2. Kejutan Untuk Gue

2.1K 147 12
                                    

Tamparan Mak ternyata sakit sekali, tampolan Mak pakai tenaga dalam ini namanya, sakit pipi pusing kepala.

"Mak, kok gue ditampar, sakit tahu?" ucap gue sambil mengelus pipi.

"Biar lu tidak sembarangan ngomong!" ujar Mak Salmah.

"Nak Damar jangan salah sangka, perkenalkan nama saya Utoro Megantoro." ucap pria itu.

Pak Utoro mengangsurkan tangan namun gue ogah menjabatnya.

"Om yang punya rumah ini, nggak usah sok ramah sama gue!" ujar ku ketus.

Pria paruh baya yang masih tampak gagah di usianya yang sekarang itu, mengernyitkan dahi.

"Mak Salmah walaupun sudah berkepala empat masih banyak yang ngantri, tapi gue nggak setuju Mak Salmah jadi simpanan Om!" ucap gue datar.

Mak Salmah kembali menyakiti gue, kali ini menoyor kepala gue, kalau bukan yang melahirkan gue, sudah keluar semua bintang Ragunan gue sebut.

"Siapa yang mau jadi simpanan Pak Utoro, asal saja kalau ngomong lu?" ucap Mak Salmah.

Kembali Om Utoro mengernyitkan dahi, memandang gue dan Mak Salmah bergantian, seperti bingung.

"Terus Mak Salmah mau dipakai sekali, dibayar berapa, berapapun gue nggak setuju, Mak Salmah mengerti nggak sih?" ucap gue agak kesal.

Kembali Mak Salmah menyakiti gue, untung tidak sebrutal tadi, memukul pelan lengan gue, tidak berasa, pura - pura mengaduh agar Mak Salmah tidak sewenang - wenang.

"Nak Damar, saya pengacara Bapak Danang Diwangkara," ucap Om Utoro.

"Gue nggak nanya, ayo Mak Salmah, kita pulang!" ujar gue.

"Ini rumah lu, Damar, rumah kita," ucap Mak Salmah.

"Dengar Mak, gue sudah kerja, walau gaji tidak seberapa namun cukup buat kita hidup tanpa Mak Salmah merendahkan tubuh lagi, gue nggak rela!" ucap gue.

Mak Salmah tiba - tiba malah menangis, kenapa gue benci orang menangis karena gue selalu ingat Mak Salmah yang malam - malam menangis, gue tahu walau ia nggak ingin gue tahu.

Gue usap pipi Mak Salmah yang basah, gue nggak tahu harus berbuat apa kalau perempuan menangis.

"Maaf Mak Salmah, gue salah, tapi gue nggak rela, Mak Salmah mengertikan?" ucap gue.

"Nak Damar, rumah ini memang milik Nak Damar dan Ibu Salmah, itulah wasiat yang tertulis dari Bapak Danang Diwangkara," ucap Om Utoro.

Aku melihat ke arah Om Utoro, dia bicara tentang siapa.

"Siapa itu Danang Diwangkara, sampai memberi wasiat kepada kami?" tanya gue masih dengan muka kaku.

"Dia abah lu, Damar, Danang Diwangkara itu abah lu," ucap Mak Salmah pelan.

"Dimana pria brengsek itu?" ucap gue.

Plak.

Kenapa Mak Salmah menampar gue lagi, sepertinya ia mulai hobi nampar gue, bahaya ini namanya.

"Sudah dibilang mati, Abah lu nikahin gue, walau nikah siri, namun ia selalu pakai pengaman biar gue tidak hamil," ujar Mak Salmah.

"Bukan tidak ingin gue hamil sebenarnya, tapi lebih memikirkan nasib anak yang bakal lahir tanpa ikatan negara, begitu kata Abah lu," kata Mak Salmah.

"Itu akal - akalannya saja, agar Mak Salmah tidak menuntut uang untuk hidup anaknya," ucap gue kesal.

"Abah lu tidak bersalah, hubungan Mak dan Abah lu tercium keluarga Diwangkara, ibunya Abang Danang datang dan menawari sejumlah uang," ujar Mak Salmah.

Catatan Anak Pelacur (Selesai)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin