8; SSS (1)

1K 204 136
                                    

Mendengar perkataan Calum, Athena merasa ada yang aneh. Athena merasa...sangat ingin hancur. Seolah-olah badannya tak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu lagi. Rasanya, disentuh sedikit saja Athena sudah hancur berkeping-keping. Pikiran Athena kosong, hanya diisi oleh pertanyaan, kenapa? Dan, kenapa?

Kenapa harus saya Calum? Batin Athena, Kenapa harus saya, yang menjadi pilihan kedua? Kenapa harus saya, yang belum siap untuk meninggalkan kamu dengan dia?

Athena hanya mengulanginya kata demi kata. Tiba-tiba, dia merasa benci. Tiba-tiba dia merasa tak berguna. Satu persatu air matanya jatuh, mata anggunnya tak dapat membendung air itu keluar. Athena hanya menatap lurus ke depan, napasnya berat, tangannya mencengkeram erat seprai kasurnya. Lalu dia mencoba berbaring, masih dengan tangisan yang belum kering.

Dia berbaring ke kanan, lalu mengambil ponsel yang tergeletak di meja nakas sebelah tempat tidurnya. Ia kemudian membuka folder foto. Di sana, ada fotonya dengan Calum memakan gula-gula kapas, tersenyum ke arah kamera. Bahagia, sepertinya. Lalu Athena teringat bahwa tadi, Calum bercerita mengenai orang yang pernah dia cintai, yang mungkin masih ia cintai. Athena tahu, untuk seusianya yang masih sangat muda, perasaan dan permainan hati seperti ini bukan hal yang seharusnya terjadi dan dijalani oleh gadis 16 tahun sepertinya.

Kepalanya terasa berat, matanya sudah benar-benar sembap, maka Athena memutuskan untuk tidur. Dengan headset terpasang di telinganya, lagu-lagu Imagine Dragons dan Fall Out Boy terdengar dari sana. Ia mencoba untuk menjernihkan pikirannya, untuk besok.

Oh, ya, bagaimana dengan Calum?

Calum mencoba mengirimkan pesan kepada gadis yang mencuri hatinya itu. Tapi Calum seakan tidak punya keberanian. For now, he's just being a coward. Beberapa kali Calum mengacak-acak rambutnya frustasi. Otaknya seakan kehilangan ingatan tentang bagaimana cara meminta maaf. Calum tahu, ini bukan satu-satunya efek saat Calum berhubungan dengan Athena.

Faktanya, Calum sudah memperhatikan Athena mulai dari kelas 10.

Saat itu, Athena sedang duduk diam di bawah pohon dekat laboratorium. Calum memperhatikan Athena dari atas, saat sendirian. Athena sedang bermain biola di sana. Suasana sekolah saat itu sedang sepi, semua ekstrakurikuler hari itu hanya ada di dalam ruangan. Calum masih memperhatikan Athena dengan seksama. Alunan demi alunan terdengar, membuat Calum kagum. Cara Athena memainkan biola menurut Calum sangat baik.

Tiba-tiba Athena berhenti. Dia lupa nada selanjutnya. Sontak saja, Calum tersenyum, melihat tingkah lucu Athena. Setelah itu, Athena tidak pernah terlihat lagi.

Bukan-bukan. Bukan karena Athena ditelan bumi, namun Calum tidak pernah melihat Athena, lagi.

Saat ulang tahun sekolah, Athena menjadi peserta lomba baca puisi. Saat itu Calum berada di luar ruangan ruang Jurnalistik, tempat di mana lomba baca puisi diselenggarakan. Ia dan Michael sedang makan di sana. Saat giliran Athena, mata Calum tertuju pada sang gadis, memperhatikan setiap gerak. Pembacaan Athena yang penuh penghayatan diakui Calum begitu bagus, tak heran Athena mendapat juara kedua.

Saat itu, hujan deras. Calum menunggu hujan reda untuk pulang ke rumah. Akhirnya dia menunggu di pos satpam. Athena berada di sebelahnya membaca buku. Calum pun tidak mau melewatkan kesempatan, maka dia bertanya, "Nunggu jemputan?"

"Ya," jawab Athena tanpa menoleh ke Calum.

"Hujannya deres, ya?" tanya Calum lagi.

"Iya, tumben," balasnya Athena.

"Kamu kelas 10?"

"Iya."

"Apa kabar?"

Pernyataan bodoh memang, tapi Athena masih menjawab dengan senang hati. Itung-itung sudah bercakap-cakap dengan orang yang sudah membuatnya penasaran. Tiba-tiba, Athena pergi dengan seorang laki-laki, yang membuat Calum terkejut bukan main.

ethereal • cth ✔Where stories live. Discover now