11; terulang lagi

886 190 261
                                    

#AthenaCalum or #AthenaLuke?







Kemarin Athlas bilang, "Nggak usah kamu deket-deket sama Calum itu!"

Ugh, Athlas kenapa sih? Dasar.

Aku menghembuskan napas saat kakiku sudah mendekati kelas. Rasanya aku tidak ingin masuk kelas sekarang. Bagaimana tidak? Bagaimana jika aku bertemu dengan Luke? Bagaimana kalau dia akan memusuhiku? Aku benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana hari ini akan terjadi. Oke, Athena, kamu harus kuat.

Aku berdiri di tengah-tengah ambang pintu, sedikit terkejut karena ada Nathan yang berdiri di depanku. Nathan kemudian berbisik, "duduk sama Luke sana. Biar cepet baikannya."

"Lah kok gitu sih?" tanyaku.

"Udah nggak usah protes!" serunya, "Daripada lo duduk di luar? Mau?"

"Ya udah deh," balasku, "Eh, tadi dicariin Salma lho."

"Ye," Dia pura-pura akan menjitak kepalaku. Aku menghindari sambil tertawa.

Aku sudah mempunyai niatan untuk memasuki kelas dengan tenang dan menghindari Luke hingga bel masuk berbunyi. Tapi apa? Luke sudah duduk di sana, sambil mengacak rambutnya sendiri, matanya terfokus pada buku-buku yang terbuka di meja. Tangannya sibuk menulis, dan akhirnya dia mendongak, menatapku yang tidak siap bertemu dengannya sekarang. Mata kami bertemu, namun aku segera mengalihkannya. Aku berjalan ke arahnya. Sekarang kami akan duduk di bangku paling belakang. Kemudian aku berkata, "G-gue duduk di sini?"

"Iyalah, duduk aja kali," balasnya sambil tersenyum.

Setelah kejadian kemarin, Luke Hemmings masih bisa tersenyum. Aku benar-benar merasa bodoh dan bersalah di saat yang sama.

Aku menaruh tasku dan akhirnya duduk. Dia kemudian memasukkan bolpoin dan tip-x ke dalam tempat pensilnya. Abu-abu. Aku ingat bagaimana kami berputar-putar di toko buku hanya untuk mencari tempat pensil itu. Aku masih ingat semuanya.

Aku benci saat pikiranku berhenti berpikir, berhenti bekerja dan diam--kosong. Aku benci karena pada saat itu, pikiranku akan memutar segala memori indah bersama Luke.

Aku kemudian mengeluarkan buku tulis Kimia dan tempat pensil. Aku bangkit, namun Luke tiba-tiba bertanya, "Mau kemana?"

"Mau nyari contekan Kimia, gue belum selesai," jawab gue dengan jujur. "Ngapain? Pake punya gue aja. Gue barusan selesai," balasnya.

Aku meneguk dan, jadi aku duduk. Aku tidak berani menatap wajahnya. Dia kemudian mengeluarkan ponselnya dari tas, dan memasang earphone-nya. Lalu, dia menyelipkan rambutku di sela-sela telinga, yang otomatis membuatku menoleh, "K-kenapa?"

"Mau masang headset," balasnya, "Biar lo nggak terlalu beban."

Lagu yang terputar berjudul Maps. Lagu dari Maroon 5.

Jika kalian ingin tahu, aku dan Luke memiliki daftar putar sendiri yang berisi lagu-lagu kesukaan kita.

"Mau?" tanyanya.

Aku menoleh. Dia menyodorkan sebuah kotak makanan kepadaku. Roti bakar. "Ini kan bekal punya lo?"

"Ath, udah makan aja. Kalo lo lagi sedih lo nggak banyak makan kan? Ya udah yuk, makan," Dia mengambil satu roti bakar dan menyuapkannya kepadaku. Dia tersenyum kemudian, "Kayak anak kecil aja lo makan pake disuapin."

"Luke," ujarku kemudian. Sekarang aku menatapnya. Tepat pada mata biru itu. Aku meneguk ludah lalu menggenggam tangannya.

"Ada apa?" tanyanya.

"Gue--kita nggak bisa menyangkal ini semua Luke. Kita nggak bisa berpura-pura," kataku, "Gue tahu Luke, lo pasti sakit hati banget. Gue tahu perasaan lo. Lo bisa berbuat apapun yang lo suka ke gue Luke, asalkan lo kemudian bahagia. Gue nggak bisa liat lo sedih kayak gini. Gue tahu lo cuman pura-pura kan ke gue?"

ethereal • cth ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora