Bagian 33 - Pelindung

1K 79 1
                                    

Avery.

Jake terlihat kesal. Matanya berubah menjadi lebih gelap dibandingkan dengan warna aslinya. Kakakku populer dan semua orang tahu siapa dia, bahkan orang di sekolahku. Aku tak tahu siapa yang lebih populer namun kupikir kepopuleran mereka sama-rata. Harry mendekati Jake diikuti yang lain juga aku serta Sophia.

"Jakey bung, apa yang kau lakukan disini?" tanya Harry menyeringai. Teman Jake lebih besar dibandingkan Harry. Mereka berotot besar dan juga teman Harry namun Jake lebih besar dan grup mereka lebih banyak.

"Diamlah Harry, mengapa kau membully adikku huh?" Jake mendekati Harry dengan tatapan marah di wajahnya. Aku tak pernah melihat kakakku seperti ini. Tapi ku dengar ia sangat protektif terhadap orang lain, seperti Hanna dan Aku.

"Adikmu? Apakah perempuan sampah itu adikmu?" ia tertawa di hadapan Jake dan teman Harry ikut tertawa. Amarah dari tubuh Jake yang teradiasi disekitarnya dapat kurasakan. Teman di belakangnya terlihat kesal. Ada beberapa orang yang tak kusuka namun sisanya baik-baik saja dan mereka sejujurnya terlihat tampan. Kedua grup itu memakai jaket senior masing-masing. Lengan jaket Harry merah dan sisanya berwarna putih dengan logo sekolah. Tulisan di punggungnya bertuliskan 'WildFox' dengan huruf merah besar dengan nomor, 19 lalu yang lainnya memiliki nomor mereka masing-masing. Grup kakakku memiliki jaket yang sama namun lengannya biru dan tertulis 'Master' dengan huruf biru besar dan nomor kakakku 96.

"Apa kau bilang? Kau ingin mengajak berkelahi hah berengsek?" ia lalu memukul Harry menggunakan uppercut di rahangnya. Kepala Harry terpental dan grupnya mencegah dia agar tak jatuh ke lantai. Aku dikejutkan oleh kalimat Jake dan aksinya. Aku tak pernah berpikir bahwa ia akan melakukan ini tepat di hadapanku.

uppercut ~> pukulan/tinjuan yang mengarah dari bawah menuju area dagu.

"Kau bajingan-" Kalimat Harry disela oleh pukulan keras di wajah Jake. Aku terkesiap saat melihat tangan Harry tersambung dengan wajah Jake. Aku merasa marah karena mereka saling berkelahi. Kekejaman tak menyelesaikan apapun. Perkelahiannya terus berlanjut dan orang menyoraki terus-menerus. Semakin ramai orang yang mulai berjalan kemari untuk melihat apa yang sedang terjadi.

"Berhentilah!" teriakku. Aku sudah cukup dengan permainan bocah mereka. Semuanya membeku dan Jake serta Harry melihatku. Terdapat beberapa luka di wajah Harry dan memar sama dengan Jake.

"Apa maksudmu Muntahan?" ucap Louis dan salah satu teman Jake, kurasa namanya Brook, aku selalu menaksirnya dari dulu namun mantannya, mantan-pacarnya menyeramkan. Brook memukul wajahnya yang membuatku kembali berteriak 'berhenti'. Kurasa aku tak pernah berteriak seperti ini dan tak pernah meneriaki seseorang. Aku berjalan menuju Jake dan mendorong ia dari Harry.

"Jangan saling memukul!" ucapku dan Jake mengernyit.

"Ia membullymu Ave! Ia layak mendapatkan setiap pukulan yang ia dapat" decak Jake padaku dan aku menatapnya tajam.

"Aku hanya tak ingin masa lalumu kembali terulang, aku tahu betapa sulitnya itu dan aku tak pernah berada disana untukmu jadi aku akan tak mentolerasikan seseorang kembali melakukan hal semacam ini..." kalimatnya menghangatkan kepalaku dan aku tersenyum. Harry serta grupnya hanya melihat kami. Tatapan Harry intens selagi kami berbicara. Aku memeluk Jake dan berbisik 'terimakasih' lalu aku sangat bersyukur memiliki seseorang sepertinya, seseorang yang perduli.

"Sekarang pergilah, kalian juga masih harus sekolah" aku terkekeh dan mereka mengikuti. Mereka memasuki mobil dan aku melambaikan selamat-tinggal kepada Jake. Aku berbalik dan melihat Harry masih menatap kami juga yang lainnya. Aku melihat Sophia yang tersenyum, lebar. Aku berjalan menujunya lalu berjalan masuk, terburu-buru menuju kelas.

Setelah hari panjang yang diisi dengan tiga pelajaran membosankan dan makanan yang setengah-enak, Sophia dan aku bersiap untuk pulang. Kami keluar dan di parkiran kami sedikit berbincang.

"Kau dan kakakmu cukup dekat, itu sangat imut melihat kalian berdua terutama melihat betapa perdulinya ia terhadapmu" ia tersenyum dan aku membalasnya selagi mengangguk.

"Ya, kami sudah melewati banyak hal, tapi sampai jumpa besok, besok Jumat" kami terkekeh dan berpisah. Seraya berjalan, aku menyadari bahwa aku belum melihat Brad hari ini. Selagi aku berjalan di pinggir-jalan, seseorang muncul beberapa kaki di hadapanku. Saat aku melihat siapa orang itu, aku menelan ludah.

"Hei Avery" suara gelap seraknya mendekatiku, membuat tulang-belakangku merinding. Aku mencoba melewatinya namun ia menghadang jalanku.

"Bisa kita berbicara?" aku menjentikkan kepalaku untuk mendongaknya.

"Bicara? Benarkah setelah beberapa minggu membullyku secara intens kau memutuskan untuk 'um mengapa tidak berbicara padanya, ya itu ide yang bagus'" aku mengejeknya dan aku marah. Aku ingin memukul seseorang, ia adalah orang yang tak ingin ku ajak bicara sekarang atau bahkan berada sepuluh kaki darinya.

"Aku tidak seperti itu" kekehannya membuatku semakin kesal. Ia pikir ini lucu?

"Diamlah Harry dan minggir" teriakku dan ekspresi wajahnya serius. Otot wajahnya menegang. Aku menelan ludah.

"Aku hanya ingin bicara oke?" ia melihat mataku dengan tatapan dingin.

"Tapi aku tidak" aku melewatinya dan kali ini ia tidak menghadang.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


The Senior (Indonesian Translation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang