Kembali Normal

122K 8.4K 190
                                    

Ken menghirup dalam aroma tubuh Araxi yang menyeruak ke indera penciumannya. Wanita itu terlelap di pangkuan Ken akibat lelah karena menangis.

"Tambah kecepatannya!" Perintah Ken kepada sang supir saat merasakan suhu tubuh Araxi kian memanas, wanita itu juga mulai menggigil sambil meracau ketakutan.

"Tolong lepaskan aku."
"Aku mohon jangan sakiti aku."
"Ken..."
"Tolong aku, aku... mohon..."

'Deg'

Ken menatap wajah Araxi yang bersandar di dadanya. Wanita meracau penuh kesedihan mendalam hingga ia menangis lagi.

Dengan lembut ibu jari Ken menghapus jejak-jejak air mata itu lalu mencium kening Araxi. Dan ajaibnya wanita itu berhenti menangis saat bibir Ken menyentuh dahinya.

"Aku tidak akan membiarkan siapa pun melukai bahkan menyentuhmu."

"Aku berjanji." Ucap Ken lalu memeluk tubuh Araxi yang sudah terbalut selimut tebal. Ken mencoba untuk menghangatkan tubuh wanita itu.

-

"Dia baik-baik saja, rasa trauma yang berlebih membuat dia stress dan suhu tubuhnya meningkat. Pergelangan kaki dan tangannya hanya sedikit membiru." Jelas dokter wanita itu.

"Tapi, ada baiknya jika kau menghubungi psikiater untuk rasa traumanya." Sambung dokter itu lagi. Ken menatap Araxi dalam. Bibirnya seolah terkunci sedari tadi. Setrauma itukah Araxi?

"Terima kasih, aku akan melakukan semua yang kau bilang. Aku juga sudah lama tidak mengunjungimu." Ucap Ken sambil menepuk pundak dokter itu.

"Aku sangat tersanjung jika rumahku kedatangan tamu seorang pria terpandang seperti anda, Yang Mulia." Canda dokter itu, yang langsung membuat raut wajah Ken berubah seketika.

Senyum simpul dokter mendadak pudar saat mengingat hal yang baru saja ia katakan.

Kebiasaan sahabatnya yang membuat dia menjadi beo untuk sahab.

"Maafkan aku, aku tidak bermaksud un-" ucapan dokter itu terhenti saat suasana disana mulai tak nyaman.

"Apa kau kembali teringat padanya saat melihat wajah Araxi?" Tanya Ken. Dokter itu tersenyum lirih lalu kembali menatap Araxi yang tergeletak lemah. Dengan tiba-tiba dokter itu terisak penuh kepedihan.

"Mereka sangatlah mirip, dan aku sangat berharap, kau mendekati wanita ini bukan untuk balas dendam. Karena dia bukan Lyse." ucap Dokter yang langsung membuat Ken menatapnya dengan tatapan sulit diartikan.

"Sudah seharusnya kau terbebas dari semua kenangan buruk itu. Mulailah hidup baru tanpa harus ada dendam disetiap langkahmu."

"Memulai hidup baru? Melupakan masa lalu dimana orang yang aku cintai dengan kejinya membunuh orang yang sangat aku sayangi?"

"Berbicara untuk melupakan memanglah semudah kau meludahi mayat orang yang paling kau benci." Desis Ken.

"Kalau begitu galilah! Teruslah menggali hingga kau menemukan semua bukti dari orang yang kau sayangi itu." Balas dokter itu.

-

"Jika dia sadar jangan lupa panggilkan suster." Perintah Ken kepada wanita berwajah kaku dan berpakaian serba hitam itu.

"Dan jangan lupa hubungi aku jika dia sudah sadar." Perintah Ken lagi yang langsung diangguki oleh wanita itu.

Ken melangkah pergi meninggalkan kamar Araxi lalu menaiki anak tangga menuju lantai 3 rumahnya.

Disalah satu lorong gelap nan sempit. Ada seorang penjaga pintu yang membungkuk hormat kepadanya. Ruangan rahasia yang dinamai 'black room', ruangan dimana hanya tiga pria yang tau.

Penjaga itu membukakan pintu dan Ken kembali melangkah masuk. Sean dan Deon sudah ada disana dengan raut wajah berbeda-beda.

"Bagaimana keadaan Tayana?" Tanya Ken khawatir lalu ikut duduk di sofa nyaman itu.

"Baik, tidak bisakah kau hanya memikirkan wanitamu saja." Jawab Sean ketus, Ken tertawa lalu memasang wajah imutnya.

"Ah, sepertinya seorang Sean William menjadi sangat pecemburu sekarang." Canda Ken bernada manja, lalu dengan tiba-tiba ekspresinya berubah kembali dingin.

Sean membelakkan matanya, apa dia kerasukan? Seumur hidupnya baru kali ini melihat Ken seperti itu.

Ken menatap Deon yang sedari tadi hanya diam.

"Bagaimana dengan ibumu?"

"Dia sudah di rawat, yang aku khawatirkan benar, kejiwaannya terganggu." Jawab Deon lalu menghela nafas frustasi.

'Cklek'

Pintu terbuka, Trey masuk lalu memberikan sebuah isyarat dan menunjukkan sebuah iPad.

"Lalu? Bagaimana dengan sampah-sampah ini?" Ujar Ken menunjukkan video keadaan kaki tangan June yang sudah sekarat. Deon hanya bungkam, pikirannya sedang kalut sekarang.

"Aku sudah berjanji dengan Tayana untuk tidak mengotori tanganku lagi, kau uruslah mereka. Dan jangan biarkan mereka lolos." Ucapnya kepada Ken.

Ken mengangkat sebelah alisnya lalu menyeringai, seolah berkata 'Well, sudah lama aku tidak berolahraga'.

"Kalian boleh lakukan yang kalian inginkan, aku tau otot-otot kalian sudah mulai kaku." Ucap Ken yang langsung di hadiahi senyuman misterius dari Trey.

Deon dan Sean menatap senyuman Trey kaget. Tangan kanan Ken yang memiliki sifat sebelas duabelas dari Ken itu tersenyum!

Sean menatap Deon yang masih menganga tak percaya, lalu Deon ikut membalas tatapan Sean.

"Aku mulai takut memasuki ruangan ini." Bisik Deon pelan. Sean mengangguk setuju.

"Aku masih shock saat Ken bertingkah aneh tadi, dan sekarang kembarannya juga tersenyum!" Bisik Sean yang diangguki setuju oleh Deon.

Ken dan Trey menatap dua pria kurang kasih sayang itu lalu kembali saling menatap.

Ken menggeleng frustasi, mereka bahkan sudah dewasa, tapi dua sepupunya itu tak pernah tumbuh normal sampai sekarang.

Bersambung...

Maaf ya cuman segini, karna nuna lagi superduper mumet.

Ada saran kerjaan atau mau ngajak nuna colab? Apapun itu yang setidaknya bikin keuangan stabil.
Kalau ntar penyakit rajin kambuh, nuna bakal selesain satu part lagi. Jangan lupa vote dan comment sebagai dukungan ke nuna. ILY guys...

CP : nunaaulia (IG)

Medan, 06 Maret 2017.

The Devil Love |#2 WILLIAM'S BOOKS|Where stories live. Discover now