9. Menekan Rasa

821 75 2
                                    

Fresh from the oven.

Happy weekend.

Enjoy reading.






Lelah juga setelah mengunjungi cabang - cabang resto walau kemarin sudah berkenalan tidak resmi dengan cabang barat.

Mempelajari laporan membuat kepala gue sepertinya sebentar lagi akan meledak, gue perlu intermezzo, rehat sebentar agar mood gue balik lagi.

Saat ini gue kembali teringat dengan Bang Jaya, apakah sudah mendingan keadaannya, gue tidak sempat menengoknya lagi karena isteri sah Abah tidak menyukai keberadaan kami.

Mak Salmah mengalah buat pergi dari rumah sakit kemarin, kenapa ia begitu rela menyingkir dari keluarga Diwangkara, padahal ia juga menantu keluarga ini.

Tiba - tiba terdengar ribut - ribut di luar ruangan gue, sepertinya rehat tidak ada dalam kamus gue.

Gue segera melangkah mendekati pintu, membukanya dan seketika gue mengerutkan dahi.

"Ada apa ini?" tanya gue.

Gue melihat isteri sah Abah sedang berdiri dihadapan nenek - nenek yang gue nggak kenal, sedang sekretaris Bang Jaya yang sekarang menjadi sekretaris gue tampak kebingungan.

"Astaga, aku kira mereka berdusta, kamu benar - benar mirip dengan Danang," ucap nenek itu.

Gue melihat binar dimatanya ketika nenek itu menoleh ke gue lalu berjalan mendekat sambil merentangkan tangan, ingin memeluk namun gue mengundurkan diri.

"Siapa Anda?" tanya gue.

Karena penolakan gue, nenek itu cemberut.

"Damar, ini Oma, Ibu dari Papa mu," ucap nenek itu.

Jadi ini wanita yang membuat menantu Diwangkara sakit hati, bisa gue lihat Mamanya Bang Jaya seperti tertekan di dekat nenek - nenek ini.

"Nak Damar, aku ingin bicara penting," sela Mamanya Bang Jaya.

"Hei Setyawati, kamu tidak tahu, aku sedang bertemu dengan cucu ku?" bentak nenek - nenek ini.

"Ibu, saya kesini tentang....." ucap Mamanya Bang Jaya.

"Diam, kamu bukan siapa - siapa lagi!" hardik nenek - nenek ini.

Gue jadi kesal, walaupun dia memang nenek gue, tapi tingkahnya begitu menyebalkan.

"Ibu ini tentang Jaya, saya harus bicara dengan Nak Damar!" ucap Mamanya Bang Jaya mengiba.

"Kurang ajar kamu, berani kamu pada ku?" ucap nenek - nenek menyebalkan ini.

Entah karena bicara Mamanya Bang Jaya yang terlewat keras, atau memang nenek - nenek ini suka marah, ia begitu murka.

Kejadian yang begitu cepat, ketika nenek - nenek itu mendekati Mamanya Bang Jaya yang memejamkan mata saat tangan nenek - nenek itu melayang.

Plak.

Gue bisa merasakan perih di pipi walau tidak begitu keras namun cukup menyakitkan.

Gue menarik tubuh Mamanya Bang Jaya ke dalam pelukan, sehingga tamparan yang harusnya mendarat di pipinya sukses mendarat pada pipi gue.

"Damar, cucu ku, Oma tidak sengaja, hei kamu, Setyawati?" ucap nenek - nenek ini dengan amarah.

"Hentikan!" ucap gue agak keras.

"Ibu Sulis, silakan meninggalkan ruangan ini!" kata gue melanjutkan.

Gue bisa lihat nenek tua itu terkejut mendengar pengusiran gue.

Catatan Anak Pelacur (Selesai)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora