Love In Silent-24

178 6 0
                                    

Jika tangan ku tidak ditakdirkan untuk menggenggam tanganmu, maka biarkan hati yang berbicara tentang sebuah rasa yang tertulis dalam penantian panjangku.

-Natasha Ray-

---------------------------------------------------


Author POV

Seorang gadis berambut panjang dengan pakaian serba ketat mendekat ke sebuah ruangan khusus pasien gawat darurat. Beberapa tatap mata tertuju padanya karena tubuh indahnya terekspos begitu saja.

"Dokter, dimana pasien bernama Rexy Alexandro? Kenapa dia tak ada di ruangannya?" Ucap gadis itu.

"Maaf nona, pasien atas nama Rexy alexandro sudah dipindahkan ke rumah sakit lain." Balas seorang dokter yang sedang membersihkan ruangan.

"Kenapa? Sejak kapan dipindahkan?"

"Aku tidak tau pasti nona. Tetapi pihak keluarga melarang untuk memberitahukan kepada yang lain."

"Aku akan memberimu apapun yang kau inginkan asal kau mau memberi tahu rumah sakit tempat Rexy di rawat." Ucap Luna dengan nada sarkasme.

Dokter tersebut tersenyum sinis. Seakan diberikan kesempatan emas yang tak akan disia-siakan nya. Dokter muda tersebut melangkah maju mendekati Luna.

"Aku mau dirimu,nona." Ucap dokter tersebut sambil memberi isyarat kepada Luna.

Seakan mengerti yang di isyaratkan dokter tersebut, Luna menyodorkan kartu namanya entah untuk apa itu tak ada yang tau.

******

Pukul 15.00

Ray tersenyum sambil melirik jam tangannya. Gadis itu berjalan memasuki area rumah sakit executive setelah menyelesaikan tugas nya di kantor property milik keluarga nya.

Langkah kakinya berhenti tepat di ruangan bertuliskan B-16 itu. Dengan hati-hati dia membuka pintu ruangan yang sunyi. Hanya ada seorang dokter dan dua suster yang sedang memeriksa keadaan pasien.

"Sore dokter." Sapa Gadis cantik itu disertai senyuman terbaiknya.

"Sore Ray. Apa kabar kau? Bagaimana pekerjaan mu di sana?" Balas sang dokter yang tak lain adalah sepupunya sendiri, Meghan.

"Hmm aku baik Meghan. Hanya saja kau tau pikiranku saat ini." Ucap Ray dengan nada melemah.

"Jangan seperti itu Ray. Wajah cantik mu terlihat makin tua jika seperti itu. Ayo tersenyum lah. Mungkin dua sampai tiga hari lagi Rexy akan sadar dari koma nya."

"Tapi ini sudah terhitung hampir 2 bulan Rexy koma. Lalu apakah dia masih bisa diselamatkan Megh?"

"Tentu saja bisa. Keajaiban akan selalu terjadi karena cinta Ray. Percayalah padaku. Kau hanya perlu berdoa untuk Rexy, agar Tuhan memberi nya kekuatan untuk bertahan."

"Selalu, Megh. Aku selalu mendoakan nya."

Dokter Meghan tersenyum simpul dan mengelus sisi wajah Ray lalu keluar ruangan dan meninggalkan Ray berdua dengan Rexy nya.

Ray mendekatkan tubuhnya ke ranjang Rexy. Dia menatap wajah pucat pasi Rexy. Wajah manis yang biasanya menguatkan dirinya. Wajahnya yang damai namun tegar penuh kekuatan saat melindungi Ray.

Ray mengusap air matanya yang turun membasahi pipinya. Dia tersenyum miris menatap Rexy yang hanya dapat berbaring di ranjang sambil terpejam.

"Hai T-rex, ini aku. Kenapa kau tak mau bangun heh? Apa kau tak merindukan aku? Kau tau, di sini aku dan yang lainnya merindukan mu. Aku ingin kau bangun dan menemui ku. Aku ingin kita mengulang masa indah kita di SMA bersama dengan Adit dan teman-teman lainnya. Oh iya kemarin Adit kemari, dia menangis di samping mu. Katanya dia sangat merindukan mu. Apa kau tidak berniat untuk mengejek kecengengan nya? Hiks hiks.. apa kau juga masih marah padaku T-rex? Hingga untuk menatap mataku saja kau tak mau hikss.. maaf kan aku T-rex. Hiks hikss.."

Ray terus saja menangis tersedu-sedu dan menyesali apa yang terjadi. Gadis itu bahkan sampai tak menyadari jika Rexy yang masih tertutup matanya, kini mulai menitikkan air mata membasahi bantalnya.

Mungkin Rexy juga merasakan sakit yang luar biasa. Sakit karena kecelakaan itu memang berangsur membaik,tetapi sakit karena mendengar Ray nya menangis mungkin tak akan bisa sembuh kecuali jika dia bangun.

Kini semua hanya ada di tangan Tuhan. Ray juga tak tau bagaimana kehidupan nya dengan Rexy kedepannya. Yang dia tau, dia hanya akan berusaha menjaga Rexy dan mencintai nya sepenuh hatinya.

"Rexy, jika tangan mu tak mampu menggenggam tangan ku lagi, biarkan aku yang menggenggam tangan mu. Jika mata mu tak mampu menatap ku lagi, biarkan aku yang menatap mu walau tanpa balasan dari mu."

"Mungkin aku tak mampu mengatakan berapa besar rasa ini, tapi percayalah jika aku sangat menyayangi mu. Jadi ku mohon, bangunlah. Jika tidak untuk ku, setidaknya untuk kakak mu. Hidupnya hancur melihatmu seperti ini."

Ray tersenyum tipis lalu menghapus sisa air matanya. Dia mengecup kening Rexy penuh kasih sayang lalu melangkah keluar ruangan dan meninggalkan Rexy yang masih mengalirkan air matanya tanpa dapat berkata apapun maupun membuka matanya.

******

Seorang gadis bertubuh polos tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya membuka matanya menatap hening nya malam yang kelam.

Gadis itu merasakan pegal di badannya terutama di daerah intim nya karena semalam suntuk di hajar oleh dokter muda yang bejat itu. Bodohnya dia mau melakukan itu hanya karena ingin mengetahui dimana lelaki tampan yang selalu mengisi relung hati nya.

Luna berjalan sempoyongan memunguti pakaiannya yang tercecer di lantai. Gadis itu kemudian berjalan pelan keluar dari apartemen milik dokter itu.

Sebelum pergi, dia masih sempat menatap wajah tampan dokter Ferdinand yang masih tertidur pulas dengan selimut tebalnya. Gadis itu memeluk dirinya sendiri saat mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.

Dia menenteng high heels merah nya. Masih sama seperti tadi, pakaian ketat khas wanita malam itu masih melekat di tubuhnya.

Saat ini pukul 2 lewat 15 menit, dini hari. Luna menatap bingung ke arah jalanan beraspal yang dingin. Akan kemana dia pergi? Dia tak membawa mobil dan bahkan dia tak tahu akan kemana.

Mungkin dia akan pulang saja ke apartemen miliknya.

Gadis itu sudah biasa menjadi wanita malam. Tetapi kejadian beberapa jam yang lalu membuatnya teringat akan suatu hal yang menyakiti nya seperti dulu. Saat dia menjadi gadis polos yang kemudian menjadi seorang bitch.

Semua punya alasan. Dan gadis itu ingin menutupi semuanya. Dan mengubur kenangan lamanya dalam dalam. Karena baginya kenangan buruk itu hanya akan menyakitinya dan membuka guratan kecil di hatinya.

Dengan menghapus air matanya, gadis itu terus berjalan menyusuri jalanan kota yang dingin. Dia tak menyadari bahwa dia sedang mengalami pendarahan hebat.

Hingga akhirnya...

Brukk....

Tubuhnya ambruk di tepi jalan yang dingin dan udara malam yang menusuk. Semua orang tak tau rasanya. Bahkan air matanya yang masih mengalirpun tertutupi oleh dinginnya malam yang dirasakan gadis itu.

Love In Silent(END)Where stories live. Discover now