Love In Silent-4

455 28 5
                                    

Ray POV

"Yan!! Ikut gue yuk." ajakku.

"Kemana sih Ray? Gue lagi seru nih." Balasnya dengan tetap menatap handphone miliknya.

"Hihh kalo diajak ngomong itu liat orangnya!!" tambahku sambil merebut ponsel miliknya.

"Ihh apaan sih!! Udah sana sendiri cape gue! Ganggu aja bisanya."

Aku tak bergeming.

Bagiku, kata-kata nya tadi sangat menusuk. Seakan-akan aku tak pernah berguna dan berarti dalam hidupnya.

Padahal aku selalu ada untuknya. Bahkan saat semua orang pergi meninggalkan dia seorang diri. Tapi apa balasannya? Dia malah bersikap seperti itu.

Andai dia seperti Adit,pasti aku akan selalu tersenyum bahagia tanpa kesedihan yang tersisa.

"San, Fy.. Gue mau curhat." rengek ku pada kedua curut di depanku.

"Curhat aja!! Kenapa lagi si Ryan?" ucap Sandra sambil memutar malas bola matanya.

"Dia tuh kenapa sih San. Padahal gue cuma minta temenin ke kantin, tapi dia malah marah-marah. Kan kesel. Lo tau gak dia itu mencurigakan tau. Sehari baik,  perhatian tapi liat sekarang!! Dia malah kayak gitu. Gue cape San!!" ucapku panjang lebar.

"Ya, positif aja lah Ray. Mungkin dia lagi sibuk gitu mangkannya dia gamau nurutin lo." sahut Ify.

"Ya tapi gak gitu juga kali.. " Balasku.

"Udah ngomelnya? Lo tau gak Ray, lo itu cuma dimanfaatin sama Ryan. Kalo ada tugas atao butuh bantuan lo dia pasti sok perhatian kan sama lo? Tapi kenyataannya gak kayak gtu Ray."
Sandra menyahut.

"Lo sadar dong Ray. Lo cuma dimanfaatin aja!! Dan lo gak lebih dari itu. Mangkannya jangan mau sama Ryan, Ray." tambah Sandra.

"Ta... Tapi dia kemarin itu sayang banget sama gue San. Sumpah dia perhatian banget. Beda sama sek.."

"Beda? Berarti lo cuma dibutuhkan aja. Lo koreksi deh dia kemarin butuh apa sama lo?" Potong Sandra.

"Gue gatau. Yang jelas kemarin dia itu bilang mau beliin boneka buat yang spesial. Tapi gue gatau dia siapa." balasku.

"Yaudah pokoknya lo ati² aja. Jangan sampe lo kena tipu. Jangan sampe lo baper Ray. Kita cuma kasian sama lo, sama perasaan yang lo pendem." Tambah Ify.

"Iya iya." dalam hati aku sangat bimbang.

Aku memegang dadaku yang sedikit sesak. Inginku menangis rasanya saat mendengar ucapan sahabat-sahabatku.

Aku tak tau harus bagaimana lagi. Semakin aku menjauh darinya semakin besar juga perasaan itu. Jadi, bagiku menjauhinya itu sama saja.

Sama-sama tidak membawa perubahan.

Author POV

Ray yang sedang bingung mencoba untuk menenangkan dirinya. Dia berlari ke taman belakang sekolahnya.

"Duh enak ya disini suasananya adem dan tenang, yeyy." ucapnya.

Tanpa ia sadari ada dua suara yang sedang mengganggu ketenangannya. Dia melirik ke belakangnya.

Matanya membulat sempurnya.
Mulutnya menganga bak kuda nil yang sedang berkubang.

Dia terkejut.

"Hey.. Udah kasian tau."

"Heii... Denger gak sih."

"Kamu manusia bukan sih?" ucapnya sambil berusaha menghentikan Gak perkelahian dua anak itu.

Laki-laki itu menatap tajam ke arah gadis mungil yang berupaya menghentikan aksinya.

Ray. Dia menyeret tangan Ray dan membawanya pergi dari tempat Itu. Laki-laki itu juga meninggalkan anak yang tadi dipukulinya.

Dia tak peduli bagaimana keadaan anak itu. Padahal jelas-jelas tadi dia babak belur.

"Mau lo apa?" Tanya laki-laki itu.
"Woy budek mau lo apa kayak tadi!! " Bentaknya.

"Gue mau lo jadi cowok baik-baik gak kayak tadi!!" jawab Ray.

"Lo gak kasian apa sama cowok tadi? Dia itu gak berdaya. Sedangkan elo? Lo lebih kuat dari dia." tambah Ray.

"Eh terserah gue ya. Emang lo siapa ngatur-ngatur? Ini hidup gue." Balas Rexy.

"Tapi hidup lo menyangkut orang lain juga. Ah udahlah debatnya dilanjutin nanti aja. Kelas gue udah masuk tuh!!"
ucap Ray sambil berjalan menjauh dari Rexy.

Bukannya malah berjalan lancar Ray malah menabrak pohon didepannya karena antusias berjalan.

"Aduh.. Sakitt.. " Ucapnya seraya menerima uluran tangan entah dari siapa itu.

Setelah kembali dari rasa sakit dan malunya karena dilihat orang-orang, dia kembali melotot. Dia sangat terkejut. Ternyata yang menolong dia adalah Si Trouble maker.

"Mangkannya kalo jalan dipake matanya." ucapnya dingin.

"Ngapain lo nolongin gue? Lo kan batu." Balas Ray.

"Oh gamau ditolong yaudah." balas Rexy sambil mendorong kembali tubuh mungil Ray sehingga dia kembali terduduk seperti tadi.

"Aduhh bokongkuu.. Sikut ku..
Dasar batu! Awas aja ya lo!! " Ucap Ray sambil menyumpahi Rexy.

Ray berjalan sangat pelan. Langkahnya semakin gontai. Bahkan tubuhnya seakan mau tumbang. Sudah menabrak pohon,eh malah di jatuhin lagi sama Rexy.

Sungguh malang nasib Ray saat ini.

Rexy POV

Cewek tadi gimana ya? Dia pasti sakit banget karena gue dorong lagi. Ah kasian. Eh ngapain juga kasian dia kan tolol banget.

Udah baik gue tolongin eh malah gitu. Dasar!

Oh ya namanya tadi Natasha bukan ya? Kayaknya sih iya. Eh bukannya dia cewek yang pulang sama si cupu kemarin? Ok gue tanya si cupu aja.

Pikirku dalam diam.

"He cupu sini lo!!" Panggil Rexy pada Adit.

"Woy budek apa lo? Dipanggil malah lari!! " tambah ku sambil menyelaraskan langkah kakinya mengikuti langkah kaki Adit.

"Ada ap.. Apa? " balas Adit gugup.

"Gue mau tanya. Apa hubungan lo sama Natasha?"

"Natasha siapa?"

"Halah gausa pura-pura gatau deh. Lo kan biasanya pulang bareng dia." Ucapku datar.

"Oh Ray. Nama panggilannya Ray. Dia sahabat gue." balas Adit.

"Oh kelas apa?"

"12 IPA 2."

"Oh oke."

"Lo mau apa Rex? Jangan sakiti sahabat gue. Dia itu baik banget. Pliss kalo lo mau nyakitin orang, sakitin gue aja. Jangan Natasha. Dia sahabat terbaik gue."
Tambah Adit.

"Ya, gimana ya? Gue lagi gak mood nyakitin lo, jadi gue nyakitin Natasha aja." balasku enteng.

Tak kusangka dia tiba-tiba berlutut di depanku. Tangannya disatukan seperti memohon sesuatu yang sangat berharga.

Aku sangat terkejut. Ak bahkan tidak menyangka si Cupu bisa seperti ini bila menyangkut gadis bernama Natasha itu.

Apa istimewanya dia? Segitu berharganya dia.

Bahkan aku saja belum pernah mempunyai sahabat. Bagiku, aku tidak perlu orang lain untuk hidup. Walaupun aku juga makhluk sosial.

Bagiku mereka hanya sekelompok manusia yang datang saat membutuhkan saja. Selebihnya dilupakan.

*****

Love In Silent(END)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora