Love In Silent-6

367 24 1
                                    

Author POV

Ryan berjalan seorang diri menuju parkiran sekolahnya. Dia berfikir keras mencermati setiap penekanan dalam kata-kata Sandra. Dia tak menyangka sesuatu yang menurutnya hanya lelucon menjadi sesuatu yang bermasalah.

Dan pada intinya dia tidak ingin menyakiti sahabatnya,Ray. Baginya, Ray adalah seseorang yang selalu ingin dilindunginya.

Dia menghela nafas kasar. Tanganya naik untuk mengusap kasar wajahnya. Dia meruntuki dirinya sendiri. Kenapa dia bisa membiarkan kata-kata pedas itu menghujani sahabatnya?

Bodoh. Hanya kata itu yang pantas untuk dirinya.

Ray POV

"Ray,tunggu!!"
"Ray please."

Ucap Ryan sambil berlari mengikuti langkah kakiku

"Gue mohon maafin gue Ray. Gue sadar gue salah Dan gak pantes jadi sahabat lo tapi-," Ucapku tersenggal-senggal Karena berlari.

"Tapi kasih gue kesempatan buat jadi sahabat yang baik Ray."
Sambung Ryan.

"Iya gue maafin tapi jangan  diulangi lagi ya." Balasku

Maapin Ray ya Sandra. Kali ini hati Ray berkata lain.
Batinku-.

Aku berjalan menjauh dari Ryan. Tapi  seperti biasa dia selalu membuat tubuhku menegang. Dia meraih tangan kananku Dan menggenggamnya.

"Ayo gue anterin pulang. Kita kan tetanggaan. Gausa nolak. Gue ga suka." Ucap Ryan tanpa melepas genggaman nya.

"Lepasin. Gue bisa jalan sendiri." ucapku.

Dia melepas genggaman nya dan berjalan didepanku. Aku hanya mengekorinya saja. Aku sedang malas dekat dengannya saat ini.

"Eh nats!!"

"Eh elo yan. Mau pulang ya? Gue nebeng dong." balas Natalie yang berjalan mendekat ke arahku dan Ryan.

"Sory nat gue udah mau barengin si Ray." balas Ryan dengan raut sedih.

Sementara Natalie hanya melirik ke arah ku dan menatap ku sinis. Aku bersusah payah menengguk salivaku.

Lalu beberapa saat kemudian suaraku memecahkan keheningan diantara kami.

"Ehemm. Lo pulang bareng Natalie aja yan. Gue mau ke toko buku dulu ada yang harus dibeli." ucapku.

"Beneran nih? Terus lo pulangnya gimana?" balas Ryan.

"Gue rasa gojek masih belum punah kok yan." Tambahku sambil menyeringai.

"Yauda gue anter Natalie ya. Ayo nats naik." jawab Ryan

Padahal di dalam hatiku yang paling dalam sedalam palung yang terdalam, aku tak mengharapkan jawaban semacam itu.

Aku ingin Ryan menolak tawaran ku dan tetap mengantrku. Tapi seperti nya itu hanya harapan ku saja ya? Berbeda dengan kata hati Ryan.

Aku memang bodoh. Bisa-bisanya aku berfikir seperti Itu.

"Eh cewe cups,apa kabar pantat sama siku lo?" tiba-tiba saja seorang manusia tak berakal menyapaku.

"Apaan sih,gaje. Eh gue butuh bantuan lo nih. " balasku menatap manusia itu.

Dia menepikan motor birunya ke sisi jalan raya dan menatapku intens.

"Bantuan apa?"

"Anterin gue pulang ya. Rumah gue ga jauh dari sini kok." sambungku.

"Ya kali gue ngajak lo naik si Melon. Bisa-bisa dia tercemar virus bego lo nanti." balas Rexy,yang aku tau dia hanyalah laki-laki menyebalkan dari kelas 12 IPA 3.

"Kata lo tadi rumah lo ga jauh dari sini kan? Yaudah jalan aja. Ga bakalan copot kok itu kaki." Tambahnya.

"Lo itu ya gaada baik-baiknya jadi cowo gue sumpahin di tabok orang ga punya tangan lo!!" Ucapku sambil menyumpahi Rexy yang kembali menaiki motornya dan menjauh.

"Bodo amat! "Balasnya.

"Punya idup gini amat sih. Udah wajah buluk,dandanan selalu acak kadul,mulut gaada rem nya,doi dan duit ngejauh. Ashh" aku mengacak rambut ku frustasi.

Aku merebahkan tubuhku di kasur mungilku. Tubuhku sangat lelah hari ini. Aku harus berjalan pulang pergi. Ditambah lagi mood ku yang menjadi serpihan kecil.

Ahh.

"Ray,bunda boleh masuk?" tanya Bundaku.

"Pintunya ga dikunci bunda. Masuk aja."
"Ada apa bun?"

"Bunda mau tanya. Kamu kan bentar lagi lulus SMA terus ayah,  bunda kan,-"

"Ayah,bunda gabisa biayai aku kuliah kan?" aku menghela nafas berat lalu meraih dan menggenggam tangan bunda.

"Bun,udah aku bilang berapa kali. Bunda dan ayah gausa mikirin biaya aku. Soal itu aku udah dapat beasiswa kok bun. Lagi pula soal kelanjutan biaya nya aku bisa cari sendiri, setelah lulus SMA ini."

"Ray, maafin ayah dan bunda ya. Coba aja bunda bisa kerja keras dan ayah kamu bukan kurir surat biasa pasti kamu ga akan kayak gini. Hu.. Hu.. Hu" Ucap bunda sambil menitik kan air matanya.

"Bunda dan ayah gak salah kok. Yang salah itu Ray, soalnya selalu nyusahin orang tua. Coba aja Ray bisa kerja sendiri. Pasti ga akan kaya gini kan jadinya." balasku sambil memeluk erat tubuh lunglai bunda.

Aku tahu benar tanggungan hidup ayah dan bunda sangatlah kelewat banyak. Biaya sekolahku,hutang hutang ayah, belum lagi menabung untuk bang athaya.

Oh ya Athaya,aku malas membahasnya. Athaya adalah kakak laki-laki ku yang berusia 5 tahun di atasku.

Tapi dia bukan kakak dan juga anak yang baik. Jika mengingat kejadian itu,aku sangat membenci dirinya.

Sangat. Athaya Febrio Alfahreza.

Love In Silent(END)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt