epilog; berakhir, berawal

808 179 276
                                    

           

"Calum dapet beasiswa Ath, di Jerman," kata Delia, teman sekelas Calum, yang aku tahu adalah ketua kelas kelas Calum. Aku hanya mengedipkan mataku beberapa kali, lalu mengangguk tapi ragu. Delia tersenyum, lalu mengusap pundakku, "Lo tahu kan. He've been struggling on this whole senior year. He deserve everything that he wanted, right?"

"Ya," balasku lemah. Dia kemudian bertanya, "Gimana keadaan lo sama dia? Baik-baik aja kan? Soalnya gue denger lo udah...putus sama dia."

"We never been dating," balasku.

"Oh? Yang bener?" Delia tampaknya terkejut. Aku mengangguk, dia kemudian berkata lagi, "I'm sorry you know. I know this is really hard, but separating your way like this isn't good. Right?"

Aku mengangguk.

"Besok kita mau ngadain party kecil-kecilan. Ya, farewell party buat Calum. Cuman dia yang paling jauh sekolahnya diantara temen-temen sekelas, diantara kita," Deli berkata sambil tertawa kecil, "Lo boleh kok besok dateng. Dia pasti seneng banget kalo lo dateng. Kedatangan lo pasti bisa jadi hadiah terindah buat dia."

"Makasih, kira-kira besok jam berapa ya?"

"Anyway, besok lo dateng aja sekitar jam 10. Keberangkatannya sekitar jam setengah 12 kok. Nanti gue kabarin lo lagi," jawab Delia, "Btw, lo keterima Sastra Inggris UGM? Congrats ya."

"Makasih," balasku, "Kalo lo sendiri masuk mana?"

"HI, alhamdulillah keterima di UI," Delia tersenyum kepadaku. Kemudian dia menepuk pundakku dengan cepat, "Gue ketemu lo besok."

***

Aku melihat Calum di sana, berdiri dengan teman-temannya. Dia membawa beberapa koper, dan satu tas back-pack di punggungnya. Aku kemudian mencoba berjalan ke sana, hingga dia menabrakkan pandangannya ke pandanganku. Aku terdiam, membeku, tidak berani mendekat. Akhirnya dengan segela keberanian aku mendekatinya dan berkata, "Hai, Calum."

Calum dengan segera menghampiriku dan memelukku, aku membalas pelukannya. Aku terdiam saat aku merasakan kedua tangannya membungkus tubuhku dengan sempurna. Kemudian dia melepaskannya.

Tidak ada percakapan di antara kita.

"Saya mau berangkat," katanya.

"Iya, saya tahu," balasku. Dia kemudian mengangkat tangannya, lalu menunjukkan telapak tangannya, "Saya, udah tunangan, Ath."

Aku melihat sebuah cincin melingkar di jari manisnya.

Aku benar-benar terkejut.

"Kamu, udah tunangan?" tanyaku dengan sedikit terbata.

"Ya," Dia tidak menatap mataku, "Namanya, Nia Lovelis."

Aku kemudian mengangguk. Maksudku, sudah setahun aku tidak bersamanya. Tidak berbicara ataupun bertukar kabar. Baguslah. Dia sudah menemukan penggantiku. Lagi pula, aku juga sudah menemukan penggantinya. Corbyn Besson. Sekarang dia juga menjadi teman dekatku atau bisa dibilang pacar. Aku kemudian bertanya, "Mana tunangan kamu?"

"Udah pergi, tadi, dia ada kelas soalnya," jawab Calum.

Aku mengangguk.

Hingga suara wanita dari pengeras suara menyuruh Calum untuk segera masuk ke gate. Dia kemudian berkata sambil tersenyum, "Kita ketemu lagi ya? 4 tahun lagi?"

Aku mengangguk.

Dia menyeret kopernya dan kemudian pandangannya menjauh.

Tiba-tiba, seorang perempuan, yang tingginya setelingaku, memakai kaus hitam, celana pendek jeans, dan rambutnya pendek sebahu menghampiriku. Kemudian dia berkata, "Kamu Athena?"

"Ya, kamu sendiri?" tanyaku.

"Aku Nia Lovelis," Dia tersenyum, mengajakku bersalaman. Aku menerima jabatan tangannya, lalu dia melanjutkan, "Makasih udah dateng, by the way."

"Memang kenapa?"

"Kata Calum kamu itu yang udah bikin dia bahagia di SMA. Dan aku mau ngucapin makasih buat itu," katanya, "Ya meskipun kamu tahu kita udah tunangan."

"Udah berapa lama?"

"Satu tahun," katanya, "Aku masuk kuliah, kita tunangan. Waktu dia kelas 12. Tapi meskipun begitu kita umurnya sama kok."

"Oh, semoga langgeng sampai pernikahan ya," kataku.

"Amiin, makasih. Kamu juga sama si dia," balasnya.

"Amiin, makasih juga," balasku.

"Mama kamu nelpon," Corbyn berkata saat keheningan menjalar di antara aku dan Nia. Aku kemudian mengangguk dan berkata kepada Nia, "Aku pulang dulu ya?"

"Ya, makasih udah dateng," katanya.

Aku mengangguk.

Aku kemudian berjalan menuju ke parkiran. Semua kenangan manis dan pahit tentangku dan Calum terputar bagai film lama di benakku. Mengetahuinya sudah memiliki pengganti membuat merasa aneh. Aku tidak tahu rasa apa ini, tapi aku menganggap hari ini adalah sebuah perpisahan bagiku dan Calum. Di bandara ini, pukul ini, detik ini, aku sudah melepaskannya. Kemudian aku berkata ke Corbyn,

"Babe, kita ke pergi ke makamnya Luke bisa?"

"Bisa," Corbyn tersenyum, lalu mencium pipiku, "everything for my babe."

Aku tersenyum.
































ETHEREAL // CTH

S E L E S A I

13 JUNI 2018

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 27, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ethereal • cth ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang