Jungah memelas.

"Sekarang minum obat yang dikasih Namjoon tadi. Terus siap-siap buat ke dokter!"

"Tapi kak..." sela Jungah.

"Kenapa? Kalau adek nggak mau ke dokter, kapan bisa sembuhnya?" tandas Seokjin.

"Tapi kalau entar adek kebelet di jalan gimana? Kan malu-maluin kalau sampe..." Jungah menggantung kalimatnya, lalu pikirannya membayangkan kalau ia sampai tak bisa menahan diarenya. Gadis itu lantas menggeleng keras, menghilangkan bayangan mengerikan yang dibuat pikirannya barusan.

"Minta Suga belok ke toilet umum. Atau kalo enggak minta tolong di kafe atau rumah orang," solusi Seokjin.

Jungah mendecak sebal. Kakaknya yang satu ini tidak pengertian, batinnya. Mau ditaruh mana mukanya jika ia menumpang buang air besar di rumah orang.

"Bentar lagi Kajin bawain sarapan, buat minum obat. Sekarang siap-siap sana!"

"Sekolahnya?"

"Nanti Kajin yang telepon wali kelas adek," jawab Seokjin sebelum keluar dari kamar Jungah.

Jungah mendesah lelah. Ia selalu benci ke dokter.

Sepertinya ini bakal jadi hari yang panjang.

*

With My Brothers | btsOnde histórias criam vida. Descubra agora