Day 018

27 4 0
                                    

2018.03.24
Judgement Day
Hari Penilaian

"Hiro, bagaimana menurutmu dengan Sato?" tanya Takashi.

Hiro tertawa. Sedikit berlebihan. Dia menyundutkan rokoknya ke kotak susu yang sudah kosong sambil menjawab, "kurasa, dari semua muridku di kelas, Mia Sato adalah yang terburuk. Bahkan jika sudah tidak ada lagi wanita di dunia ini kecuali dia, aku akan memilih mati saja."

Tepat setelah Hiro berkata begitu, anak perempuan yang dibicarakannya muncul dari balik pintu dengan wajah pucat. Ekspresinya datar dan dingin, tidak lagi lugu dan malu-malu seperti biasa.

"Oh, kau, Sato-chan. Apa yang kau lakukan disini? Bukankah kelasmu sudah dimulai sejak tadi?" Takashi berusaha untuk berbasa-basi, sambil terbatuk-batuk karena terburu-buru menghisap rokoknya. Dia kaget setengah mati saat Mia muncul di hadapan mereka seperti hantu.

Mia mengabaikan Takashi dan menatap nanar pada Hiro selama beberapa saat. Tangan kecilnya terkepal dan perlahan air mukanya menjadi dipenuhi kemarahan. Namun, alih-alih bicara, gadis itu malah berjalan menuju easel-nya, menarik paksa kanvasnya yang masih terpasang disana dan pergi dengan langkah berderap.

Hiro Suzuki merasa sedikit bersalah. Tetapi dia sudah terlanjur mengatakannya. Dia juga tidak ingin menyalahkan Takashi, sebab apa yang Hiro ucapkan adalah jawaban yang sesungguhnya atas pengakuan gadis itu beberapa waktu yang lalu padanya. Dengan begini, Hiro merasa tidak perlu melakukannya dua kali. Toh bagaimanapun, gadis itu sudah mendengar jawaban darinya secara langsung.

Urusannya dengan gadis itu sudah benar-benar selesai. Dia merasa lega, sekaligus merasa sangat jahat.

Yah, tidak masalah. Seharusnya sejak awal gadis itu tahu diri dengan tidak perlu menaruh perasaan apapun pada Hiro. Mereka adalah guru dan murid. Membawa perasaan mereka menjadi urusan pribadi akan menyulit mereka di masa depan.

Hiro memeriksa pekerjaan murid-murid perempuannya satu persatu. Dia melihat Mia, berada di baris paling belakang, masih menggoreskan kuasnya di permukaan kanvas dengan wajah murung. Hiro merasa tidak nyaman melihat sikap gadis itu, tetapi dia tidak ingin menarik lebih banyak perhatian. Dia harus bersikap profesional —dan waspada.

Sejak kedatangannya ke sekolah ini, dia sudah memicu banyak sekali rumor. Awalnya dia merasa bisa memakluminya karena sekolah ini adalah sekolah khusus wanita.

Hiro, dengan rupanya yang menarik, seperti semut yang nenyebarkan feromon yang sangat kuat sehingga banyak dari gadis-gadis itu yang mengikutinya. Sebagian dari mereka kadang melebih-lebihkan imajinasi mereka; mengatakan bahwa Hiro mengajak mereka berkencan atau menuduh Hiro meniduri mereka.

Semuanya, tentu saja, tidak terbukti. Sebagai gantinya, dia perlu bersikap hati-hati dan seringkali harus berlaku dingin. Mudah saja. Dia memang tidak menaruh minat pada apapun di sekolah ini kecuali pada gaji dan seni.

Hiro masih mengamati Mia dari kejauhan. Dia belum mengetahui apa yang sedang dilukis oleh gadis itu, tapi mendekatinya tiba-tiba akan terasa sangat canggung. Dia melewatkan barisan Mia dan sengaja memulai pemeriksaannya dari barisan lain agar gadis itu mendapat giliran terakhir.

Ketika akhirnya Hiro tidak bisa menghindar lagi, dia menghampiri Mia. Gadis itu tidak mengangkat wajahnya karena sedang mengaduk cat minyak di paletnya saat Hiro mendekat. Dia mungkin bahkan tidak akan menjawab jika Hiro bertanya, jadi dengan cepat Hiro memeriksa lukisannya dan memberi komentar pendek.

"Bagus." ujar Hiro. Lelaki itu kembali ke tempatnya tanpa gagasan apapun tentang lukisan Mia. Dia sama sekali tidak ingat apa yang dilihatnya dan bagian apa yang dikomentarinya. Dia hanya pergi begitu saja karena berada di dekat gadis itu terasa sangat melelahkan pikirannya.

Meraki [ Short Story Compilation ]Where stories live. Discover now