Day 004

83 4 2
                                    

2018.03.10
Dancing
Menari

Bola kristal itu berpendar. Menyala. Terang. Terang sekali.

Wanita berwajah seperti kuda laut itu bertanya lagi,

"jadi... Tadi kau bilang apa?"

Blue mendegut ludah. Agak ragu untuk mengulang. Diperhatikannya bola kristal ungu itu. Ada refleksi wajahnya yang terpantul.

Oh, dia putri laut kecil yang cantik. Dengan wajah bersisiknya yang berwarna serupa laut dalam, mata yang besar keemasan, hidung yang kecil meruncing, mulut yang mungil dengan gigi-gigi tajam yang rapi.

Dia sangat cantik.

Kecuali dia punya ekor, tangan bersirip dan berselaput.

Di bawah sini, dia memang yang tercantik. Tapi dia pernah melihat sekumpulan bangsa yang jauh lebih cantik. Mereka menaiki sejenis cawan raksasa yang terbuat dari besi dan bisa mengapung di lautan. Cawan itu mengeluarkan asap dan bunyi terompet seperti milik Si Paus Bungkuk.

Mereka, sekumpulan bangsa itu, berdiri di atas kedua benda menyerupai sirip yang bergerak kesana kemari; lincah dan gesit.

Itu bukan sirip. Kata Si Penyu, itulah yang namanya sepasang kaki. Dan mereka, sekumpulan bangsa itu, adalah apa yang Neptunus sebut dengan manusia.

Mereka mengagumkan; tidak bersisik, tidak bersirip, tidak berenang. Kulit mereka bersinar dan licin. Rupa mereka aneh sekaligus indah. Mata mereka beraneka warna; dasarnya putih lalu ada yang hitam, hijau, biru, perak... Tubuh mereka dibungkus dengan sejenis rerumputan yang bercorak dan tipis.

Si Pelikan menyebut benda itu pakaian. Dan itu bukan rumput laut.

Tapi, dari itu semua, ada satu hal yang sangat mengesankan bagi Blue. Sepasang kaki dari manusia-manusia itu terlihat begitu mengagumkan ketika mereka berjalan, berlari dan menari.

Ya... Menari.

Mereka menari mengikuti alunan musik. Kadang mereka berputar, saling menyilang, mengetuk-ngetuk permukaan cawan atau bergerak bergantian; kadang cepat, kadang sangat lambat.


Itu menakjubkan!

Malam itu, untuk pertama kalinya, Blue merasakan desakan kuat dalam dirinya untuk mencoba menari. Sekali saja. Dengan kedua kaki. Bersama manusia lain; walau dia tidak perlu benar-benar menjadi bagian dari mereka juga.

Dia sangat ingin menari. Itulah alasannya datang kemari. Ke sarang penyihir berwajah seperti kuda laut.

"Kau tuli?" suara mencicit penyihir itu mengagetkan Blue.

Blue menghela nafas hingga buku-buku insangnya meremang.

"Bisakah... Bisakah kau beri aku sepasang kaki?"

Penyihir itu menyisihkan tongkat yang dipegangnya kemudian mengamati Blue dengan ekspresi keras.

"Kau yakin?"

"Ya. Apa kau bisa melakukannya?"

Penyihir itu tertawa terbahak-bahak.

"Tentu saja. Itu sangat mudah."

"Lalu, apa yang harus kuberikan padamu sebagai imbalannya?" tanya Blue hati-hati.

Penyihir itu menyeringai. Wajahnya menjadi semakin licik dan mengerikan. Sambil memainkan tongkatnya, dia menjawab,

"tidak perlu. Aku tidak akan meminta apapun darimu..." dia berhenti sebentar untuk mengamati Blue dengan saksama.

"..."

"Kau tidak perlu memberiku apapun... Hanya jika kau tidak meminta kembali ke lautan ini di hari pertamamu."

Itu syarat yang mudah. Blue bisa melakukannya.

"Berapa lama kaki itu bisa bertahan?"

Si Penyihir tersenyum misterius. "Satu bulan. Hanya satu bulan."

Blue yang naif mengangguk cepat. Gagasannya berjalan sesuai rencana. Sebentar lagi dia akan memiliki sepasang kaki dan dia akan menari bersama manusia-manusia itu.

Menarikan tarian yang indah, diiringi musik di atas cawan raksasa.

Blue duduk kepayahan di atas batu di sekitar mercusuar. Tubuhnya menggigil dan sisiknya mulai berjatuhan. Kulitnya perlahan menjadi selicin kulit anjing laut, agak berlendir dan kemerahan.

Dia melihat pantulannya di air laut yang bergelombang. Ah, sisik birunya sudah hampir menghilang. Hanya saja wajahnya.... Tidak ada yang berubah dengan wajahnya. Matanya gelap, hidungnya runcing, giginya tajam dan insang di dekat telinganya sangat menarik perhatian.

Si Penyihir berkata bahwa perubahannya membutuhkan waktu yang cukup lama.

Blue menunggu. Dia menunggu. Lalu cawan raksasa itu terlihat di kejauhan, melalui sorot lampu mercusuar. Cawan itu bergerak semakin dekat, menjadi semakin dekat. Hingga terlalu dekat dan seketika itu juga sebuah jaring besar menjerat tubuh Blue dengan kasar.

Blue menggeliat berusaha melepaskan diri.

Di atas cawan, seseorang berseru.

"Aku menangkapnya! Aku menangkap monster itu!!!"

Lalu beberapa orang lagi mengarahkan obor-obor mereka ke arahnya.

Blue mendesis, memberontak dengan menampakkan gigi-gigi tajamnya.

"Angkat dia ke geladak! Kita harus membawanya sebelum fajar."

Manusia-manusia berbadan besar itu mengangkat jaring yang membungkus Blue. Dia diseret, terbentur di dinding cawan kayu.

Samar-samar, sebelum kesadarannya hilang, dia mendengar seseorang berkata,

"ini tangkapan besar. Kita bisa mengambil ekstrak minyak tubuhnya untuk dijual ke pedagang parfum di Eropa."

"..."

"Wah, Si Penyihir benar-benar memenuhi janjinya. Dengan seorang budak jalanan tak berharga, kita bisa mendapatkan seekor putri duyung. Luar biasa!!"

...

Bola kristal itu berpendar. Menyala. Terang. Terang sekali, dalam ingatan Blue.

713 🍃

Meraki [ Short Story Compilation ]Where stories live. Discover now