Bagian 49 - Bolos seperti murid lain

903 61 1
                                    

Avery.

Itu membutuhkan setiap sel di tubuhku agar tak menertawai kalimat Louis. Aku tahu Cara membenciku jadi aku tak ingin membuat semuanya semakin memburuk tapi yang lain tertawa. Beberapa orang di kafetaria melihat kami dan ada juga yang tertawa.

"Aku tak berbicara padamu" Cara melihat Louis dengan tatapan mematikan dan Harry kembali menghela.

"Cara..." ucapnya dengan suara tegas selagi menggeleng kepalanya.

"Apa? Kau selalu membantuku" ucapnya membuat suaranya bahkan terdengar lebih lugu dan ia bahkan mulai membelai bahu Harry. Aku mencoba agar tak muntah terhadap pandangan di hadapanku. Aku mengambil catatan penting agar nanti mencuci mataku akibat peristiwa mengerikan ini. Harry menyentak tangannya lalu matanya bertemu denganku, amarah jelas terlihat di mata Cara. Aku menelan ludah.

"Oh aku tahu, kau pasti sibuk meniduri pecundang ini" kalimatnya membuatku menunduk ke pangkuanku dengan rasa malu sepenuhnya karena seluruh sekolah mendengar.

"Diamlah kau pelacur berwajah jelek dan tutuplah kakimu yang tampaknya berfungsi sebagai dua pintu," bentak Harry dan beberapa terkesiap di ruangan dan yang lain tertawa. Wajah Cara hampir memerah karena marah. Harry bangkit dari meja dan juga yang lainnya. Mereka keluar dari kafetaria dan aku mengikutinya tak ingin sendiri bersama Cara.

Aku tak tahu ingin kemana, tak tahu apa aku harus mengikutinya atau hanya diam. Aku berjalan ke loker dan segera mendengar suara familiar mereka tertawa pada Cara di lorong.

"Avery, kemana kau pergi?" tanya Harry selagi mereka mendekat. Aku berdeham selagi memikirkan alasan aku pergi.

'Tak ingin mengganggu keseruanmu dan membuatmu berpikir kalau aku adalah seorang penguntit'

"Aku ingin mengambil sesuatu di lokerku, kelasku akan segera dimulai"

"Jangan bersikap culun Avery, ayo ikut kami" ajak Louis dan mereka semua mengangguk.

"Aku tak bisa masuk kelasmu, aku masih junior" kernyitku dan mereka terkekeh.

"Bukan seperti itu cinta" Zayn mengoreksiku, yang membuatku semakin mengernyit. Aku melihat Harry yang terkekeh selagi ia sedikit menggeleng kepalanya.

"Apa yang Louis maksud adalah kau harus ikut kita keluar dari sini, bolos" aku tak pernah bolos. Baiklah tidak seperti ini, berlari bersama pria pada setiap pelajaran bukanlah hal yang terjadi di duniaku dulu dan juga sekarang.

"Aku juga tak dapat melakukan itu"

"Aku barusan bilang jangan seperti anak culun, ayolah. Tak rugi kok, kumohon" mereka semua memberiku tatapan memelas yang membuatku meleleh.

"Aku-aku...oke" aku akhirnya berkata.

"Pilihan bagus" Harry menarik lenganku, mendekatkanku. Kami keluar dari sekolah menuju mobil mereka. Aku berada bersama Harry dan Niall lalu Louis berada di mobilnya sendiri diikuti dengan Zayn dan Liam.

"Kemana kita?'' tanyaku, terdengar sangat heboh mengenai ini. Aku tak pernah melakukannya dan ini terasa cukup menyenangkan, hanya pergi dari sekolah untuk melakukan sesuatu yang lebih seru.

"Lihat saja nanti" Harry berkedip padaku.

"Pergilah ke kamar" ringis Niall dari kursi belakang membuat Harry tertawa dan aku merona selagi sedikit terkekeh.

"Aww, ada yang malu" ucap Niall yang semakin membuatku merona. Harry menyadari dan terkekeh kecil.

"Berhentilah Niall, kau hanya membuatnya semakin buruk" Terima kasih Harry.

"Tak heran ia marah ketika melihat pria seksi sepertiku" sekarang aku tertawa dan Harry mengikuti.

"Kau dan rasa egomu Niall" Harry terkekeh.

"Hanya mengatakan yang sebenarnya bung" aksen indahnya semakin menonjol dan aku melihat di kaca spion ia berkedip padaku.

"Bukannya kau sudah memiliki perempuan untuk kau cumbu" mood Harry sedikit berubah.

"Ya tapi bung ia playgirl"

"Tampaknya seseorang dipakai dengan penuh kerja-keras agar dapat didapati" Harry terkekeh.

"Itu apa maksudku, mereka tak dapat tahan pada pria Irlandia seksi" kami berhenti di luar Pub? Bar? Club? Aku tak tahu dan aku tak tahu mengapa kami disini pada awalnya. Satu-satunya hal yang ku tahu adalah aku senang meninggalkan percakapan tentang perempuan mereka, atau perempuan Niall. Harry menghentak dari lamunanku saat ia membukakan pintuku.

"Terima kasih" aku keluar dan kami semua masuk. Pub nya sebenarnya sangat nyaman dalam cara yang aneh. Penerangan remang dan seluruh atmosfir terlihat sangat tenang dalam cara yang gila. Kami berjalan ke kursi dan duduk selagi Liam, Zayn, Louis dan perempuan berambut coklat itu berjalan masuk.

"Avery ini Eleanor pacarku" ia mengenali kami kepada satu sama-lain dan ia terlihat sangat baik. Kami duduk dan bersenang-senang.

"Jadi ada yang ingin minum?" tanya Liam dan mereka semua mengangguk.

"Aku pesan bir" ucap Niall diikuti oleh Zayn, Louis, Eleanor dan Harry memesan yang sama. Liam melihatku dan juga semuanya.

"Apa yang kau inginkan cinta?" tanya Harry melihatku.

"Aku...Air saja tidak apa-apa" Niall dan Zayn terkekeh.

"Ayolah Avery, satu bir saja tak masalah" ucap Louis dan mereka semua melihatku. Sekarang menjelang malam dan terasa seperti masih siang.

"Tidak, tak usah" ucapku menunduk ke tanganku, cukup merasa malu. Liam berjalan ke bar untuk mengambil pesanan kami dan percakapan di sekitar meja dimulai. Aku tak mengatakan apa-apa sih, hanya duduk disana. Eleanor terlihat seperti perempuan baik dan ia cantik. Rambut panjang coklat dan mata indah. Ia memakai jeans hitam dan kaus desainer dengan beberapa aksesoris. Eleanor dan Louis adalah pasangan serasi, mereka terlihat sempurna bersama. Harry mendekatiku dan menaruh lengannya di sandaran belakangku.

"Jangan merasa malu tentang itu cinta tapi sudahkah kau mengubah pikiranmu?" ia meneguk bir dan aku mengernyit, ku pikir aku sudah menjelaskannya.

"Aku tidak membicarakan tentang birnya"

~~~~~~~~~~~~~~~~


The Senior (Indonesian Translation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang