Puasa Ngomong

2.4K 199 10
                                    

Ada istilah diam itu emas. Tapi kalau diam terus itu kebangeten

Malam hari, Auryn menjalani rutinitasnya. Duduk bersandar di kepala ranjang sambil chit-chat dengan dua pacarnya dan teman di grup kelas sambil menunggu upload vlog terbarunya. Lelah membalas chat itu, Auryn mengambil croissant yang tadi dibelikan Yohan. Gadis itu memakan roti dengan cokelat yang begitu lembut itu dengan nikmat. Membuat mood-nya perlahan membaik.

"Auryn!!"

Panggilan keras itu membuat Auryn mengangkat wajah. Dia melihat sang Mama masuk dengan wajah mengeras. Sontak Auryn menegakkan tubuhnya. Merasa jika akan terjadi sesuatu.

"Kenapa, Ma?" tanya Auryn basa-basi.

Audrey duduk di samping anaknya lalu menatap Auryn saksama. "Kamu tadi nggak ikut praktikum?"

Pertanyaan itu membuat mata Auryn membulat. "Kok Mama tahu?" tanya gadis itu. Tak lama Auryn mengulas senyum. "Pasti bu Armin ngadu ke Mama ya?"

Emosi Audrey naik mendengar kata "ngadu" keluar dari bibir anaknya itu. Audrey tak suka dengan pemilihan kata itu. "Bukan ngadu, tapi memberi tahu," jelasnya dengan nada sedikit tinggi.

"Sama aja, Ma," kata Auryn lalu mulai bermain ponsel.

Tindakan Auryn yang tak acuh membuat Audrey tak bisa membendung emosinya. Dengan cepat Audrey merebut ponsel anaknya itu. "Auryn! Dengerin Mama ngomong!"

Bibir Auryn terbuka hendak menjawab ucapan Mamanya. Tapi melihat sang Mama menatapnya dengan mata sedikit lebar membuat Auryn menunduk. Dia sadar jika Mamanya sedang marah besar.

"Jadi bener kamu tadi nggak ikut praktikum?" tanya Audrey mengulang.

Auryn mengangguk lalu menunduk menatap kuku panjangnya yang tak tertutup kuteks.

"Kenapa? Nggak bawa kodok?"

"Pasti kan Mama udah tahu dari Bu Armin."

Audrey mengembuskan napas berat. Berhadapan dengan anak terakhirnya harus ekstra sabar. Seperti menghadapi Dean yang kadang kekanak-kanakan. "Mama mau denger penjelasan kamu!"

Sebenarnya Auryn enggan sekali mengulang cerita. Toh Mamanya juga sudah tahu kalau dia tak ikut praktikum karena tak membawa kodok. Tapi nada tegas Mamanya, membuat Auryn mau tak mau bercerita.

"Auryn lupa kalau ada tugas kelompok. Sebenernya temen sekelompok Auryn udah bawa kodok. Tapi dia nggak mau sekelompok sama Auryn bahkan ngadu ke Bu Armin," cerita gadis itu. "Jadi bukan salah Auryn!"

"Tentu salah kamu dong!"

Audrey merasa anaknya itu masih terbayang masa kecil, dimana tak mau salah dan disalahkan. Padahal Auryn sudah berusia tujuh belas tahun.

"Kok Mama belain dia sih? Kan yang anak Mama Auryn," protes gadis bercelana pendek itu.

"Nggak semua orangtua harus selalu membela anaknya. Tapi orangtua harus berada di sisi anaknya," jelas Audrey.

Auryn mengangguk saja. Tak sepenuhnya mengerti dengan ucapan mamanya itu.

"Kamu sebentar lagi delapan belas tahun, Ryn. Tinggalin pelan-pelan masa kecilmu. Jangan egois, akui kalau kamu salah," Audrey mulai menasihati anaknya yang super manja itu.

"Tapi kan Auryn nggak salah, Ma? Virgo aja yang songong!" kata Auryn sambil melipat kedua tangan di depan dada.

Audrey geleng-geleng. Kesal sendiri dengan anaknya yang tak mau mendengar ucapannya itu. Audrey bergeser mendekat lalu mengusap puncak kepala Auryn.

Puppy LoveNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ