20; akhirnya

715 169 241
                                    

"Ananda Athena, bisa ke ruang BK sebentar?"

Aku, yang saat itu sedang mengerjakan tugas dengan Ashton (aku mendapat namanya ketika mengambil nama acak), mendongak. Guru BK-ku, berdiri di ambang pintu sambil tersenyum, membuat semua siswa IPA-1 berhenti melakukan kegiatan mereka masing-masing. Aku menghela napas, dan berpikir, apa lagi sih ini? Aku menaruh bolpoin tepat di atas buku tulis, lalu menoleh ke arah Ashton. "Gapapa kan lo?" tanyanya. Aku mengangguk, lalu bangkit. Aku yakin aku tidak mendapat masalah apa-apa.

Aku mengikuti guru BK-ku ke ruangan beliau, dan...terkejut ketika tahu ada Athlas dan beberapa orang temannya duduk di sana. Ya ampun. Pasti ini ada masalah dengan Athlas.

"Duduk saja Ath," kata guru BK-ku tersebut.

Jadi aku duduk.

"Saya cuman mau membahas soal kematian Luke," kata guru BK-ku tersebut. Aku duduk, diam, mendengarkan, dan mencoba mengatur detak jantung menjadi normal. Ada apa lagi ini? Kematian Luke? "Sebenarnya Luke tidak 100 persen murni kecelakaan. Luke diserang. Dan Athlas ini saksinya. Dia baru berani bilang sekarang. Luke itu korban penyerangan Athena."

"Penyerangan apa bu?" tanyaku.

"Jadi begini Athena. Athlas ini kemarin, secara tidak sengaja melewati segerombolan anak yang ingin tawuran. Luke yang baru aja, mungkin pulang dari sekolah, juga lewat di jalanan itu," kata guru BK tersebut, "Luke dikejar oleh beberapa orang yang Athlas tidak tahu. Hari itu Athlas juga lewat di jalan yang sama. Lalu, Luke diserang, dia dipukul dari belakang, lalu si pemukul lari, dan Luke kemudian, ditabrak begitu saja oleh sebuah truk hingga...badannya hancur."

Aku terdiam. Menatap guru BK-ku ini datar. Tanganku sudah mengepal dan buku-bukunya memutih; aku terlalu mengepalkan tanganku. Sebenarnya dadaku sudah sesak, sebenarnya juga aku ingin megap-megap. Tapi entahlah, aku jadi duduk di sini, layaknya tidak terjadi apa-apa.

"Dan satu-satunya alasan kuat kenapa mereka menyerang Luke adalah, mereka mengira Luke sebagai Calum. Karena, mereka berpikir orang yang biasa dekat kamu itu Calum," guru BK-ku melanjutkan lagi.

"Jadi ibu menyalahkan saya atas kematian Luke gitu?"

"Nggak Athena. Nggak, kamu nggak salah apa-apa, ibu cuman memberitahu kamu yang sebenarnya," Guru BK-ku menggenggam tanganku kemudian, "Athena saya tahu ini berat..."

"Ibu mungkin tahu ini berat, tapi sebenarnya ibu nggak tahu betapa beratnya ini untuk saya, menurut pandangan saya," Aku menekankan perkataanku di bagian akhir, suaraku bergetar dan sudah serak, air mata terkumpul di pelupuk mata, "Ibu nggak tahu kalo saya itu nggak cuman kehilangan temen, tapi saya kehilangan sahabat, saya kehilangan orang yang mendukung saya sepenuhnya, saya kehilangan memori, saya kehilangan semuanya bu."

"Athena..."

"Itu saja kan informasi yang ibu sampaikan? Saya pengen keluar, tugas saya masih banyak," Aku bangkit, tidak memandang ke arah guruku tersebut, atau Athlas, atau siapapun yang ada di situ. Aku mengusap hidungku kasar, lalu keluar dari ruangan itu. That damn fucking hell. Aku tidak mau lagi masuk ke ruangan tersebut. Kemudian aku merasakan tanganku yang ditarik, lalu dengan refleks aku berbalik menghadap ke arah yang berlawanan denganku, "Athena. Aku mau jelasin beberapa hal," Athlas berkata sambil menatapku di mata. Aku yang memiliki tinggi 10 cm dibawahnya, menatapnya sambil mendongak.

"Apa lagi?" tanyaku.

"Calum pantas dapetin apa yang Luke dapetin. Luke nggak seharusnya mati," katanya.

ethereal • cth ✔Where stories live. Discover now