13. Permintaan Lagi

687 63 13
                                    

Enjoy reading.

Ditunggu vote n comments.

Setelah makan malam yang agak rusuh karena Gembor, ralat, gue juga sebenarnya termasuk di dalamnya, lalu gue dan Bang Jaya serta Gembor menonton televisi.

Kalau sewaktu tinggal di kampung Surga atau rumah yang kemarin, kami menonton tayangan lokal sekarang bisa menikmati tayangan berbayar.

Dan seperti pria kebanyakan, kami menonton bola, tahu juga kalau sudah melihat tayangan itu pasti ada teriakan heboh, gerutuan tetapi makian tidak termasuk kalau ingin Mak Salmah tenang.

Kak Aryati begitu pengertian dengan mengambilkan minuman dan makanan ringan buat kami.

Bang Jaya tidak mungkin seheboh kami, ia sadar dirilah habis sakit, kalau gue sama Gembor jangan tanya, super heboh dan super norak seperti nonton langsung saja.

Jeda istirahat, seperti biasa Gembor ke kamar mandi, gue membaringkan badan kebelakang, memejamkan mata.

"Kalau ngantuk tidur sana!" ucap Bang Jaya.

Gue yang cuma memejamkan mata menoleh ke Bang Jaya lalu membuka mata.

'Abang yang harusnya istirahat sudah malam," ucap gue balik.

"Terima kasih Dam, lu mau menggantikan Abang mengelola resto," ujar Bang Jaya tersenyum.

"Seperti dengan siapa saja, gue nggak mau cuma ongkang - ongkang kaki dapat jatah," ucap gue santai.

"Tapi resto memang hak lu, kalau lu keberatan kita bisa cari orang buat mengurusnya," ucap Bang Jaya pelan.

"Gue masih bisa handle Bang, walau kepala mau pecah, he he he," kekeh gue yang menular ke Bang Jaya.

"Kamu anak Papa Danang, jadi tidak mungkin tidak bisa menghandle resto yang sekecil itu," ujar Bang Jaya sambil tersenyum.

Karena gue super kepo yang tidak bisa disalurkan bila bertanya ke Mak Salmah, semoga Bang Jaya mau menjawabnya.

"Bang, sebenarnya," ucap gue ragu.

Bang Jaya yang mendengar keraguan dalam ucapan gue, mengernyitkan dahi.

"Ada apa Dam, kenapa ragu mau ngomong?" tanya Bang Jaya menyelidik.

"Abah itu seperti apa?" tanya gue masih ragu.

"Astaga Dam, gue pikir lu mau nanya apa," ucap Bang Jaya.

"Mak Salmah selalu tidak mau membicarakan Abah," ujar gue pelan.

"Mungkin Mak Salmah masih tidak nyaman menceritakan tentang seseorang yang pernah singgah di hatinya," kata Bang Jaya.

"Selama itu?" tanya gue tidak percaya.

"Kalau lu sudah pernah jatuh cinta dalam artian jatuh, sejatuh - jatuhnya, lu bisa merasakan apa itu bodoh karena cinta," ujar Bang Jaya panjang lebar.

"Gue nggak akan mengalaminya, amit - amit," ucap gue bergidik.

Bang Jaya malah tertawa walau tidak keras, apa ada yang lucu.

"Bang Jaya kenapa?" tanya Gembor heran.

Gembor yang baru datang heran sepertinya melihat Bang Jaya tertawa sedang muka gue yang cemberut.

"Damar katanya nggak mau jatuh cinta, amit - amit dia bilang," kata Bang Jaya masih tertawa pelan.

Gembor yang mendengar itu lantas ikutan tertawa, lebih tepatnya menertawai gue, apa coba.

"Takut bodoh karena jatuh cinta," ucap Bang Jaya.

Catatan Anak Pelacur (Selesai)Where stories live. Discover now