Bagian 44 - Apakah ia barusan...?

996 68 1
                                    

Harry

Itu lucu betapa lugu dan tak-berpengalamannya dia. Itu merupakan sesuatu yang biasanya tak ku sukai pada perempuan karena aku ingin mereka tahu mengenai ranjang agar aku dapat melakukan pekerjaanku lalu pergi. Walau terdengar klise, itu berbeda dengan keluguan Avery. Aku sangat menyukai diriku yang mengambil satu langkah lebih dibandingkan dengannya.

Bibir tebal pinknya terasa lembut dan luar-biasa padaku. Sangat nyaman dan cara lidahnya bergerak denganku terasa luar-biasa. Aku merasakan perasaan panas familiar di tubuhku. Aku mendorong tubuhku perlahan padanya, menjaga satu tangan di punggungnya secara perlahan membaringkannya ke lantai. Aku tergeletak diatasnya dengan satu kaki diantaranya, membuatku mengangkang pada salah satu kakinya. Aku menaruh bebas lengan atas yang terletak di sisi kepalanya. Ia menaruh satu tangannya di leherku, sedikit menarik rambutku dan yang lainnya menekan datar dadaku. Dalam setiap menit ciuman kami semakin mendalam dan tak ada lagi hal di sekitar kami terasa penting.

Aku mendekatkan lututku ke kelaminnya agar dapat seimbang. Aku tahu lututku sangat dekat pada kelaminnya. Rok pensilnya sedikit terangkat, menunjukkan kaki luar-biasanya dan hampir area pribadinya. Aku menaruh satu tangan di pinggangnya, perlahan menarik tanganku ke bawah kausnya berpindah ke dadanya.

Avery

Sesi cumbu singkat kami malah semakin memanas. Aku sangat menyukai ini, senang dapat melakukan ini bersamanya. Aku tahu beberapa minggu lalu ia membullyku tapi sekarang saat ia menciumku terasa seolah ia perduli padaku. Ia sangat lembut padaku, bersikap pelan dan memahami sebab aku baru pada hal seperti ini. Ia berbaring diatasku dan aku menaruh tanganku sepenuhnya pada rambut lembutnya. Aku selalu berangan bagaimana rasa ikal rambutnya. Aku merasakan tangannya di pinggangku yang perlahan terangkat ke dada melalui bawah kausku. Aku mengambil napas melewati hidungku dan tercekik seraya tubuhku membeku. Ia menyadari itu dan melepas tangannya lalu meletakkannya di sisi berbeda kepalaku. Ia perlahan melepas ciumannya dan melihatku. Ia tersenyum dan aku membalas gestur itu diikuti dengan merona.

"Dan itu bagaimana kita melakukannya" ia sedikit terkekeh dan aku mengikuti. Ia perlahan turun dariku dan berbaring di sampingku.

"Naikkan dagumu, sayang" aku mematuhinya. Ia menaruh lengannya di bawah kepalaku dan membaringkan kepalaku disana. Kami berbaring disana selama beberapa jam di bawah selimut lain untuk menghangatkan kami, melihat bintang dan membicarakan masa depan kami. Setelah beberapa saat aku merasakan kelopak mataku memberat dan tidak biasanya seperti ini jika aku tak merasa lelah, aku meletakkan kepalaku di dadanya, mendengarkan detak jantungnya. Kepalanya beristirahat di puncak kepalaku. Pernapasannya melamban dan menenang juga perlahan mulai tertidur. Aku lalu tertidur.

"Avery...Cantik, bangun" aku merasakan seseorang menggoyangku lembut sementara aku membuka mata. Aku mengusap mataku dan bertemu dengan sepasang mata hijau. Aku memandang disekitar kami dan melihat hutan.

"Apa kita tidur disini?" kernyitku padanya. Pertama kalinya aku tidur selain di rumah, seperti ini. Aku melihat Harry dan ia mengangguk.

"Ku rasa kita harus pergi, ingin sarapan?"

"Ya, aku kelaparan" kekehku selagi mengusap perutku dan Harry ikut tertawa. Kami berjalan melewati hutan dan saat tiba di mobil kami menyetir ke kedai kopi. Harry keluar dan membukakan pintu untukku. Kami berjalan masuk dan mengantri. Hanya beberapa orang di dalam kedai kecil imut ini. Aroma teh, kopi, coklat hangat mengisi lubang hidungku. Lalu keheningan diantara Harry dan diriku memecahkan suara perutku yang berbunyi.

"Astaga" aku mencengkeram perutku dan merona. Harry terkekeh selagi aku melihat ke sekitar ruangan untuk melihat apakah ada yang menyadari, untungnya tak ada.

"Ada yang lapar tuh" kekehnya seraya aku merasakan tangannya mengusap punggungku dan aku mengikutinya. Kami mengambil pesanan, aku memesan secangkir teh hijau dan sepotong donat, Harry memesan teh yang sama namun jenis English breakfast. Kami mengambil tempat di kursi dan berbincang.

"Avery...ini mungkin terdengar gila dan kurasa aku sudah mengetahui jawabannya tapi setidaknya aku menanyakanmy" ia menunduk gugup dan mengambil napas dalam. Aku mengernyit selagi melihatnya.

"Apa?" aku menyesap tehku.

"Aku berpikir apakah kau...mungkin...ingin...uhm...menjadi pacarku?" mataku terbelalak kaget. Apakah ia baru saja mengajakku untuk menjadi pacarnya? Aku Avery Clark, mantan perempuan yang dibully oleh pria paling populer di satu sekolah yang beberapa minggu lalu membullyku. Memori mengerikan itu kembali muncul tapi memori tadi malam membuatku berangan apakah aku harus menjawab ya atau tidak.

"Harry, maaf tapi tidak"

~~~~~~~~~~~~~~~~~~


The Senior (Indonesian Translation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang