1. Siapa Gue

4.4K 191 8
                                    

Nama gue, Damar Jati Diwangkara, terlalu keren menurut gue.

Mak Salmah langsung ceramah.

"Lu tuh harusnya bersyukur punya nama bagus, nama itu doa dari orang tua buat lu jadi orang."

Itulah wanita yang melahirkan dan membesarkan gue, ia selalu memberi rasa optimisme di sekitarnya.

Memangnya gue bukan orang, ada - ada saja Mak gue, tapi kalau gue tanya siapa abah gue, dia bilang sudah mati.

Jadi inilah gue, anak yatim yang tidak tahu benar yatim atau bukan karena tidak tahu abahnya siapa.

Mak gue, Mak Salmah adalah mantan pelacur tapi gue bangga, ia tidak melacurkan harga dirinya, hanya melacurkan tubuhnya apalagi melacurkan negara dan bangsanya.

Semenjak tiga tahun lalu gue lulus SMA dan bekerja di resto D - Blue, gue meminta Mak berhenti melacur, gue ngeri dia kenapa - kenapa.

Tahu sendiri bagaimana dunia pelacuran, penyakit kelamin menular, kekerasan sampai narkoba.

Gue dan Mak mengontrak disebuah rumah petak dengan ruang tamu, kamar tidur serta dapur dan kamar mandi.

Jangan pikir itu mewah, rumah petak berdinding batako tanpa plester dan ubin tanpa keramik, hanya lantai diplester semen.

Mau tahu luasnya, panjang tujuh meter, lebar dua setengah meter, ruang tamu dua meter, kamar tidur tiga meter, dapur plus kamar mandi dua meter dengan lebar semuanya tentu dua setengah meter.

Jadi sebenarnya itu rumah yang disekat tanpa pintu menjadi tiga bagian, hanya berpintu depan dan kamar mandi yang berpintu.

Kami hidup di pinggiran kampung Surga, karena tengah kampung Surga itulah roda kehidupan bernapas, bar elite sampai warung remang - remang ada.

Gue tidak tahu kenapa kampung Surga tetap ada tanpa tersentuh hukum, katanya ada backing kuat terhadap kampung ini kata desas desus yang terdengar, gue malas ikut mikir.

Gue kerja di resto D - Blue di kota tua, bangunan - bangunan tua disulap menjadi cafe atau resto, sehingga terawat dan terlihat indah.

Bangunan yang terbengkalai dekat terminal kota dulu atapnya ada yang roboh, untung tidak ada korban, karena pemulung menempati bangunan tidak berpenghuni untuk tinggal secara ilegal.

Sekarang dengan penataan dan alih fungsi bangunan, membuat gedung - gedung bekas kolonial itu terlindungi.

Hari ini gue off, libur sehari dalam satu minggu, semalam pulang jam satu dini hari, bisa tidur jam tiga pagi karena ngobrol dengan Udin.

Udin teman gue itu, yang biasa dipanggil Gembor entah kenapa, sohib gue dari orok mungkin.

Badan gempal dengan pembawaan ceria seperti gue, gue udah cerita kalau kita sama - sama cowok, yup pertemanan yang sangat dekat melebihi saudara.

Kehidupan yang bebas di kampung Surga membuat kami bebas juga, untung Mak selalu mengingatkan, boleh berteman dengan siapa saja asal jaga diri.

Mimpi indah gue sepertinya harus berakhir karena dari tadi suara berisik berupa gedoran pintu yang tidak berhenti - henti.

Gue langkahkan kaki ke arah pintu dengan malas, sepertinya gue masih berasa mimpi.

Pintu terbuka dan tiba - tiba muka cemberut Gembor terlihat.

"Lama amat pakai kamar gue?" ucap Gembor.

"Itu muka sudah jelek, ga usah cemberut tambah jelek tahu!" ucap ku sambil menguap.

"Sialan lu," ucap Gembor.

"Hi ganteng!" ucap sosok perempuan di belakang Gembor.

Tubuh gue langsung bereaksi mendengar suaranya, maksud gue setelah dari tadi setengah mimpi sekarang terjaga, benar - benar terjaga.

Catatan Anak Pelacur (Selesai)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant