24. Pergi

566 58 0
                                    

Enjoy reading, aku nggak tahu mau ngomong apa, he he.










Gue, Bang Jaya dan Mbak Rani akhirnya tiba di rumah sakit, kami langsung ke bagian operasi setelah bertanya ke bagian informasi.

Mbak Rani tentu saja dengan wajah kusut dan mata berderai air mata sepanjang perjalanan hingga kami sampai di depan ruang operasi.

"Rani, sudah ya, yang sabar!" ucap Bang Jaya pelan.

"Kenapa Mas Haris tega Pak, tega meninggalkan Rani, terus Rani sama siapa?" ujar Mbak Rani terisak.

Bang Jaya terdiam hanya bisa mengelus punggung Mbak Rani yang sedang kacau.

Kalau dalam keadaan normal, mungkin gue sudah ledek Bang Jaya yang seperti cari kesempatan karena sejak tadi menempel seperti lintah ke Mbak Rani.

Gue tadi juga sudah telepon Mak Salmah dan Mama Setyawati serta Kak Aryati untuk datang kemari.

Pintu ruang terbuka, muncul dokter Pratama yang langsung menghampiri kami.

"Pak Jaya, Pak Damar," kata dokter Pratama ramah.

"Bagaimana dokter?" ucap gue.

"Pak Jaya sudah siap, mari ikut saya!" kata dokter Pratama.

"Maksud dokter?" tanya Bang Jaya tidak mengerti.

"Kita akan mengoperasi Pak Jaya secepatnya," kata dokter Pratama.

"Jadi Mas Hari?" tanya gue merasa tidak enak.

"Beliau meninggal dua menit yang lalu," kata dokter Pratama sambil melihat arlojinya.

"Rani!" seru Bang Jaya.

Gue menoleh dan mendapati Bang Jaya berusaha menyadarkan Mbak Rani yang tidak sadarkan diri, hampir saja tubuhnya meluruh ke lantai, untung ada Bang Jaya yang dengan sigap menangkapnya.

"Jaya, Rani kenapa?"

Gue menoleh dan mendapati Mama Setyawati yang berjalan di depan Mak Salmah dan Kak Aryati.

"Mbak Rani pingsan karena mendengar dokter Pratama mengatakan bahwa suaminya meninggal," ucap gue pelan.

"Dokter Pratama bagaimana sih, harusnya jangan bilang langsung, pingsan kan jadinya Rani!" ujar Mak Salmah kesal.

Dokter Pratama melihat gue seakan bertanya siapa wanita yang memarahinya.

"Dokter Pratama kenalkan Mama Setyawati, Mak Salmah, Kak Aryati, semua keluarga saya," ucap gue pelan.

"Maaf, kalau untuk penyakit tidak akan saya bicarakan kepada pasien tapi berhubung kematian, kami harus memberitahukan kepada keluarga pasien tentu saja," kata dokter Pratama tenang.

Mak Salmah hanya diam dan tidak membantah dengan apa yang disampaikan dokter Pratama, ia malah ikut menghampiri Mbak Rani.

"Pak Jaya, tim kami telah siap untuk mengoperasi Bapak," kata dokter Pratama.

"Jaya, pergilah!" ujar Mama Setyawati lembut.

"Tapi Rani," kata Bang Jaya meragu.

"Tenang Bang, ada gue yang akan mengurus Mbak Rani," ucap gue meyakinkan.

Bang Jaya menghela napas dan berdiri, kemudian mengangguk ke arah dokter Pratama, mereka akhirnya masuk pintu ruang operasi.

Akhirnya tinggal gue, Mama Setyawati, Mak Salmah, Kak Aryati serta Mbak Rani yang masih pingsan.

Catatan Anak Pelacur (Selesai)Where stories live. Discover now