5; gempar lapangan

1.3K 265 80
                                    

Boys are trying too hard, he don't try at all though

"Apaan sih!" Aku melepaskan headsetku secara paksa, lalu memandang kesal ke arah handphone. Aku mendesah kasar kemudian, lalu berjalan cepat.

Calum.

Nama itu terputar di kepalaku lagi dan lagi. Eufh, kenapa sih namanya tidak bisa lepas dari pikiranku? Kenapa namanya selalu berputar-putar di kepalaku? Kenapa?! Sebenarnya yang harus tanggung jawab itu Calum, Calum juga membuatku seperti ini. Aku menutupi kepalaku dengan tas agar aku bisa fokus sedikit.

Calum Hood. Satu-satunya cowok yang bisa membuatku jungkir balik seperti ini. Banyak sekali cowok yang berusaha membuatku jatuh hati padanya namun aku tidak pernah tertarik. Dia? Berbekal kata-kata manis yang begitu saja keluar dari mulutnya membuatku jungkir balik seperti ini. Dia tidak pernah berhenti membuatku memikirkannya, seperti dia duduk seharian di kepalaku, memaksakanku untuk memikirkannya.

"Hati-hati kamu," kata Athlas saat kita berpisah di parkiran. "Iya, apa sih kamu kayak bunda aja," kataku. Dia melambaikan tangan ke arahku dan aku berjalan ke koridor kelas IPA.

Aku berjalan santai dengan headset dan jaket terpasang di badanku. Aku memasukkan kedua tanganku pada saku. Sesampainya di koridor kelas 10 IPA-5, aku melihat segerombolan laki-laki dan perempuan yang mengenakan batch biru dengan tulisan II-5. Kelas 11-5, batiku. Ya, untuk membedakan mana IPS mana IPA dilihat dari angkanya. Kalau angkanya sudah 6-10 berarti itu kelas IPS. Untuk kelas 10 batch berwarna merah, kelas 11 biru dan kelas 12 hijau.

Gerombolan laki-laki dan perempuan tersebut memperhatikan aku berjalan. Aku hanya diam saja. Kemudian seseorang menunjukku. Yang kudengar samar-samar adalah, "Eh, liat tuh."

Tiba-tiba ada seseorang yang memandangiku intens lalu melambaikan tangan.

Ya ampun, itu Calum.

Dengan cepat aku menutup kepalaku dengan hoodie jaketku, dan berjalan cepat ke arah kelas.

"Eth!" panggilnya.

Aku masih diam, berjalan ke kelas.

"Ethereal!" Suara itu semakin keras.

"Athena Cole!" sekarang dia sudah menggenggam lenganku. Aku berbalik, langsung menatap mata coklatnya, "Apa?" balasku dingin.

"Saya mau ngomong," balasnya.

"Maa-maaf," Aku melepaskan tangannya dari lenganku, "Saya masih banyak tugas belum selesai. Kamu tolong pergi."

Dia menatapku nanar, "t-tapi Eth?"

Aku berbalik. Tanpa melihat ke arahnya. Lalu aku menenggelamkan wajahku di tas.

Bencana ini. Ini benar-benar bencana.

***

"Woi, bangun woi," seseorang berbisik, mengguncang-guncangkan bahuku pelan, membuatku membuka mata sedikit. Orang itu masih sibuk mengguncang-guncangkan badanku, lalu berbisik lagi, "Athena. Gurunya mau dateng." Aku membuka mataku dengan lebar, lalu bangun dari tidurku. Iya. Aku tidur.

Luke manyun, "Enak banget, tidur nggak ngajak-ngajak."

"Nggak enak, lo gangguin gue sih," balasku lalu mencibir pelan. Dia melayangkan tatapan protes, "Lho, gue kan bangun lo gara-gara ada guru yang mau masuk! Lo sih, kerjaannya tidur mulu-"

Seorang guru masuk ke dalam kelas. Luke tidak jadi melanjutkan perkataannya karena terpotong oleh kedatangan guru tersebut. Aku menahan tawa, sedangkan Luke manyun tak karuan. "Kasian gak bisa bacot."

"Ada PR untuk hari ini?" sang guru bertanya kepada kami, membuat kami mengangguk. Beliau memandang ke arah kelas, kemudian berkata lagi, "baiklah, anak-anak, kalian bisa keluarkan PR kalian masing-masing."

ethereal • cth ✔Where stories live. Discover now