Bagian 8 - Waktunya Pesta

1.6K 129 5
                                    

Avery

Kami mengambil beberapa foto dan menuju ke pesta. Aku tak dapat menolak bahwa aku tak merasa gugup. Kalimat Jake berada di seluruh pikiranku terhadap aku yang akan terhumiliasi atau semacamnya hanya karena aku anak baru. Terasa seperti akan ada yang terjadi karena aku anak baru dan Harry ada hubungannya dengan itu, hidupku selama sisa tahun yang tersisa di SMA berada di tangannya. Sementara pikiran ini menguasai pikiranku kami turun diluar mansion besar berwarna putih. Musik keras terputar.

"Sekarang, kita akan bersenang-senang Avery" ujar Sophia penuh dengan kehebohan. Kami berjalan bersama menuju rumahnya lalu memasukinya. Di dalam sama indahnya dengan luar rumahnya, jika tidak maka di dalamnya lebih indah. Aku melihat sekeliling dan melihat perempuan memakai gaun terminim yang pernah ada, jika itu dapat disebut gaun, seperti hanya potongan kain. Berakhir tepat di bokongnya bahkan ada yang tidak sampai di bokong. Gaunku seperti gaun gala panjang jika dibandingkan dengan mereka. Tapi aku tak ingin berpakaian seperti itu, aku tidak cukup nyaman dengan tubuhku yang terekspos dalam beberapa macam alasan.
"Ayo ambil minum" ia menarikku menuju dapur. Ada banyak orang disini, aku belum melihat Harry ataupun yang lainnya. Di dapur ada beberapa orang yang bermain permainan bola ping-pong, kami berdiri dan menyaksikan selama beberapa saat.

"Jadi apa akan kau lakukan malam ini?" Tanya Sophia dan sejujurnya aku tak tahu jadi aku hanya mengangkat bahu.

"Baiklah aku tahu apa yang akan kucoba lakukan" ia berkedip dan matanya melihat ke Liam yang memasuki dapur. Ia terlihat sangat tampan malam ini. Ia memakai baju putih tanpa lengan dengan jeans dan kemeja biru-hitam yang diikat di sekitar pinggangnya, rambutnya sedikit jambul. Ia seperti model yang berada di majalah fashion.
"Liam!" Ujarnya dan ia melihatnya sembari tersenyum. Sophia berjalan ke arahnya dan mereka pergi menuju lantai dansa di ruang tamu besar. Aku berkeliling dan melihat semua orang menari, saling bergoyang satu sama lain, bercumbu, merokok dan minum. Aku berdiri di tengah ruangan menyesap minum di gelas merahku.

"Kau datang" aku mendengar suara gelap serak familiar itu seraya memutar mataku dan melihatnya. Ia terlihat sungguh sempurna. Ia memakai jeans hitam ketat dan baju putih tanpa-lengan menunjukkan tatonya, kalung salib, beberapa cincin lainnya dan gelas merah di tangannya.

"Saat kau sudah selesai bersungguh-sungguh melepas pakaianku aku tak keberatan jika kau ingin berdansa denganku." Oh ia memerhatikanku dan kalimatnya membuatku merona walaupun ia cukup egois. Aku hanya mengangguk dan kami berjalan menuju lantai, dan aku sadar. Aku tak dapat berdansa. Selagi kami berjalan aku melihat Cara dengan gaun hitam pendek tanpa-tali, riasan gelap dan rambutnya lurus. Cara melihat kami berjalan dan menghampiri Harry.

"Hei Harry kau berjanji akan berdansa denganku dan aku menagihnya sekarang" ujarnya seraya melihatku dengan tatapan jijik.

"Baiklah bisakah kau menunggu hingga nanti karena aku harus berdansa dengan Avery disini" ujarnya seraya sedikit meninggikan suaranya namun Cara mulai menyentuhi Harry dan memberinya tatapan memelas.

"Kumohon kau dulu yang mengajakku" aku merasakan cengkeraman Harry mengendor disekitar pinggangku. Ia mengambil tangan Cara dan mereka pergi dan mulai bergoyang satu sama lain. Cara melihatku dan memberiku seringai jahat seraya aku menghela. Aku melihat mereka memasuki dan mulai berdansa, saling bergoyang. Cara meletakkan tangan Harry di pinggangnya sebelum memberikan ekspresi, tatapan 'Aku menang!".

"Mengapa kau berdiri disini sendiri" aku mendengar suara tak-asing yang memiliki beberapa aksen. Aku memutar dan melihat Niall. Ia juga terlihat menakjubkan. Kurasa mereka semua memutuskan untuk memakai baju putih tanpa-lengan dan mereka semua terlihat tampan.

"Aku-aku seharusnya berdansa dengan Harry tapi kurasa ia sibuk" aku melihat ke arah mereka yang sekarang berdansa dan bergoyang saling bertatapan. Aku menghela.

"Tak perduli tentang Cara, ia perempuan jalang" ucapnya membuat kami berdua terkekeh. Matanya menjalar ke atas dan bawah tubuhku sebelum berdeham.

"Ayo ambil minum" tanyanya dan aku menggeleng selagi mengangkat gelasku.

"Tapi gelasku tidak kosong" ujarku dan ia mengambil gelasku dari tanganku dan meminum semuanya.

"Sekarang sudah" ucapnya dengan senyum nakal selagi berkedip padaku.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

The Senior (Indonesian Translation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang