Love In Silent-18

202 6 0
                                    

Author POV

Gadis bertubuh kecil itu berlari menyusuri jalanan di kompleks elit tempatnya tinggal. Dia tersenyum manis saat melihat anak-anak yang suka bermain ditaman.

Dia jadi teringat akan memori nya di masa lalu.

Flashback On_

"Raya, ayo kejar aku ayo."

Brakk..

"aduh. Sakit. Mama. Huhuhu."

Gadis kecil dengan pita merah yang dipakainya itu menangis terduduk di tepi taman.

Dia mengadu kesakitan saat melihat kakinya yang mengeluarkan darah dan tergores aspal jalanan.

Seorang anak laki-laki berpakaian polos dengan celana pendek selutut menghampiri nya dengan seyuman dan mengulurkan tangannya.

"Raya jangan cengeng ya. Nanti kalau cengeng Raya gak dapet teman. Ayo berdiri."

Dengan senang hati gadis itu tersenyum riang dan menghapus air matanya. Merekapun dengan semangat kembali ke rumah walaupun dengan luka di kaki si gadis.

Flashback off_

Ray menggelengkan kepalanya beberapa kali saat mengingat memori itu. Dimanapun dan kapanpun, dia selalu mengingat kenangan nya dengan Ryan. Dia bahkan belum tau benar, apakah yang harus dilakukannya.

Dia harus memilih siapa? Rexy yang tulus menyayangi nya atau Ryan yang masih penuh dengan tanda tanya?

Gadis dengan kuncir kuda itu tersentak kaget saat seseorang tiba-tiba menarik kuncirannya hingga rambutnya yang panjang terurai dengan bebasnya.

Manik matanya beradu. Bersamaan dengan rasa yang selalu muncul dalam pikiran. Rasa yang mampu dirasakan namun tidak untuk diutarakan. Rasa yang selalu terpendam karena ego dan rasa sakit.

"Apaan sih narik-narik?"

"Gue mau ngomong sama lo Ray. Please kasih gue satu kesempatan lagi. Gue mau ngomong apa yang seharusnya gue omongin sejak dulu." ucapnya.

Ray hanya pasrah dan mengikuti arah kemana perginya lelaki itu. Dia sudah lelah menghindar dan membuang cintanya jauh-jauh karena sejauh apa dia berusaha melupakan Ryan,tetap saja bayangan nya masih terukir jelas dalam lamunan maupun kenyataan nya.

"Ray.. Seandainya nyokap lo sekarat dan minta satu permintaan,apa lo bakal nolak permintaan itu?" tanya Ryan.

"Hmm.. Kenapa nanya gitu? Katanya mau ngomong. Kok malah muter-muter ga jelas." balas Ray.

"Lo cukup jawab apa yang gue tanyain Ray."

"Hmm.. Yaudahlah. Pasti gue turutin sih. Karena itu bisa jadi permintaan terakhir nyokap kan? "

"Ya,itu juga yang gue rasain selama ini. Nyokap gue kena kanker otak Ray. Dia sering lupa apa aja. Dia bahkan lupa kalau gue punya pendapat sendiri buat nentuin masa depan gue."

"Tante Dira? Tante Dira kena kanker? Gimana keadaan nya sekarang yan?"

"Tunggu dulu Ray. Gue belum selesai. Mama gue minta supaya gue dan Natalie segera menikah. Dan kita bertunangan di Singapura. Tapi itu semua batal Ray karena penyakit mama tiba-tiba kambuh sebelum acara dimulai."

"Akhirnya,gue kembali ke Indonesia untuk perawatan medis mama. Tapi-,"

"Ta-tapi apa Yan? Tapi apa?"

"Tapi sayang. Mama gak tertolong waktu perjalanan ke Indonesia."

Tesss..

Air mata bercucuran begitu saja dari mata Ray. Gadis itu menangis sesenggukan mengingat apa yang diucapkan Ryan. Jadi selama ini ada alasan dibalik keputusan Ryan.

Jadi selama ini Ryan memendam rasa sakitnya sendirian tanpa dukungan dari sahabat nya. Sahabat macam apa Ray ini? Dia bahkan tidak tau menau tentang penyakit mamanya Ryan dan tidak peduli dengan kondisi Ryan.

Andai saat itu Ray mau mendengarkan penjelasan Ryan, pasti Ray bisa menatap mama sahabatnya itu sebelum beliau pergi. Wajah damai dengan tatapan sendunya yang selalu bisa menenangkan Ray dulu.

Ryan berusaha menenangkan gadis itu. Dia memeluk tubuh mungil Ray yang sudah luluh lantah di atas rerumputan yang hijau dan dingin.

"Maafin gue yan, maaf. Seandainya aja gue gak keras kepala dan gak nurutin ego gue, mungkin gue masih bisa ngeliat tante Dira buat yang terakhir kalinya. Maaf. Maafin gue. Gue gak becus jadi sahabat lo. Gue gak pantes Yan. Hiks Hiks."

"Udahlah Ray. Yang lalu biarlah berlalu. Pokoknya sekarang gue udah bisa njelasin kesalahpahaman diantara kita Ray. Gue gak pernah sedikitpun bermaksud buat nyakitin perasaan lo,apalagi sampe buat lo nangis. Seharusnya gue yang minta maaf." balas Ryan sembari mengusap pipi sahabatnya itu.

"Jangan cengeng Raya. Nanti kalau lo cengeng, lo gak dapet teman." ucap Ryan sambil tersenyum simpul.

Ray jadi teringat kenangan masa kecilnya bersama Ryan. Setiap Ray menangis,maka Ryan akan menghibur nya dengan kalimat yang sama namun mampu membuat Ray berhenti menangis.

Ray terus tersenyum dan menghapus air matanya. Gadis itu bangkit dari tempatnya lalu mengambil karet kuncir yang dilepas paksa oleh Ryan.

"Sini biar gue aja yang nguncir. Lo kan gak pernah beres kalo nguncir." ucap Ryan.

Dengan senang hati gadis itu menyerahkan kuncirannya pada Ryan. Dulu, Ryan memang selalu menguncir rambut panjang Ray. Ryan biasa melakukan itu karena dia mempunyai seorang kakak perempuan yang selalu menyuruh nya menguncir rambut.

"Nah udah kan. Mau bubur ayam?"

"Mau mau. Laper banget gue." balas Ray antusias.

"Oke, kita balapan sampe tukang bubur depan kompleks. Siapa yang menang bakalan ditraktir sama yang kalah." ucap Ryan sambil berlari mendahului Ray.

"Eh onta Arab,lo curang tau!?! Eh berhenti gakk? Dasar curang."

"Kejar gue kejar gue kalo bisa sih Hahaha." ucap Ryan.

Ray POV

Aku memasuki rumah peninggalan ayahku. Baunya sangat wangi dan masih bersih. Semua barang nyapun masih tersusun rapi. Ray mulai membuka kamarnya yang masih sama persis. Dekorasi dan sprei berwarna senada. Warna biru yang tenang.

Aku meraih sebuah bingkai foto yang terdapat potret mungil dua anak kecil yang tersenyum manis. Seorang gadis kecil yang suka memakai pita merah di rambut panjangnya itu memeluk si anak laki-laki yang memakai kaos polos dengan celana pendek selutut.

"Ryan, sini deh yan."

"Ada apaan Ray? Eh itukan foto kita pas masih kecil? Wah masih bagus ya." balas Ryan.

"Yaiyalah yan. Kan ini kamar gue. Dan apapun yang ada disini pasti jadi kenangan. Untung bang Athaya inisiatif nyewa orang buat bersihin dan jagain rumah ini."

"Sayang banget Ray. Masih bagus banget rumahnya,tapi gak dipake. Hmm.. Gue ada ide nih Ray. Tapi gak tau lo setuju apa enggak."

"Ide apaan yan?"

"Hmm.. Biar rumah ini tetap hidup, gimana kalau kita ngadain acara di rumah ini. Misalnya api unggun kek atau apa gitu yang seru."

"Wah ide bagus tuh. Tapi... Gue selalu inget ayah kalau ke rumah ini."

Balasku sambil menghela nafas gusar.

"Ray,Masa lalu itu sudah sewajarnya dijadikan kenangan dan pengalaman,bukan ancaman dan kesedihan. Ya, wajarlah kalau kamu masih kangen sama ayah, tapi jangan jadiin itu trauma kamu Ray."

Love In Silent(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang