Flatting

575 67 4
                                    

Setelah Si Aji Sableng berceloteh panjang lebar tentang move on, rasanya aku mulai meragukan hatiku sendiri. Sepertinya aku memang belum bisa sepenuhnya melupakan Rian yang memang nyaris tak pernah ada cela di mataku saat itu, dan mungkin hingga saat ini. Aku tak pernah membandingkan antara pria yang pernah mendekatiku selepas Rian pergi, tapi memang aku belum pernah merasa nyaman senyaman aku bersamanya. Entahlah....

Cepat-cepat aku menunaikan "tugasku" sebagai suplier logistik di flat "anak-anak curutku". 100 gyoza, 150 wonton, 150 siomay plus rendang dan bakso yang sudah aku buat duluan sepertinya cukup untuk cemilan mereka dua minggu ke depan. Yaa mengingat perut mereka laksana karung bocor, gak yakin juga sih cukup hehehe. Tapi sudahlah, siapa suruh bikin aku tiba-tiba galau kayak perawan ditinggal kawin, eh..emang iya sih hehehe!

Jam empat kurang sepuluh aku berpamitan untuk ambil pesanan di rumah Kak Rose. Sebenarnya janji jam lima sih, tapi daripada aku makin galau mendengar Aji berkhotbah yang kadang aku gak mau dengar, bukan karena gak benar, tapi justru karena benar. Sometimes, I hate when he's right. Serasa ditamparin pakai kata-kata dan itu lebih ngilu rasanya. Maka langsung saja aku pamitan, lagi pula kalau belum siap kuenya aku bisa main dulu dengan anak-anak Kak Rose yang cantik-cantik.

🍁🍁🍁🍁

Jam enam sore aku dan Rachel sudah sibuk menata makanan di ruang makan flat kami. Rachel ini anak dari landlord alias sang pemilik rumah yang kini aku tinggali. Daddy-nya memang memiliki usaha properti di sini, yaaa kalau di Indonesia mah dia jadi bandar kontrakan gitu deh hehehe. Rachel pun bekerja sebagai property manager di perusahaan daddy-nya itu.

Rachel itu orangnya asyik, sangat easy going dan ramah. Sebenarnya orang tuanya ingin dia tetap tinggal di rumah mereka, tapi Rachel merasa lebih nyaman untuk tinggal di flat, walaupun setiap akhir pekan dia akan menginap di rumah orangtuanya.

Rumah yang aku tinggali ini ukurannya cukup besar, karena sebelumnya merupakan rumah keluarga Rachel yang memang senang sekali berkumpul dengan para kerabat. Makanya lihat deh, ruang makannya besar banget! Dan si Rachel ini pun mewarisi hobi doyan ngumpulin orang, makanya dia ngadain flatmates reunion night setiap bulan, jadi orang yang dulu pernah tinggal lama di sini diundang untuk makan malam dan ngobrol-ngobrol.

 Makanya lihat deh, ruang makannya besar banget! Dan si Rachel ini pun mewarisi hobi doyan ngumpulin orang, makanya dia ngadain flatmates reunion night setiap bulan, jadi orang yang dulu pernah tinggal lama di sini diundang untuk makan malam dan n...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ruang makan dan dapurnya berdekatan dan menggunakan lantai kayu, supaya lebih mudah di bersihkan kalau ada makanan atau minuman tumpah. Tapiii.. ya namanya juga tipikal rumah di Wellington, biarpun lantainya kayu, tetap aja pasti pakai karpet besar. Sama ajaaa...kalau tumpah ya repot juga. Untung karpet ruang makan warnanya gelap jadi kalau aku gak sengaja numpahin saus, amaaan hehehe.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
WellyLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang