16. Diwangkara

624 70 10
                                    

Happy today.

Enjoy reading.

Saat ini mobil yang gue kendarai sudah berhenti di pintu gerbang kediaman keluarga Diwangkara, akhirnya sampai juga.

Gue lihat rumah megah yang terpampang di depan, apa nggak salah ini rumah besar sekali, gue memang pernah lihat rumah mewah tentu saja, tapi memasuki belum pernah.

"Benar ini Bang, rumahnya?" tanya gue.

"Iya Dam, kenapa?" tanya Bang Jaya balik.

"Tidak apa - apa, hanya tidak menyangka sebesar ini rumahnya," kilah gue beralasan.

Gue sebenarnya agak terkejut dan was - was, kenapa nyali gue jadi ciut begini, mereka di dalam mobil ini percaya gue dan itu harus gue buktikan.

"Jangan parkir depan pintu, nanti kalau mobil keluar masuk jadi menghalangi!" ucap satpam berkumis tebal.

Gue mengernyitkan dahi lalu membaca name tag di dada satpam itu, mana mungkin orang parkir di depan rumah mewah, tadi saja di depan komplek gue harus pakai pass code untuk bisa masuk ke lingkungan ini.

Gue jadi kesal, apa seperti apa semua penjaga di rumah mewah ini.

"Gue, Damar Jati," ucap gue pelan.

"Gue nggak kenal lu," ucap Triadi, satpam berkumis tebal.

"Apa kalian tidak dikenali satpam ini?" tanya gue ke Bang Jati dan Mama.

Mereka menggeleng, jadi selama ini mereka tidak pernah kemari.

"Abang tidak pernah kemari, Mama jarang juga kalau tidak dengan Papa," ujar Bang Jaya.

Keluarga Diwangkara yang luar biasa, gue akhirnya mengerti kenapa Abah punya rumah sendiri, tidak ada kehangatan di rumah ini.

"Gue, cucu nenek Sulis, bukakan pintu!" ucap gue.

Tadinya gue mau lembut, tapi melihat saptam Truadi yang tidak ramah membuat gue kesal.

"Gue nggak kenal lu, dan lagi cucu Ibu Sulis itu perempuan, jangan ngaco!" ujar satpam Triadi.

Gue menatap tidak percaya, bukannya menelepon ke dalam malah mencibir gue.

"Cepat pergi, halangin pintu saja lu!" ucap satpam Triadi ketus.

Gue ambil ponsel, menekan nomer yang diberikan nenek Sulis kemarin.

"Hallo Dam," ujar nenek Sulis di seberang ponsel sana.

Gue terkejut ketika nenek Sulis ternyata menyimpan nomer gue, padahal kemarin kalau tidak salah, dia menelepon dari nomer rumah.

"Bilang ke satpam nenek, gue mau masuk!" ucap gue langsung.

Gue langsung mematikan ponsel langsung, semua menatap gue heran yang hanya gue balas dengan senyuman.

Gue lihat satpam Triadi menerima telepon sambil menunduk - nundukkan kepala, memangnya yang menelepon lihat, gue hanya menggeleng.

Tiba - tiba pintu gerbang terbuka, satpam Triadi keluar dari posnya sambil membungkuk - bungkukkan badan menghampiri mobil gue.

"Maaf Pak, saya tidak tahu kalau Bapak juga cucu Ibu Sulis, maafkan saya?" ucap satpam Triadi dengan muka pucat.

Gue yang akan marah namun Bang Jaya keburu menyela bicara.

"Tidak apa - apa Pak, kami masuk dulu," ucap Bang Jaya lembut.

Bang Jaya lalu memberi isyarat untuk melajukan mobil sebelum gue meledak, gue pasrah saja menjalankan mobil.

Catatan Anak Pelacur (Selesai)Where stories live. Discover now