20. Tragedi Kampung Surga

608 64 9
                                    

Semua kejadian pasti ada hikmahnya, baik ataupun buruk akibat yang ditimbulkannya.

Enjoy reading.


Gue dan Bang Jaya bergegas ke rumah sakit, sore ini ketika gue sedang membicarakan tentang keadaan resto tentu saja dengan Bang Jaya, tiba - tiba Mak Salmah telepon untuk segera ke rumah sakit.

Setelah memarkir mobil, gue dan Bang Jaya langsung ke Instalasi Gawat Darurat, disana sudah ada Mak Salmah dan Mama Setyawati serta Gembor.

"Gembor!" seru gue.

Gembor hanya terpekur ditempatnya tanpa menoleh, gue bisa lihat kalau dia lagi kacau, semoga tidak apa - apa.

"Mama, Mak, bagaimana?" tanya Bang Jaya.

"Bang Burhan masih ditangani di dalam, nunggu dokter bedahnya, sepertinya mau dipindah ke ruang operasi," kata Mak Salmah pelan.

Setelah Mak Salmah berhenti bicara, dari dalam keluar brankar beserta Cang Burhan di atasnya, dan dengan cepat di bawa ke ruang operasi.

Kami mengikuti hingga pintu luar ruang operasi, Gembor masih terdiam, gue tidak tahu harus ngomong apa, gue hanya berdiri di samping Gembor sambil merangkul pundaknya.

"Bagaimana kejadiannya?" tanya Bang Jaya.

"Terjadi keributan karena kampung Surga mau digusur untuk taman sekaligus tempat bermain warga," ujar Mak Salmah.

"Kata teman gue, Bang Burhan berusaha meredakan tindakan brutal preman - preman, disaat keributan antara para aparat dan para preman, Bang Burhan tertusuk," ujar Mak Salmah lagi.

"Preman yang nusuk Cang Burhan?" tanya Bang Jaya.

"Sepertinya begitu, aparat semua pakai pentungan, jadi pasti ulah salah satu preman," ujar Mak Salmah.

"Kenapa Cang Burhan malah ditusuk teman sendiri?" tanya Bang Jaya.

"Di kampung Surga itu biasa saling sikut menyikut, teman makan teman, ya begitulah, siapa yang kuat, ia yang bertahan," ujar Mak Salmah.

Gue tahu bahwa tidak sedikit menyingkirkan yang kuat untuk menjadi penguasa di kampung Surga adalah hal lumrah, Cang Burhan salah satu preman yang disegani sekaligus di benci.

Mungkin karena terlalu pro pemerintah, ada sebagian preman - preman itu tidak suka.

Cang Burhan memang tidak menolak kalau kampung Surga digusur untuk dijadikan taman oleh pemerintah.

Secara otomatis banyak preman - preman merasa rugi karena pemasukan mereka berkurang bahkan tidak ada, pemasukan dari pelacur, tukang makanan, losmen, dan masih banyak lagi jatah preman, begitu mereka namakan.

"Gembor, semoga Cang Burhan baik - baik saja," ucap gue pelan.

Gembor hanya diam, wajahnya benar - benar memelas, kalau biasanya gue selalu mentertawai muka Gembor namun tentu saja kali ini gue ikut merasakan apa yang ia rasakan, sedih dan takut Cang Burhan kenapa - kenapa.

Ketika dokter keluar setelah hampir dua jam di meja operasi dengan wajah lelah dan menggeleng meminta maaf, lalu mengatakan waktu Cang Burhan tidak bisa bertahan, Gembor langsung meluruh ke lantai.

Ada pertemuan pasti ada perpisahan, begitulah hukum alam terjadi dengan Tuhan sebagai penulis takdir, takdir yang mengharuskan Cang Burhan pergi meninggalkan kami.

Gembor menatap tanah merah kuburan Cang Burhan dengan pilu, tadi malam memang tidak memungkinkan menguburkannya, hingga kami kuburkan hari ini.

Gue menghela Gembor keluar dari komplek pemakaman walau gue tahu ia begitu enggan.

Catatan Anak Pelacur (Selesai)Where stories live. Discover now