32. Caroline

470 67 4
                                    

Punya baby baru itu, harus siap mental dan tenaga.

Bayi nangis tanpa sebab, begadang dan harusnya pagi bisa tidur sejenak malah bocah nangis bangun.

Terima kasih Emak.

Enjoy reading.


Gue dan Bang Jaya saling pandang, bukan Caroline yang itu kan, mata kami seakan menyuarakan hal yang sama.

"Pak, Ibu Caroline dipersilakan makan dulu."

Itu adalah suara karyawan pengantar makanan untuk yang kedua kali.

Gue sangat penasaran siapa Caroline ini, tirai yang memutari tempat tidur sekaligus pembatas antar pasien membuat gue tidak bisa melihat.

"Ihh, resek bener, gue lagi nonton film nih."

Seketika gue dan Bang Jaya saling pandang, melebarkan mata, suara itu.

Mama Setyawati, Mbak Rani dan Kak Aryati juga ikut terdiam, sepertinya mereka mengenali suara itu.

"Makan dulu!" .

Gue menoleh ke Kak Aryati, ia sepertinya satu pemikiran dengan gue, suara pria itu sangat mirip dengan yang kami kenal.

"Sudah gue bilang VIP, bukan kamar kelas dua kaya gini, gue bisa bayar sendiri kalau lu nggak bisa bayar."

Wanita yang suaranya mirip Caroline itu protes.

"Bagaimana kalau keluarga mu tahu?"

Pria yang bersamanya bicara pelan.

Gue lalu memberi isyarat pada Bang Jaya untuk melihat dan menguak penasaran kami.

Kami bergerak menuju tirai yang tertutup, begitu tirai gue sibak, penasaran kami terjawab.

"Caroline?" ujar Bang Jaya yang sama terkejutnya dengan gue.

"Pak Damar!"

Gue bisa melihat Randu sangat terkejut melihat kedatangan gue dan Bang Jaya.

Caroline yang tadinya kaget, waktu berikutnya menatap malas ke arah gue dan Bang Jaya, sedang Randu benar - benar pucat wajahnya, gue bisa melihat peluh di wajahnya padahal kamar inap ini memakai AC sentral yang lumayan dingin.

"Kalian bisa jelaskan!" ucap gue datar.

Randu menunduk takut sedang Caroline memutar bola matanya jengah.

"Kalau kalian diam, gue akan telepon Om Prasojo, papa lu," ucap gue pelan.

"Lu senang kan Jaya?" tanya Caroline tidak mengindahkan gue.

Bang Jaya diam tanpa kata sedang gue menghela napas menahan marah.

"Caroline, lu bisa ngomong sekarang apa yang terjadi!" ucap gue setelah bisa mengontrol emosi.

"Gue melahirkan, lu tahu kan ini rumah sakit apa?" tanya Caroline sinis.

Gue baru benar - benar tahu sifat asli Caroline, padahal setiap berkunjung ke rumah besar, ia terlalu banyak diam, gue hampir tidak percaya dengan laporan Om Utoro tentang dia.

"Siapa yang menghamili lu?" tanya gue pelan.

"Apa urusan lu?" tanya Caroline balik.

"Gue bagian keluarga Diwangkara kalau lu lupa, setiap yang berhubungan keluarga ini menjadi perhatian gue," ucap gue pelan.

Catatan Anak Pelacur (Selesai)Where stories live. Discover now